Entah sejak kapan aku melupakannya. Tetapi di malam itu, aku kembali memimpikan kenangan indahku itu.
Kenangan di mana aku, Kakak, dan juga Leon berlarian di taman istana dengan riangnya, bermain-main dengan berpura-pura menjadi pahlawan dan raja iblis. Karena aku kalah adu swit, aku pun yang memerankan tokoh jahatnya sebagai raja iblis.
Ketika aku mengingat kenangan itu, betapa aku sangat senang melihat kedua saudara laki-lakiku itu tertawa dengan riangnya bersama diriku. Ketika kami lelah, maka kami akan segera berlarian ke Ibu sembari mengunjungi adik perempuan kami yang kala itu masih bayi.
Sesekali, Ayah yang lari dari pekerjaannya juga akan muncul bergabung bersama kami membagikan keluhannya akan perdana menterinya yang bagai iblis, menyusahkannya dengan banyak tumpukan pekerjaan.
Ah, kalau dikenang kembali, kurasa itu adalah puncak kebahagiaan di dalam hidupku.
Waktu itu, kukira aku akan hidup bahagia selamanya. Siapa yang sangka jika suatu hari, tepat ketika aku berusia 5 tahun, kepala kuil akan datang mengunjungi kami sembari membawa ramalan nasib buruk itu.
Helios de Meglovia, pangeran kedua Kerajaan Meglovia, ditakdirkan ketika mencapai usia dewasa akan bekerjasama dengan witch demi merebut tahta kerajaan, menyebabkan kematian raja dan saudara-saudarinya, menginvasi seluruh kerajaan yang terletak di benua Ernoa yang menyebabkan kekacauan di benua itu, lantas memerintah di bawah ketiranan seluruh penduduk benua Ernoa.
Lalu pada akhirnya, raja yang tiran itu akan mulai menghancurkan dunia sampai pahlawan muncul untuk mengakhiri ketiranannya.
Bukankah ini sama saja dengan legenda raja iblis di buku-buku dongeng anak-anak yang selalu dibaca oleh ibuku untuk pengantar tidur kami? Apakah aku akan berakhir menjadi orang yang sekejam itu?
Aku, Helios de Meglovia, sampai kapan pun takkan pernah mempercayai perkataan kepala kuil sialan itu. Akulah yang akan menentukan jalan hidupku sendiri.
Namun, sejak munculnya ramalan itu, Ibu tiba-tiba menjadi sangat muak padaku setiap kali melihat wajahku. Ibu yang selalu saja tersenyum lembut itu tiba-tiba saja berubah menjadi sering memperlakukanku dengan kasar.
Tidak hanya Ibu saja, Ayah pun mulai mengabaikanku dan seringkali menganggap aku tidak ada. Di kala aku berpapasan dengannya, dia hanya akan lewat begitu saja menghindariku walaupun betapa keras aku memanggil namanya.
Mungkin karena masih kecil, Kakak dan Leon waktu itu sama sekali tidak terpengaruh dengan ramalan itu. Mereka tetap bermain denganku dan memperlakukanku seperti biasa.
Akan tetapi, mungkin karena didorong oleh perlakuan jijik para pelayan padaku yang seringkali hendak memisahkan aku dengan Kakak dan Leon serta seiring mereka memperoleh kedewasaan mereka dan mulai sadar akan arti tahta, mereka pun mulai menjauh dariku.
Bagiku, aku hanyalah gangguan bagi mereka. Kakak dan Leon pun mulai sibuk dengan lingkarannya masing-masing untuk mulai memikirkan perebutan tahta.
Beberapa tahun kemudian, Kakak pun diangkat menjadi putra mahkota dan mulai menguatkan posisinya. Tidak tinggal diam, kubu Leon menguatkan posisinya di kemiliteran dan menjadi pihak oposisi dari Kakak.
Sedangkan aku?
Aku tertinggal di istana kumuh tanpa ada satu pun pengikut, diabaikan oleh kedua orang tua beserta saudara-saudarinya. Yang ada hanyalah Albert yang senantiasa setia di sisiku, beserta para pelayan yang terkadang datang membersihkan istanaku.
Itu pun setiap para pelayan itu datang ke istanaku, mereka akan ketakutan sambil berpikir bahwa mereka telah tertimpa nasib buruk karena telah terlibat denganku hari itu.
Sampai beberapa tahun yang lalu, para pelayan itu pun mutlak tidak pernah lagi datang ke istanaku sehingga aku dan Albert entah bagaimana berupaya merawat istana kumuh yang besar itu dengan tenaga kami sendiri.
Yah, setidaknya uang jajan yang dikirimkan oleh istana kepadaku setiap bulannya masih lancar sehingga aku dan Albert takkan kesulitan dalam masalah makanan dan pakaian.
Ketika aku mengingat semua kenangan indah itu, betapa aku tidak dapat menahan air mataku untuk keluar.
Perlahan, kesadaranku pun mulai pulih kembali.
“…an. … lia Pangeran. Yang Mulia Pangeran! Master, Anda sudah sadar?!”
Begitu aku tersadar, Albert-lah satu-satunya yang berada di sisiku.
Aku pun mulai berupaya menyusun kembali kesadaranku yang kala itu masih linglung perihal kumerasa telah terbaring dalam waktu yang cukup lama.
Di situlah aku kembali mengingatnya.
Serangan gelombang monster undead dan kemunculan The King of Undead.
“Albert, bagaimana aku bisa selamat dari kejadian mengerikan itu?”
Namun lama aku menunggu jawabannya, Albert tetap saja diam.
“Hei, bagaimana dengan keadaan para prajurit lain? Bagaimana dengan keadaan Fernand dan Nunu? Hei! Jangan hanya diam saja! Cepat beritahukan aku kejadian yang sebenarnya!”
Akan tetapi, justru permintamaafanlah yang mengalir dari mulut Albert.
“Maafkan aku, Master. Maafkan aku, ksatria yang bodoh ini. Aku telah gagal melindungi Anda sebagai Masterku.”
Demikianlah lirih Albert sembari mengeluarkan air mata penuh kesedihan yang sampai jatuh membasahi pipinya.
Namun, bukan saatnya aku mempedulikan itu. Aku pun berteriak lebih kencang padanya agar aku dapat segera memperoleh informasi yang telah terjadi selama aku tak sadarkan diri itu darinya.
“Hei, Albert! Cepat jelaskan padaku! Apa yang sebenarnya telah terjadi selama aku pingsan?!”
Lalu dengan enggan, Albert pun mulai menceritakan segala sesuatunya.
Sebanyak 987 prajurit, 14 penyihir, dan 3 cleric meninggal di tempat begitu saja setelah menerima serangan laser beam dari the king of undead. Fernand pun bahkan meninggal sebelum itu karena tercabik-cabik oleh monster mengerikan itu. Adapun Nunu, dia masih tak sadarkan diri setelah menerima kutukan banshee dari the king of undead.
Menurut keterangan Albert, begitu dia melihat tanda-tanda the king of undead itu akan mengeluarkan jurus yang sangat dahsyat, dia segera mengabaikan posnya lantas bergegas kembali ke sisiku lalu mengaktifkan perisai auranya untuk menyelamatkan diriku.
Demikianlah sehingga yang selamat di tempat kejadian waktu itu hanyalah aku, Albert, Nunu, serta lima prajurit, lima penyihir, dan dua cleric yang kebetulan berada dekat dengan kami saat itu. Semuanya terselamatkan berkat perisai aura Albert.
Sayangnya, setelah kehabisan mana karena mempertahankan perisai auranya, Albert pun turut jatuh pingsan sehingga tidak lagi mengetahui tentang detail bagaimana kelanjutan the king of undead itu.
Aku rupanya telah terbaring di tempat tidur ini selama 3 hari dan selama waktu itu, tampaknya tidak terlihat lagi tanda-tanda serangan gelombang monster undead beserta the king of undead-nya.
Albert menduga bahwa itu semua karena sebelumnya Nunu telah menghancurkan nisan penghubung dunia kematian dan kehidupan milik sang lich.
Akan tetapi, berdasarkan kesaksian beberapa prajurit yang selamat yang waktu itu masih mempertahankan setengah kesadarannya, mereka mengatakan bahwa yang membasmi seluruh pasukan undead itu bersamaan dengan the king of undead adalah sosok seekor kura-kura raksasa.
Karena mereka waktu itu tidak sadar betul, kesaksian mereka pun diragukan, dan malah justru kesaksian itu lebih terkesan seperti cerita dongeng yang absurd.
Namun, sejak kumendengar cerita itu dari Albert, aku pun kembali mengingat Yasmin. Aku lantas segera menoleh ke arah akuarium sihir, tempat di mana Yasmin seharusnya tinggal. Akan tetapi, Yasmin telah tiada di tempatnya.
Berdasarkan keterangan Albert, bayi kura-kura es itu telah menghilang dari sana sejak tiga hari yang lalu, bertepatan dengan penyerangan the king of undead tersebut.
Aku yang tidak dapat menahan rasa sedihku karena kehilangan sosok yang selama ini menjadi penguat mentalku selama berada di Kota Painfinn ini, lantas meneriakkan namanya.
“Yasmin!”
“Ya, ada apa? Apa Master memanggil saya?”
Tetapi tiba-tiba saja justru muncul sesosok gadis dengan kulit seputih salju dengan warna mata dan rambut yang hitam legam merespon panggilan itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 239 Episodes
Comments
🌕ˢᵃⁿᵍ𝓡𝒆𝒎𝓑𝒖𝒍𝒂𝒏🌙
kereeen Thor lanjutkan...
2022-12-24
1
huff
kuharap Yasmin ganti nama kerana Rasa kek aneh gitu
2022-12-16
3