Hallo, bab ini juga diminta oleh editor buat revisi di bagian yang terdapat konten vulgar ya tapi jangan khawatir tidak mengubah alur hanya bahasanya diperhalus.
...***...
Di kamar apartemen miliknya Leo kembali bercinta dengan wanita. Dia menumpahkan rasa kesalnya setelah Sofia memutuskan hubungan mereka. Pikirannya sungguh kacau. Hanya dengan bermain di atas ranjang dia bisa melupakan semuanya.
Rasa nikmat yang menjalar ke setiap aliran darah Leo sungguh sulit didefinisikan tapi begitu nikmat dirasakan saat dia melakukan penyatuan dengan wanita itu.
Leo terjatuh di atas tubuh wanita itu setelah menuntaskan hasratnya. Sedangkan wanita itu mengusap peluh di dahi Leo yang bercucuran. "Aku merasa puas jika bermain denganmu."
Setelah itu Leo bangkit untuk membersihkan diri. "Apa kamu tidak main lagi? Aku bisa membuatmu lebih puas dari permainan tadi." Leo tak menghiraukan, dia berjalan untuk menyambar handuk.
"Tidakkah kamu sadar kalau hidupmu sekarang bergantung padaku?" Seru wanita itu.
Leo memicingkan matanya. "Aku bisa membuangmu kapan saja dan menggantimu dengan wanita lain."
Wanita itu pun tidak terima dengan perkataan Leo. "Hah, akui saja. Bukankah tubuhku lebih menggoda dibanding pacarmu itu?" Wanita yang diketahui bernama Fania itu pun berdiri meski tubuhnya tak berbalut sehelai benangpun.
Leo menepis tangan Fania dengan kasar. "Ya, tubuhmu memang menggoda tapi aku tidak berniat menjadikanmu istri. Kamu hanya pelampiasan hasratku." Leo masuk ke dalam kamar mandi segera.
Di tempat lain, Sofia merasa kegerahan karena AC di ruangannya sedang diperbaiki. "Maaf membuat anda tidak nyaman," ucapnya pada pasien yang sedang berkonsultasi padanya."
"Dokter, bukankah kita tidak sedang memeriksakan penyakit menular kenapa dokter menutup wajah dokter dengan masker?" tanya pasien itu penasaran.
"Saya hanya mengikuti prosedur yang rumah sakit ini terapkan, Bu. Jadi saya mohon jangan merasa tersinggung."
"Sama sekali tidak, Dok. Saya hanya heran dokter betah sekali memakai pakaian yang serba tertutup padahal ruangan ini sangat panas."
Sofia tersenyum di balik masker medis yang dia pakai. "Saya sudah terbiasa, Bu."
Usai menyelesaikan jam prakteknya, Sofia keluar untuk menghirup udara segar. Lalu mendadak dia merasa ada angin segar yang berhembus. "Apa sangat menyejukkan?" Suara bariton itu membuat Sofia menoleh.
"Rupanya angin sejuk itu berasal dari kipas ini?"
David tersenyum. "Ambillah, aku tahu AC yang ada di ruanganmu sedang diperbaiki." Sofia mengambil kipas tersebut dari tangan David. Saat David akan melangkah pergi meninggalkan Sofia, tiba-tiba gadis itu memanggilnya. David bersorak gembira dalam hati. Namun, sebisa mungkin dia bersikap datar.
"Saya lupa menanyakan di mana mobil saya dibengkelkan? Saya tidak mau naik taksi setiap hari," tanya Sofia dengan ragu.
David mengulas senyum tipis. Akhirnya ada kesempatan untuk satu mobil lagi dengan Sofia. "Temui saya saat jam pulang kerja di halaman parkir."
"Ah, tidak. Beri tahu saja di mana alamatnya. Saya akan mengambilnya sendiri." Sofia menolak satu mobil dengan David. Dia tahu pada akhirnya David akan menggodanya.
"Saya lupa alamatnya." Ucapan David membuat Sofia mengerutkan keningnya. Bagaimana bisa dia lupa, padahal dia yang membawa mobil Sofia ke bengkel.
"Lalu bagaimana saya mengambilnya?" tanya Sofia kesal.
"Saya memang lupa alamatnya tapi saya tahu jalan menuju ke sana." Sofia memutar bola matanya jengah. David selalu memiliki alasan untuk dekat-dekat dengannya.
"Baiklah, saya akan menunggu anda sepulang kerja nanti." Sumpah demi apa, David ingin berjingkrak karena triknya berhasil.
Sesuai janjinya, Sofia berjalan menuju ke parkiran mobil. David sudah berada di sana lebih dulu. Laki-laki itu memakai kacamata dan bersandar di sisi mobil. "Apa kita bisa langsung berangkat?" tanya Sofia yang sudah berada di depannya. David menyunggingkan senyum.
"MasyaAllah rasanya jantungku berdebar kencang." Sofia memegangi dadanya.
"Dokter anda baik-baik saja?" tanya David saat tak sengaja memperhatikan Sofia.
"Ah, tidak."
Setelah itu mereka masuk ke dalam mobil. David melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang. "Dokter, apa kita tidak terlalu pelan jalannya?" tanya Sofia yang merasa lama untuk sampai di lokasi bengkel.
David menoleh sejenak lalu kembali fokus ke jalan. Setelah itu dia tiba-tiba menepikan mobil. "Lho lho kok berhenti, Dok?" tanya Sofia panik. Pikirannya sudah ke mana-mana. Maklumlah berada di dekat laki-laki selain keluarganya dan juga Leo tentunya, membuat dirinya tidak nyaman.
David tak menjawab. Dia keluar begitu saja lalu membuka pintu mobil yang ada di sisi Sofia. "Turun!" Perintahnya dengan nada dingin.
"Bukankah kita akan ke bengkel?" Sofia berusaha tenang.
David terpaksa melepaskan sabuk pengaman yang masih terpakai di badan Sofia. "Apa yang anda lakukan?" teriak Sofia.
"Turun atau saya cium!" Ancamnya. Mau tak mau Sofia menuruti kemauan David. David berjalan lebih dulu berharap Sofia mengikutinya. Tapi ternyata dia salah. Sofia masih diam di tempat.
Tanpa basa-basi lagi David menarik tangan Sofia. "Tolong lepaskan saya!" Tangan Sofia mulai dingin dia tidak tahu David akan membawanya ke mana.
Namun, saat melihat saung-saung yang berjejer Sofia merasa lega. "Jadi ini tempat makan? Kenapa anda membawa saya ke sini?"
"Bukankah dari tadi anda belum makan?" Tebak David. Dia memang selalu tahu kegiatan Sofia.
Sofia tak menjawab. David mengajaknya untuk duduk di sebuah saung yang kosong lalu dia memesan makanan. "Dok sebaiknya tidak perlu repot, saya bisa makan di rumah nanti."
"Tapi saya sudah tidak tahan. Saya lapar apa anda tega melihat saya kelaparan?"
"Baiklah, sebentar saja."
Makanan yang dipesan oleh David pun tiba. "Apa anda akan makan dengan memakai cadar itu?" tanya David.
Sofia merasa tidak nyaman. "Lepaskan dulu sebentar lalu anda bisa memakainya lagi setelah selesai makan."
Sofia merasa tidak enak menolak ajakan makan dari David. Dia sudah baik sehingga mau tak mau Sofia menuruti permintaannya.
David tersenyum tipis ketika melihat Sofia membuka cadarnya. "Kenapa harus memakai cadar? Anda sangat cantik jika tidak memakainya."
"Bisakah kita tidak bicara saat makan?" Sela Sofia. David pun akhirnya diam.
Di saat yang bersamaan mereka bertemu dengan Zidan dan Leo yang juga ingin makan di tempat yang sama. "Kak Sofia, Dave kenapa kalian bisa bersama di sini?" tanya Zidan curiga.
"Ah, ini tidak seperti apa yang kamu pikirkan," kata Sofia membela diri.
"Aku tidak bilang apa-apa," kilah Zidan.
"Kami hanya mampir makan sebentar," tegas David.
"Kalau begitu kami juga akan bergabung," usul Zidan.
"Tidak," David dan Sofia mengucapkan kata itu secara bersamaan. David tidak suka acara makan berdua dengan sang pujaan hati diganggu oleh orang lain. Sedangkan Sofia keberatan jika makan bersama dengan Leo.
"Baiklah, kami tidak akan mengganggu acara kencan kalian," ledek Zidan.
Leo tentu saja cemburu melihat kedekatan antara Sofia dan dokter yang ia tahu sudah naksir Sofia sejak lama. Dadanya bergemuruh seolah sedang merasakan api yang membara.
Sedangkan Sofia memang sengaja menjauhi Leo.Belum bisa hilang ingatan tentang kisah percintaan Leo dengan wanita lain yang disaksikan langsung oleh matanya.
"Ah, sebaiknya kita pergi sekarang, Dok. Maaf kami duluan," pamit Sofia. Sofia berdiri dan kemudian berjalan lebih dulu. David mengikuti dirinya setelah membayar makanan tersebut.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 113 Episodes
Comments
sherly
mantullll pak dokter bisa banget buat Sofia mumet
2025-01-25
0
AdindaRa
Ya Ampuuuun David. Amsyooong dah. Wkwkwkwk 😅😂
2023-01-22
1
AdindaRa
Modus ini mah si David 😅
2023-01-22
1