Part 2

Raka melihat guru barunya berjalan ke arah gerbang sekolah, langsung bersiap untuk menghampiri. Jantungnya berdebar kencang saat wanita berparas ayu itu sudah dekat dengan dia.

"Siang, Bu," sapa Raka dengan tersenyum ramah.

"Siang. Lho, kamu kenapa belum pulang?" sahut Shofie dengan balik bertanya pada muridnya.

"Saya akan mengantar Ibu pulang. Saya takut ada yang jahatin Ibu lagi, Ibu orang baru di sini 'kan?"

"Saya ini sudah besar, sudah dewasa. Tentu bisa jaga diri dong. Kalau tadi pagi saya kecopetan bukan berarti akan terjadi lagi pada saya 'kan?" jawab Shofie dengan senyuman yang memperlihatkan lesung pipinya.

"B-bukan begitu maksud saya, Bu. Saya hanya takut saja, Ibu 'kan masih baru di sini. Belum tahu seperti apa dan bagaimana tempat ini. MIsalnya Ibu tidak mau tak masalah, saya mana boleh maksa," jelas Raka dengan lugas.

Jawaban bocah remaja itu serasa menyentil hatinya. Mau tak mau, Shofie mengiyakan tawaran muridnya. Akhirnya, Raka mengikuti langkah kaki guru cantik yang berjalan mendahului Raka.

Jarak antara rumah kontrakan Shofie dengan sekolah tidaklah jauh. Saat mereka baru berjalan beberapa blok dari sekolah, ada segerombolan preman yang nongkrong di pos ronda. Dilihat dari gesture tubuh Shofie, Raka tahu jika gadis cantik itu ketakutan.

"Hai Cantik! Godain kita dong," celetuk salah satu di antara mereka.

"Hahaha ... Lo itu nggak lihat apa? Noh, sudah ada pawangnya!" sahut temannya menunjuk pakai dagu.

Raka menggenggam jemari tangan guru baru itu dan mer**asnya lembut, bermaksud memberi tahu agar tidak takut. Raka tetap menggenggam jemari itu sampai jauh melewati pos ronda.

"Sudah aman. Ibu tidak usah takut kalau suatu saat nanti saya tidak bisa menemani Ibu. Ibu sebut saja Raka kuli panggul di pasar, jika terkena masalah," ucap Raka setelah keduanya berhenti di depan rumah kontrakan berukuran 36 meter persegi.

Keduanya hanya berdiri di halaman, diam tanpa mengeluarkan sepatah kata pun. Tanpa mereka sadari tangan mereka masih bertaut. Sampai saat Raka pamit pulang, keduanya baru tersadar.

"Maaf, Miss," ucap Raka malu.

"It's ok. Terima kasih Raka, kamu sudah mau menemani aku," ucap Shofie dengan memasang senyum termanisnya.

Shofie masuk ke dalam kamar untuk berganti pakaian. Jantungnya masih berdebar tak karuan. Padahal hanya jalan bersama muridnya yang lebih muda.

Shofie merebahkan badannya di ranjang. Saat kantuk mulai menyerang, terdengar suara ponsel berdering. Dengan malas-malasan Shofie bangun dan mengambil ponselnya yang ada di nakas.

Tanpa melihat siapa yang menghubungi, Shofie menscroll tombol hijau. Sebenarnya dia malas menjawab panggilan itu, tetapi ponselnya itu terus berdering membuat dia risih.

"Hmm," ucap Shofie dengan mata terpejam karena mengantuk.

"Assalamu'alaikum, Sayang. Kamu baik-baik saja 'kan di situ?" terdengar suara Mommy Ary khawatir.

"Wa'alaikumusalam, Mommy ... padahal baru kemarin aku pergi. Mommy sudah seperti tidak bertemu denganku selama sewindu," gerutu Shofie. Dia paling tidak suka jika ingin tidur tapi diganggu.

"Wajar, Sayang. Kamu anak perempuan satu-satunya, tapi kamu memilih tinggal di kota lain. Bagaimana Mommy tidak khawatir dengan keadaan kamu, Nak?"

"Mommy tenang saja, Shofie pasti baik-baik saja di sini. Walaupun aku belum pernah ke kota ini, aku yakin bisa betah di sini," jawab Shofie.

"Aku lebih baik tinggal di sini sendiri tiada yang mengenal siapa aku sebenarnya. Jika orang tahu siapa aku, mereka pasti akan menjilat. Biarlah seperti ini, aku lebih tenang."

Shofie kembali melamun saat sang ibu sudah memberondong dengan berbagai pertanyaan.

"Shofie, Shof!" panggil Mommy Ary.

"Shafiyah Kusuma Wijaya!" teriak Mommy Ary akhirnya yang membuat Shofie kembali ke dunia nyata

(Hayoo, siapa yang bisa tebak, ini sequelnya kisah siapa? Judul novelnya apa? Yang bisa jawab di komentar ya)

"Yes, Mom. I'm here!" jawab Shofie kesal.

"Kamu ngapain? Sejak tadi Mommy ngomong dicuekin," omel Mommy Ary

"Hoaammmm ... Shofie ngantuk, Mom."

"Sudahlah, kamu tidur saja. Nanti malam kita video call-an. Wassalamu'alaikum," ucap Mommy Ary mengakhiri percakapan mereka.

Shofie sudah tertidur pulas saat sang ibu mengakhiri panggilannya. Gadis itu sangat mengantuk karena tadi malam tidak bisa tidur. Tidak terbiasa hidup susah membuatnya agak sulit beradaptasi.

Sementara itu, sesampainya di rumah Raka bergegas mengganti pakaiannya. Dia harus bekerja untuk mencukupi kebutuhannya sehari-hari, juga untuk biaya sekolahnya.

Raka tidak mengenal ayahnya sama sekali, kata ibunya sang ayah meninggal saat Raka berusia belum genap dua tahun. Sedangkan sang ibu meninggal setahun yang lalu karena sakit paru-paru.

Sejak kecil Raka sudah terbiasa mencari uang untuk makan dan memenuhi kebutuhan hidupnya. Menjadi tukang semir sepatu, tukang panggul di pasar dia jalani dengan ikhlas. Itulah kenapa tadi pagi dia berada di pasar.

Pekerjaan Raka akan banyak menghasilkan uang pada pagi hari. Oleh karena itu, setiap jam tiga pagi dia sudah bangun untuk menjadi kuli panggul. Jika sedang tidak ada konsumen, dia akan belajar untuk mengisi waktu luang.

Sejak kecil tinggal di dekat pasar, membuat dia tahu daerah itu. Dia juga dikenali oleh banyak preman pasar karena kepandaiannya bela diri. Walaupun dia pemegang sabuk hitam taekwondo dan pencak silat, tidak menjadikan dia sebagai preman pasar.

"Bau-baunya ada yang jatuh cinta, nih!" ucap Fathur teman dekat Raka.

"Sok tau Lo!" balas Raka.

"Wohoo, pasti tahulah! Gue kenal Lo sejak bayi. Jadi gue tahu betul bagaimana saat Lo jatuh cinta," sahut Fathur meledek.

"Ngaku aja, Ka! Nggak usah malu, kita bisa jaga rahasia Lo kok!" timpal Anto, teman Raka dan Fathur.

Anto dan Fathur hanya merasakan bangku sekolah sampai SMP. Selain tidak memiliki uang untuk biaya sekolah, otak mereka tidak secerdas Raka.

"Apanya yang mau diakui? Lagian siapa yang mau punya pacar kuli panggul di pasar? Ngaco kalian ini kalau ngomong." Raka langsung pergi meninggalkan kedua temannya.

"Lo sih, Thur! Jadi pergi 'kan dia. Pasti marah sama kita itu. Yakin gue!" ucap Anto menyalahkan Fathur.

"Enak aja gue! Lo juga ikut-ikutan kok tadi," balas Fathur.

Dari tempat mereka duduk, tampak Raka sudah memanggul barang belanjaan milik ibu-ibu paruh baya.

"Dia nggak marah, tapi menjemput rejeki. Lihat noh!" ucap Fathur saat matanya menangkap kegiatan Raka.

"Buset! Jeli banget mata tu bocah. Tahu saja dimana ada uang!" decak kagum Anto begitu ditunjukkan keberadaan Raka.

Tanpa kedua temannya tahu, Raka sedang bimbang. Bimbang karena dia tiba-tiba deg-degan setiap mengingat wajah gadis yang ditolongnya tadi pagi

Terpopuler

Comments

Sarah Yuniani

Sarah Yuniani

Raka kuli panggul ?
berat sekali pekerjaannya thor ..

2024-10-26

0

Qaisaa Nazarudin

Qaisaa Nazarudin

Nah ini dia alur yg ku cari2 peran utama cowoknya dari kalangan rakyat marhein BUKAN CEO..Semoga seru ya..

2024-06-26

1

Qaisaa Nazarudin

Qaisaa Nazarudin

Bu Sofie jalan kaki? ku pikir naik motor atau mobil? Orang kaya mah jalan kaki..😂

2024-06-26

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!