"Apa anda akan terus berada di dalam mobil ini bersama saya?" Ucapan David membuyarkan lamunan wanita berhijab itu.
Sofia baru menyadari kalau mobil David telah berhenti di depan rumahnya. Gadis itu ingin turun dengan segera tapi dia lupa melepas sabuk pengamannya. David mendekat untuk melepas sabuk pengaman yang dipakai oleh Sofia. Sofia menutup matanya sambil menahan nafas saking gugupnya. David menahan tawa ketika melihat tingkah wanita yang usianya tiga tahun lebih tua darinya itu.
"Apa anda berharap saya mencium anda?" Sofia membuka mata mendengar ledekan David. Wajahnya memerah karena malu. Lagi-lagi dia dibuat salah tingkah oleh laki-laki yang berprofesi sebagai dokter obgyn itu.
Sofia membuka pintu mobil itu tanpa berpamitan dengan David. David terkekeh melihat tingkah Sofia yang menggemaskan. Sofia berlari menaiki tangga.
"Sofia," panggil sang ibu.
Sofia menghentikan langkahnya. Dia menoleh saat dia menyadari Raina memanggilnya, gadis itu turun perlahan.
"Kenapa nggak ngucapin salam?" Tegur Raina dengan lembut.
"Maaf, Ma. Assalamualaikum," ucap Sofia sambil meraih tangan ibunya.
"Kenapa naik dengan buru-buru? Bagaimana kalau kamu jatuh?"
"Astaghfirullah jangan ngomong gitu, Ma."
"Mama hanya mengingatkan kamu sayang. Bukan mendoakan kejelekan untuk kamu." Sofia tersenyum lebar. "Maaf, Ma."
"Oh, ya mama mau pinjam mobil kamu buat nganterin pesenan Tante Bia."
Sofia baru ingat kalau mobilnya ditinggalkan begitu saja. "Astaghfirullah aku lupa kalau mobilku aku tinggalkan begitu saja di jalan, Ma. tadi tiba-tiba saja mogok di perjalanan pulang." Sofia panik karena tadi David tiba-tiba membawanya pergi.
Tak lama kemudian, handphonenya berbunyi. Dia melihat nama David tertera di layar handphonenya. "Ma tunggu sebentar, aku mau angkat telepon dulu." Sofia menjauh dari mamanya.
"Hallo," jawab Sofia dengan ragu.
"Dokter, saya hanya ingin memberi tahu jika mobil anda sudah saya antar ke bengkel," kata David melalui sambungan telepon tersebut.
Sofia tersenyum lega. "Alhamdulillah, terima kasih banyak, Dok. Bagaimana saya harus membalas kebaikan anda?"
"Jadi teman hidupku," goda David.
"Uhuk-uhuk," Sofia tersedak ludahnya sendiri. Tampaknya dia mengajukan pertanyaan yang salah pada laki-laki itu.
"Dokter, anda tidak apa-apa?" tanya David khawatir.
"Ah, tidak. Besok saya hubungi lagi, Dok." Sofia langsung mematikan telepon tersebut secara sepihak.
Tangannya gemetar dan dadanya berdegup kencang. Wajahnya pun memanas mengingat kata-kata David yang baru saja didengar.
Sofia segara berlalu ke kamarnya. Dia melepas hijab yang dia kenakan. Rambutnya yang hitam dan panjang tergerai dengan indah. Dia menatap diri di depan cermin. "Siapakah yang kelak akan melihat aku tanpa hijab seperti ini?" Gumam Sofia.
Sementara itu, David terlihat sangat bahagia hari ini. Dia menimang kunci mobil yang ada di tangannya sambil bersiul. "Kelihatannya kamu senang sekali," tegur ayahnya.
"Apa terlihat jelas?"
"Apa karena seorang wanita?" tebak Ayahnya. David menaikkan alisnya sambil mengulas senyum di depan sang ayah.
"Ajak dia ke sini! Bukankah usiamu sudah cukup matang untuk berkeluarga?"
"Nanti akan ada waktunya, Pa. Cinta tidak bisa dipaksakan tapi diusahakan. Dia baru saja putus dengan pacarnya. Aku tidak mau terburu-buru mengungkapkan perasaanku. Cukup dengan memberinya perhatian maka cepat atau lambat dia akan menyadari kalau aku menyukainya. Papa sendiri kenapa tidak mencari ibu pengganti untukku?"
Yudha terkejut mendengar pertanyaan yang keluar dari mulut anak bungsunya. "Hish, papa tidak berpikir untuk menikah lagi. Kamu tahu sendiri usia papa tidak muda lagi."
"Why not? Papa masih sangat muda. Bukankah banyak wanita di luar sana yang menginginkan laki-laki kaya seperti papa?" ledek David.
"Dasar anak kurang ajar." David berlari sambil terkekeh menghindari pukulan dari ayahnya.
Sesampainya di kamar, David langsung membuang tubuhnya di atas ranjang. "Hah, bibirmu benar-benar manis. Aku ingin mencicipi sekali lagi," ucap David sambil mengingat ciuman yang tak sengaja dari Sofia.
Sudah lama dia menginginkan Sofia jadi pasangannya. Tapi agaknya sulit untuk membuka hati Sofia. "Aku hanya perlu bersabar sedikit lagi untuk bisa mendapatkanmu, Sofia," ucapnya dengan lirih sambil membayangkan wajah pujaan hatinya.
Keesokan harinya Sofia tampil beda tak seperti biasanya. Raina dan Julian kaget ketika melihat Sofia memakai cadar. "Sayang, kamu ikut aliran apa?" tanya Raina khawatir kalau anaknya itu terpengaruh pada kelompok tertentu.
"Ma, aku ini ingin menghindari...." Sofia bingung bagaimana menjelaskan.
"Menghindari apa?"
"Virus, iya virus Ma. Di rumah sakit kan sarang penyakit."
"Kenapa tidak pakai masker saja?" usul Raina.
"Ah, sepertinya ini lebih nyaman. Tapi sesampainya di rumah sakit, aku akan menggantinya nanti."
"Baiklah, mama pikir kamu ikut aliran tertentu." Ucapan Raina yang merasa lega. Setelah itu Julian bangkit. "Sofia, apa ada tujuan lain di balik cadarmu ini?" Julian menatap putrinya dengan serius.
Sepertinya sang ayah lebih pandai menembak isi hatinya. Sofia menggeleng. "Jangan terlalu menutup diri pada laki-laki. Mereka juga menilai dari wajah. Jika kamu menutup wajahmu seperti ini siapa yang akan melirikmu?"
Sofia tersenyum di balik cadarnya. "Justru aku ingin mencari laki-laki yang tidak hanya menilaiku dari tampang, Pa. Tapi dia menilaiku dari sisi lain."
Julian bangga terhadap anak perempuannya itu. Dia tidak terburu-buru mencari pasangan meski usianya sudah cukup matang. Bahkan sanga Adik, Zidan sudah menikah duluan dengan seorang janda beranak satu. Semua itu dikarenakan dia ingin mendapatkan seseorang yang bisa menuntunnya ke jalan surga.
"Aku pamit, Ma, Pa." Sofia meraih tangan kedua orang tuanya bergantian untuk disalami.
Kemudian dia masuk ke dalam mobil menuju ke rumah sakit tempat dia bekerja. Kali ini dia diantar oleh sopir.
Sesampainya di rumah sakit, semua orang menatap ke arah gadis cantik yang mengenakan niqob warna senada dengan pakaian yang dia pakai. Sofia tidak pernah memakai celana. Dia lebih suka memakai bawahan rok karena tak memperlihatkan lekuk tubuhnya. Selain itu terkesan girly.
"Assalamualaikum ukhti." Sofia bisa menebak siapa yang memberi sapaan itu walau tanpa melihatnya. Sofia tak habis pikir bagaimana bisa David mengenali dia padahal sudah memakai cadar. Sofia merasa gugup tiap kali berdekatan dengan laki-laki itu.
"Kok aku salam nggak dijawab?"
"Waalaikumsalam, Dok," jawab Sofia sambil berjalan.
"Apa anda sengaja memakai cadar agar bibir kita tidak bertabrakan lagi?" Ledek David.
"Astaghfirullah, saya mohon jangan berbicara sekeras itu. Orang akan salah paham pada kita," ucap Sofia dengan lirih tapi penuh penekanan. David terkekeh saat mengetahui tebakannya itu benar.
"Maaf saya sudah sampai." Sofia berdiri di depan ruang prakteknya. David mengerti maksud Sofia yang mengusirnya secara halus.
"Ingat untuk mengganti cadarmu dengan masker medis saat praktek." David mengingatkan Sofia. Sofia hanya mengedipkan mata. Tapi kedipan mata itu membuat David terpesona padanya. Mata yang indah dengan bulu mata yang lentik alami siapa yang tidak tertarik.
David berbalik. "Tuhan, jangan sampai aku tidak berjodoh dengannya," gumam David yang bermonolog.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 113 Episodes
Comments
sherly
ya ampun dokter david
2025-01-25
0
Nirwana Asri
hehe aku dulu pernah lho say diginiin cowok suka terang2an illfeel bgt tahu nempel ky bekicot 😂😂😂😂
2022-12-13
1
AdindaRa
David blak-blakan banget sih. But I like it 😘
2022-12-13
0