Bab 4 Jangan tinggalkan aku!

Deg!

Jantung Revandra kembali berdetak dengan cepat kala mendengar permintaan Revana untuk membacakan dongeng di ranjangnya.

Dia teringat dulu sewaktu mereka masih kecil, Revandra sering sekali membacakan dongeng untuk adiknya itu hingga dia tertidur di ranjangnya.

Hal itu juga yang membayangi Revandra saat ini. Dia takut akan perasaannya sendiri.

Revandra menutup bukunya ketika melihat mata Revana sudah terpejam. Diletakkannya buku tersebut pada meja yang berada di dekat ranjang.

Ditatapnya wajah cantik adiknya yang sedang tertidur itu hingga perlahan Revandra pun memejamkan matanya.

Kini mereka berdua tidur di ranjang yang sama. Menurut mereka itu hal yang wajar saja karena hubungan mereka adalah kakak beradik.

Sepertinya mereka sangat nyaman sekali. Sama seperti waktu dulu, saat mereka masih kecil. Mereka tidur bersama dengan saling berpelukan. 

Kini pun mereka melakukan hal yang sama. Revandra dan Revana tidur dengan saling berpelukan hingga pagi menjelang.

Mata Revandra mengerjap kala terkena sinar matahari pagi yang menembus tirai jendela kaca kamar itu. Hanya Revandra yang terganggu oleh sinar matahari karena Revana menghadap ke arah Revandra. Dengan nyamannya dia bersandar di dada kakaknya dan memeluknya sangat erat.

Kini Revandra seperti terperangkap. Dia tidak bisa bergerak. Tubuhnya dipeluk erat oleh Revana.

Perlahan dia bergerak melepaskan tangan Revana yang berada di pinggangnya. Dengan gerakan sangat hati-hati sekali dia turun dari ranjang itu.

Langkah kakinya pun sangat hati-hati sekali hingga tidak menimbulkan suara yang akan membuat adiknya terbangun.

Dengan hati-hati pula dia membuka dan menutup pintu kamar tersebut. Setelah itu dia masuk ke dalam kamarnya yang bersebelahan dengan kamar Revana.

Bik Saroh yang sedang berada tidak jauh dari kamar mereka, melihat Revandra keluar dari kamar Revana dan wajahnya mengatakan bahwa dirinya sangat khawatir ketika melihatnya.

Apa aku harus memberitahukan pada Tuan dan Nyonya? Tapi apa boleh aku mencurigai mereka berdua yang berstatus sebagai adik dan kakak? Ah… sudahlah. Aku hanya pembantu di sini, jadi aku kerjakan saja tugasku dan tidak perlu mengurusi yang lainnya, Bik Saroh berkata dalam hatinya sambil melihat pintu kamar Revana dan Revandra secara bergantian.

"Kakak!" teriak Revana sambil berlari keluar kamarnya. 

"Ada apa Non, kenapa?" tanya Bik Saroh dengan berlari kecil menuju ke arah Revana yang berdiri di depan kamarnya dengan gelisah mengedarkan pandangannya ke seluruh arah.

"Kakak. Di mana Kak Revan Bik?" tanya Reva dengan paniknya.

"Tuan Revan baru saja masuk ke dalam kamarnya. Apa-"

"Reva! Ada apa?"

Tiba-tiba saja terdengar suara Revandra yang bergegas keluar kamarnya ketika mendengar suara adiknya sedang mencarinya.

"Kakak!" seru Reva sambil berhambur memeluk Revandra.

"Kenapa Sayang? Ada apa?" tanya Revandra sambil membalas pelukan adiknya dan mengusap lembut rambut adiknya itu.

"Kakak jangan pergi lagi. Kakak jangan tinggalkan Reva," ucap Reva sambil sesenggukan.

Revandra menghela nafasnya berat, ternyata adiknya itu sedang menangis sesenggukan dalam pelukannya.

Revandra sedikit mengurai pelukannya dan memandang wajah adiknya yang sudah dibanjiri oleh air mata. Kemudian dia bertanya,

"Apa karena barang pemberian dari Kakak kemarin malam?" 

Kepala Revana mengangguk dalam pelukan kakaknya. Setelah itu dia kembali mengeratkan pelukannya seolah tidak mau terpisah dari kakaknya.

"Maafkan Kakak ya Sayang. Kakak janji tidak akan meninggalkanmu lagi. Tapi Kakak harap kamu mau menuruti permintaan Kakak kemarin malam," tutur Revandra sambil memeluk erat adiknya.

Bik Saroh yang masih ada di sana merasa bingung. Dia tidak mengerti dengan apa yang sedang dibicarakan oleh kakak beradik itu.

Menuruti permintaan Tuan Revan? Permintaan apa? Apa ini ada hubungannya dengan mereka berdua semalam? Jangan-jangan mereka… Ah, mana mungkin mereka berbuat seperti itu. Tapi, Tuan Revan kan sudah lama berada di luar negeri. Bisa saja dia… Bik Saroh kembali berkata dalam hatinya sambil memperhatikan kakak beradik itu berpelukan erat.

Pelukan kakak beradik itu memperlihatkan rasa cinta mereka berdua. Entah sebagai kakak beradik atau sebagai pasangan kekasih. Orang yang melihatnya pun tidak akan bisa menebaknya.

"Maaf Non Reva, Tuan Revan, sarapannya sudah siap. Apa Non Reva tidak ada kuliah hari ini?" ucap Bik Saroh berniat mengingatkan Reva.

Seketika Reva melepaskan pelukannya. Kemudian dia mengusap air matanya sambil berkata,

"Oh iya, Reva lupa. Reva mandi dulu ya Kak."

Revan terkekeh melihat adiknya yang berlari kecil masuk ke dalam kamarnya. 

Kemudian dia akan masuk ke dalam kamarnya, tapi dia merasa ada yang janggal.

Dia memandang heran pada Bik Saroh yang menatapnya dengan tatapan seperti ingin bertanya padanya.

"Kenapa Bik?" tanya Revandra pada Bik Saroh.

"Emmm… itu Tuan. Anu, apa, itu…," Bik Saroh gugup, dia tidak bisa mengatakan apa yang ingin ditanyakannya sedari tadi.

"Ini, itu, anu, apa sih Bik?" tanya Revandra kembali.

"Itu Tuan, apa…apa Tuan semalam tidur di kamar Non Reva?" tanya Bik Saroh ragu.

Revandra mengernyitkan dahinya, dia merasa aneh dengan pertanyaan dari Bik Saroh.

"Iya. Kenapa Bik? Kita sudah lama tidak bertemu. Reva meminta saya untuk dibacakan dongeng seperti saat dia masih kecil. Dan seperti biasanya, saya ketiduran di sana. Ada yang salah?" ucap Revandra sambil melipat kedua tangannya di depan dadanya.

"Eh tidak Tuan. Hanya saja tadi saya melihat ada laki-laki keluar dari kamar Non Reva. Saya hanya ingin memastikan saja bahwa itu Tuan Revan sesuai dengan penglihatan saya Tuan," ucap Bik Saroh dengan sungkan.

Revandra terkekeh mendengar perkataan dari Bik Saroh. Kemudian dia berkata,

"Bibik tidak salah. Yang tadi keluar dari kamar Reva memang benar saya kok Bik."

Bik Saroh tersenyum kaku dan dia berpamitan untuk menyelesaikan pekerjaannya kembali.

Sedangkan Revandra, dia kembali masuk ke dalam kamarnya untuk membersihkan badannya. Dia berniat untuk mengantarkan adiknya berangkat kuliah.

Turun dari tangga Reva sudah melihat kakaknya yang duduk sambil membaca koran di meja makan ditemani segelas kopi.

"Kak, Reva langsung berangkat aja ya. Takut macet, telat nanti," ucap Revana yang tergesa-gesa berjalan menuju ruang makan.

"Loh, gak sarapan dulu?" tanya Revandra sambil melipat koran yang dibacanya sejak tadi.

"Nanti aja Kak, takut telat," jawab Revana sambil tersenyum lebar.

"Biar Kakak antar. Tapi kamu harus sarapan di dalam mobil. Minta tolong sama Bik Saroh untuk membawakan bekal," tutur Revandra dengan tegas seolah tidak mau dibantah oleh adiknya.

"Segera Bibik siapkan bekalnya Tuan," sahut Bik Saroh yang kebetulan sedang meletakkan di atas meja makan susu UHT vanila untuk Revana.

Baru saja Revana membuka mulutnya akan menanggapi perkataan kakaknya, ternyata Bik Saroh lebih dulu menyahutinya.

Sambil menunggu Bik Saroh menyiapkan bekalnya, Revana meminum susu UHT yang disiapkan oleh Bik Saroh tadi.

Setelah itu mereka berangkat dengan menaiki mobil milik Revandra.

"Kania? Siapa dia Kak?" tanya Revana ketika melihat nama Kania pada layar ponsel Revandra saat ponselnya berdering.

Seketika wajah Revandra tegang dan Revana merasa hatinya seperti tercubit. Bahkan melihat reaksi kakaknya itu membuat hatinya kini seperti tergores benda tajam.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!