William baru saja selesai membaca laporan yang diberikan oleh Brian. Dilihatnya Rico yang sedang sibuk dengan laptopnya di meja CEO. Sedangkan dirinya duduk santai di sofa yang ada di dalam ruangan.
"Will, udah dapat kabar tentang Laras?" tanya Rico tak mengalihkan perhatiannya dari laptop.
"Kalau bicara itu lihat wajah orang yang diajak bicara," protes William.
"Aku tuh lagi kedatangan big bos, jadi harus kelihatan rajin lah biar gaji naik. Walaupun big bosku adalah sahabatku sendiri," jawab Rico yang langsung disusul derai tawanya.
William tidak menggubris, mengabaikan dan berjalan menuju kursi yang ada di depan meja Rico, sahabatnya.
"Ric, apa selama tiga tahun ini Laras tidak menghubungimu? atau datang ke Indonesia begitu? atau bisa jadi dia memakai identitas baru secara Daddy Daniel kekuasaannya tidak main-main," ujar dan tanya William.
"Kalau tahu tidak main-main, kenapa kamu bermain api dengan keluarga Arlington. Udah tahu Ken bagian dari Arlington malah pakek marah ke dia," omel Rico sekenanya.
"Kamu tahu sendiri, paranoidku susah untuk hilangnya. Apalagi di tambah saat kejadian Daddy dan Mommy, aku semakin tak terkontrol. Rasanya terapiku selama satu tahun kehilangan Laras tidak berarti ketika peristiwa itu menghantamku," keluh William.
Rico menghentikan kegiatan mengetiknya. Ditatapnya wajah sang sahabat yang terlihat murung itu. Dia berjalan ke samping William dan menepuk-nepuk pundaknya.
"Aku yakin kamu pasti bisa. Jangan menyerah, terus lakukan terapimu. Aku disini akan membantu mencari istrimu, toh Laras adalah sahabatku juga. Aku juga sering bertanya sama Dewi tapi hasilnya sama."
"Aku rasanya lelah menjalani terapi ini. Tidak ada perkembangan sama sekali selama dua tahun belakangan ini. Aku hanya butuh Laras untuk mengendalikan paranoidku yang semakin parah. Aku ... aku sungguh merindukan istri kecilku, Ric. Bahkan surat cerainya masih aku simpan tanpa memberikan tanda tanganku."
Dengan gentleman, Rico memberikan pelukan persahabatan. Dia tepuk-tepuk punggung William sambil membisikkan kata-kata penyemangat. Setelah itu dia lepaskan pelukannya.
"Fokuslah pada perusahaan dan terapimu. Serahkan pencarian Laras pada kita bertiga. Aku yakin, diantara kita bertiga pasti jika sudah waktunya, Laras akan menghubungi salah satu dari kita."
"Terima kasih."
Tok... Tok... Tok...
Suara ketukan pintu terdengar. William menyuruh orang yang berada di luar itu untuk masuk. Muncullah Rama dengan membawa sebuah amplop cokelat di tangannya. Senyum William langsung mengembang karena Rama selalu menyelesaikan tugasnya dengan sempurna.
"Katakanlah!" perintah William.
"Nona tadi bernama Liu Meyrin. Dia berasal dari LA dan sekarang menetap di Lunar City. Nona Mey begitu orang-orang memanggilnya, merupakan wanita misterius di Lunar, tidak ada yang mengetahui wajah nona Meyrin. Satu yang pasti, dia adalah orang terpandang di kota Lunar. Identitasnya tidak banyak yang mengetahui hanya beredar gosip kalau nona ini sangat cantik. Dia juga seorang pengusaha sama seperti tuan muda. Hanya saja, jika ada pertemuan, dia lebih memilih menyuruh asistennya yang datang," Rama memberikan laporannya.
"Tapi, kenapa tadi dia datang?" tanya William penasaran.
"Dia sedang mengincar tender itu untuk menambah cabang perusahaannya."
"Dia pengusaha?" William menatap Rama tak percaya.
"Bisa dikatakan dia pemilik perusahaan terkenal di Lunar. Coba Tuan pikirkan, seorang wanita yang menyembunyikan identitasnya dan hanya menunjukkan diri pada orang tertentu. Bukankah orang seperti ini sama dengan Anda waktu di Indonesia?" kali ini Rama mengeluarkan asumsinya. Rico menganggukkan kepala bertanda setuju dengan asumsi asisten pribadi William.
"Tapi kenapa dia ke club dan melakukan ONS denganku?" gumam William sangat lirih tapi masih bisa di dengar oleh Rama dan Rico.
"Hah? Kamu bilang apa barusan? ONS dengan Meyrin? Lalu Laras gimana, Will?" tanya Rico tak percaya dengan tingkah sahabatnya.
"Emang aku bilang begitu?" tanya balik William menatap Rama dan Rico bergantian yang dijawab dengan anggukan kepala.
"Oooh ... Itu ceritanya begini ...," dan setelah itu mengalirlah cerita William di 99's Black Club yang berakhir ONS dengan Meyrin.
****************
Di sebuah kamar hotel, seorang wanita berambut panjang sedang sibuk bermain dengan ponselnya. Sesekali senyumannya tersungging saat ada sesuatu yang menarik di ponselnya. Hingga ponsel itu berdering menampilkan nama Ken Lian.
"Halo Ken," sapa wanita itu dengan lembut.
"Laras, kamu tidak bercanda kan dengan pesanmu barusan?" tanya Ken.
"Sama sekali tidak bercanda, Ken."
"Katakan kalau kamu bercanda, Ras."
"Aku serius, Ken."
"Itu namanya kamu sedang bermain api dengan William. Lebih baik hentikan rencana gilamu itu!" hardik Ken.
"Gimana hubunganmu dengan Meyrin?" goda Laras, ada senyum jahil dan misterius disana.
"Laras! Jangan mengalihkan pembicaraan. Ingat! Ayahmu masih belum tahu alasanmu meninggalkan William karena pria itu ingin membunuh seorang Daniel Arlington," Ken mengingatkan kembali masa tiga tahun yang lalu dan alasan Laras memilih jalan perceraian.
"Justru karena itu aku semakin ingin menjalankan rencana ini," jawab Laras begitu santai.
"Laras, jangan bermain api jika kamu tidak mau terbakar. Bukan hanya keluarga Arlington yang akan terkena dampaknya, kamu adalah orang pertama yang akan menerima dampak itu," Ken masih berusaha menggagalkan rencana gila Laras.
"Jika aku terbakar, Joker, King, Queen dan Aite akan memadamkannya. Jangan lupakan jagoanku Jack, hahaha ...," sengaja Laras menyebut nama lain seorang Ken Lian.
"Sialan! Terserah kamu saja. Ingat! Ada apa-apa langsung hubungi aku," perintah Ken.
"Aye aye kapten," jawab Laras membuat Ken yang berada di seberang sana tertawa.
"Hahaha ... aku merindukan bercanda denganmu. Cepat kembali ke Lunar City," pinta Ken sambil menghapus air matanya karena kebanyakan tertawa.
"I miss you too, Ken. Setelah disini selesai, aku pasti kembali. Kamu baik-baik yah sama Meyrin, hahaha..." goda Laras.
"Sialan loe!"
Setelah mengumpat Ken langsung mengakhiri panggilan itu membuat Laras semakin tertawa terpingkal-pingkal. Ternyata menggoda seorang Ken Lian begitu menyenangkan.
Laras terkejut saat jam digital di layar ponselnya menunjukkan pukul 16.00 WIB. Dia langsung beranjak menuju kamar mandi, siap melanjutkan agendanya berikutnya.
****************
William baru saja selesai bercerita yang langsung mendapat pukulan dari kakak angkatnya dan sahabatnya. Sumpah serapah diberikan dua orang itu kepada William yang telah mengkhianati istrinya, Laras.
"Lebih baik kamu berikan tanda tangan di surat cerai itu, sialan!" sungut Rama dengan masih mengatur nafas.
"Kamu mengecewakan Laras, sama saja mengecewakanku. Sahabat dan suami macam apa kamu, brengsek!" tambah Rico dengan nafas tersengal-sengal.
"Hei ... hei ... Aku kan bilang kal—"
"Tetap saja kamu salah!" bentak Rama.
"Maaf."
William menundukkan kepalanya. Perubahan besar terjadi, William begitu patuh pada Rama jika sudah menyangkut Laras. Apapun yang Rama katakan tentang Laras, bagi William itu adalah hal penting.
"Kamu harus minta maaf kepada nona Laras jika sudah bertemu. Ingat yah, tidak ada yang disembunyikan lagi!" perintah Rama. William hanya menganggukkan kepalanya lagi.
****************
Sebuah mobil sedan baru saja tiba di pemakaman umum. William keluar dari mobil dengan membawa sebuket bunga. Ini adalah hari dimana dirinya bertemu untuk pertama kalinya dengan istri tercinta. Hari dimana dirinya dan Laras mengucap sebuah janji berdua.
Setiap tahun, dihari yang sama mereka akan bertemu disini sebagai hari peringatan pertemuan mereka dan kematian Memei, kucing kesayangan Laras.
William langsung berjalan seorang diri menuju tempat Memei beristirahat. William hanya meletakkan bucket bunga itu lalu langsung berbalik badan dan tidak sengaja menabrak seseorang. William segera menangkap tubuh orang itu sebelum jatuh tersungkur ke tanah.
"Aduh, gimana sih," sungut wanita itu.
"Meyrin?" tanya William.
"Anda siapa?" tanya Meyrin pura-pura lupa.
"Bukannya kita tadi pagi bertemu di—"
"Oh iya saya ingat. Salam kenal tuan Plowden," timpal Meyrin saat William akan memperkenalkan dirinya.
"Oya, kalau boleh tahu anda sedang apa disini?" lanjut tanya Meyrin.
"Saya sedang mengunjungi makam Memei," jawab William formal.
"Kucing yang malang," ucap Meyrin.
"Bagaimana anda tahu kalau Memei adalah seekor kucing?" William mengerutkan keningnya.
"Eh ... Maksudnya saya teringat kalau baru saja ada kucing yang tertabrak. Makanya saya bilang kucing yang malang," jelas Meyrin dengan tenangnya.
"Benarkah?" William tak percaya.
"Tentu saja. Kenapa anda menatap saya seperti itu?" Meyrin merasa risih ditatap penuh curiga dari William.
Merasa tidak ada jawaban dari lawan bicaranya, Meyrin melepaskan diri dari pelukan William. Dia kemudian berbalik badan dan meninggalkan pemakaman itu. Tapi, tiba-tiba sebuah tangan menariknya, hingga kembali ke pelukan William.
William mendekatkan wajahnya. Manik hitam keduanya saling bersirobok. Saling tenggelam akan pesona hitamnya pesona masing-masing. William mendekatkan wajahnya, mengikis jarak diantara mereka berdua. Deru nafas mulai menerpa wajah keduanya, hingga …
"Sebenarnya, kamu itu siapa?" bisik William membuat kedua manik hitam Meyrin terbelalak.
.
.
.
~ To Be Continue ~
IG @hana_ryuuga
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 146 Episodes
Comments
evii
good job kak
2023-03-29
0
Elfina Yulia
gak mungkin Mey= Laras...
2022-12-24
1
Melyana Arum
Laras = Meyrin ?
atau gimana nih thor....
atau Meyrin suruhan Laras
2022-12-04
4