Tepat beberapa saat sebelum matahari berada di puncaknya, aku dan Albert mengunjungi kediaman di mana para penyihir Kota Painfinn tinggal.
Pintu masuk kediaman tersebut kebetulan terbuka sehingga aku dan Albert mampu melihat pemandangan yang terletak di dalam.
Di dalam bangunan itu, kudapatilah seorang penyihir pendek berkulit putih, bermata merah, serta berambut hitam sama sepertiku sedang dirisak oleh para penyihir lain yang terlihat lebih besar darinya.
“Hei, di sini masih ada debu, si rusak bernama aneh! Bisakah setidaknya kamu walaupun rusak dan namamu aneh, bekerja dengan benar, hah?!”
“Maafkan aku, maafkan aku. Segera akan kubersihkan kembali.”
Jawab sang penyihir pendek dengan tampak sangat ketakutan. Melihat dari sikapnya itu, ini kelihatannya bukan sekali atau dua kalinya dia dirisak.
Namun, ketika para penyihir yang merisak penyihir pendek itu bisa melihat keberadaanku di depan pintu dan juga Albert yang sangat mengintimidasi dengan badannya yang besar dan kekar, mereka langsung segera menghentikan tindakan mereka lantas buru-buru memberi kami hormat.
Sejak aku menampilkan pertunjukan pangeran tiran psikopat berbahaya pagi itu, tampaknya perlakuan para warga sekitar padaku tidak lagi kasar. Yah, walaupun ini bukanlah perlakuan ideal yang kuharapkan di mana aku memperoleh penghargaan yang tulus dari mereka, setidaknya ini selangkah lebih baik daripada mereka bersikap kurang ajar.
Namun aku masih harus banyak bekerja keras lagi demi menarik simpati mereka, bukan sebagai tiran yang kejam tentunya, tetapi sebagai seorang pemimpin yang bijaksana.
Setelah aku membalas sapaan hormat mereka, aku pun membawa penyihir mungil itu alias Nunu, sebuah nama yang sangat jelek pastinya menurut pandangan umum orang-orang di sini.
Yah, jika kamu adalah seorang orang tua yang akan memberikan nama pada anakmu, setidaknya pilihlah nama yang sedikit baik. Kasihan jika anak yang kamu lahirkan dengan penuh cinta itu diejek lantaran nama mereka yang jelek.
Aku yakin seratus persen pasti salah satu penyebab Nunu dirisak oleh para penyihir lain selain karena sirkuit sihirnya yang rusak, juga lantaran karena namanya yang aneh tersebut.
Aku kasihan padanya, tetapi aku tetap memanggilnya dengan cara yang biasa agar Nunu tidak akan merasa rendah diri lagi dengan nama itu. Yah, walaupun setiap kali aku memanggilnya dengan nama itu, aku harus menjaga ekspresi wajahku agar tidak terpelintir karena menahan tawa.
Tetapi dari semua usahaku itu, semuanya tiba-tiba saja diruntuhkan oleh Albert.
“Hei, Dik Penyihir. Apakah kamu pernah berpikir akan mengganti nama kamu? Bukankah kamu sering diejek karena nama aneh itu?”
“Dasar tidak sopan! Bagaimana kamu bisa menyebut nama indah pemberian orang tuaku tercinta itu dengan sebutan aneh?! Justru menurut pandanganku, nama kalianlah semua yang tinggal di kerajaan ini yang aneh!”
Mendengar ucapan Albert itu, tampak Nunu kehilangan kesabarannya lantas meneriaki Albert dengan penuh amarah. Akan tetapi, penyihir yang lebih muda dari kami berdua itu seketika menyadari keberadaanku kembali yang telah memperhatikannya marah-marah.
Dia pun dengan tampak sangat ketakutan berupaya meminta maaf kepadaku dengan bersujud karena telah bersikap tidak sopan di hadapan seorang pangeran.
Aku hanya tertawa menanggapinya perihal daripada marah, aku justru melihat sikapnya yang kikuk itu sebagai sesuatu yang cukup imut.
“Tidak apa-apa kok, Nunu. Menurutku, nama Nunu itu juga sangat imut kok.” Jawabku seraya menunjukkan senyum ramahku padanya. Tentu saja aku bohong ketika mengatakan hal itu. Pada dasarnya, pendapatku akan nama itu sama saja dengan Albert.
Akan tetapi setelah mendengar jawabanku itu, tampak raut wajah berbinar-binar dari Nunu dan dia jadi tidak henti-hentinya mengucapkan terima kasih atas pujianku itu pada namanya.
Melihat hal itu, aku kembali tertawa.
Dia benar-benar seorang penyihir yang menarik karena kepolosannya.
Jauh berjalan bersama Albert, akhirnya aku pun sampai membawa Nunu ke suatu tempat yang sebelumnya aku rencanakan.
“Yang Mulia Pangeran, tempat ini…” Tanya Nunu penasaran.
Adapun tempat di mana aku dan Albert membawa Nunu tidak lain adalah di atas benteng pertahanan yang membentengi Kota Painfinn dari serangan gelombang monster hutan monster.
“Aku mendengar bahwa Dik Nunu memiliki kekuatan sihir yang besar dan menguasai semua elemen terlepas dari sirkuit sihir Dik Nunu yang rusak. Bisakah Dik Nunu menunjukkannya padaku di tempat ini?”
“Tapi…”
“Tidak apa-apa kok, Dik Nunu. Apapun hasilnya, aku tak akan menyalahkan Dik Nunu. Aku hanya ingin sekadar memastikan saja.”
“Baiklah, Yang Mulia Pangeran, jika itu kehendak Yang Mulia Pangeran. Apakah sihir ledakan cukup?”
Tampaknya Nunu telah membulatkan tekadnya untuk memenuhi permintaanku padanya. Atas pertanyaannya itu, aku pun memberikan anggukan.
“Boleh. Senyaman Dik Nunu saja.”
Setelah menerima konfirmasi dariku, Nunu mulai merapalkan mantranya. Tampak dia membutuhkan waktu inkantansi yang cukup lama untuk melafalkan mantranya itu. Dari segi strategi penyerangan, ini tentunya adalah poin minus sebab musuh bisa saja menyerangmu di kala penyihir itu sedang melafalkan mantranya.
Akan tetapi, seketika pendapatku itu berubah padanya.
Ketika Nunu mulai menembakkan sihirnya yang padahal hanya seukuran bola sepak itu ke tengah-tengah hutan monster, ledakan yang sangat besar pun dari yang bisa dibayangkan terjadi yang disusul oleh bergetarnya tanah dengan sangat dahsyat sampai-sampai Albert harus memapahku agar tidak terjatuh.
Terasa pula panas yang sangat menyengat di tempat aku berdiri padahal Nunu menembakkan sihirnya di tempat yang sangat jauh. Pandanganku pun menjadi terhalangi oleh cahaya merah senja nan menyilaukan yang dihasilkan oleh ledakan.
Begitu kilauan api yang menghalangi pandanganku mereda dan aku bisa kembali melihat ke depan tepat di hutan monster, kulihatlah pemandangan jauh di sana sebuah cekungan yang menjorok ke dalam tanah tanpa apapun tersisa di atasnya dengan radius sekitar satu kilometer telah terbentuk di tengah-tengah hutan monster.
“Albert, ini?”
“Ya, itu hasil dari sihir Dik Nunu.”
Dengan rasa tak percaya, kami berdua pun secara serentak menoleh ke arah Nunu. Jika dia memang penyihir sehebat ini, bagaimana bisa dia ditempatkan sebagai penyihir cadangan walaupun sirkuit sihirnya rusak?
Setidaknya, itulah yang kupikirkan sampai aku melihat apa yang terjadi selanjutnya.
“Nunu!”
Aku bergegas menggapai penyihir pendek bermata merah itu ketika terlihat dia akan pingsan.
Dalam lirihnya Nunu pun berujar,
“Hahahahahaha. Sungguh menggelikan bukan, Yang Mulia Pangeran? Aku hanya bisa menggunakan sihir sekali pakai, tetapi setelahnya aku akan kehabisan mana. Perihal sirkuit sihirku yang rusak, aku tidak bisa membagi penyimpanan mana di dalam tubuhku.”
“Mana hanya berpusat di satu tempat sehingga tiap kali aku akan menyerang dengan menggunakan sihir, aku terpaksa menghabiskan semua cadangan mana-ku dalam sekali pakai yang padahal telah susah payah disimpan oleh tubuhku sedikit demi sedikit. Aku benar-benar seorang penyihir yang tidak berguna. Yang Mulia Pangeran pun mengaggap aku pun demikian, bukan?”
“Hahahahahahahaha.” Di luar dugaan Nunu, aku tidak melontarkan satu pun kalimat ejekan maupun bersimpati pada keluh-kesahnya itu. Justru, aku malah tertawa terbahak-bahak.
Namun melihat sikapku yang demikian, sejenak Nunu merasa tersinggung perihal merasa terejek oleh tawaku itu.
Tetapi Nunu keliru. Aku tidak berniat mengejeknya sama sekali. Justru sebaliknya, aku telah menemukan kartu truf untuk membasmi ratu lipan yang menjadi ancaman gelombang monster kali ini.
“Kartu truf didapatkan.” Ujarku di hadapan Nunu. Tampak gadis penyihir mungil itu kebingungan karena sama sekali tak mengerti akan maksud ucapanku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 239 Episodes
Comments
🌕ˢᵃⁿᵍ𝓡𝒆𝒎𝓑𝒖𝒍𝒂𝒏🌙
kayaknya Albert belum pernah ditampol yahh, mulutnya asal ceplos aja☺️☺️
2022-12-24
1
huff
kasihan nunu, diberi nama Yang sungguh mengundang acumalaka
2022-12-16
1