Become Tyrant On My Own Way
Semuanya berawal dari kata-kata sederhana seorang peramal.
Seorang anak yang ditakdirkan menjadi seorang tiran.
Bekerjasama dengan witch, menyebabkan kematian raja dan saudara-saudarinya, menguasai kerajaan, menimbulkan perang benua, lantas menghancurkan dunia.
Demikianlah, aku, Helios de Meglovia, pangeran kedua dari Kerajaan Meglovia, yang kala itu masih berusia lima tahun harus menjalani takdir yang dipaksakan kepadaku dan hidup dengan kehilangan cinta dari keluargaku.
Sejak hari itu, selama bertahun-tahun, aku pun yang masih belia harus tinggal di istana yang dingin, hidup terpisah dengan keluargaku.
Tiada yang mencintaiku. Ayah dan ibuku, raja dan ratu kerajaan ini, memandangku dengan jijik tiap kali aku menyapa mereka. Demikian halnya dengan saudara-saudariku, para pangeran dan putri kerajaan ini, mengabaikanku seolah aku eksistensi yang tak kasat mata.
Terus para rakyat kerajaan ini? Mereka tiada henti-hentinya berdoa tiap hari kepada api suci agar hidupku segera berakhir dalam kecelakaan yang tragis.
Aku heran, mengapa mereka begitu menyembah eksistensi yang disebut api suci itu yang padahal dengan es-ku ini dapat dengan mudah kupadamkan.
Ya, Kerajaan Meglovia adalah kerajaan yang eksis dengan menyembah api sebagai sesembahan mereka.
Mengesampingkan ramalan dari orang paling suci di kerajaan, aku yang terlahir dengan bakat sihir es, jangankan berbeda dengan keluarga kerajaan yang lain, aku justru terlahir dengan bakat elemen yang sangat bertentangan dengan api, menjadi eksistensi paling dibenci oleh api suci yang menyebabkan semua orang di kerajaan ini menghujatku.
“Hah! Mengapa hanya aku di antara keempat bersaudara yang memiliki bakat sihir es, sementara saudara-saudariku yang lain semuanya berelemen api?!”
Namun betapapun aku mengeluh, tidak akan ada yang berubah.
Aku yang mampu bertahan melewati tiga belas tahun kehidupan setelah dicap sebagai tiran yang akan menghancurkan dunia oleh ramalan suci itu sudah merupakan anugerah yang besar buatku. Tidak ada hal yang lebih berharga daripada hidup itu sendiri.
Tentu saja itu bukan karena mereka mengasihani aku.
Semuanya karena ada ramalan suci lain di kerajaan yang mengatakan,
Pahlawan akan muncul di kala krisis dunia terjadi, mengalahkan tiran jahat beserta prajurit witch-nya, lalu menyatukan benua, lantas kehidupan paling sejahtera yang belum pernah dirasakan sebelumnya bagi kerajaan pun terjadi setelahnya.
Berkat ramalan itulah, aku dibiarkan hidup.
Aku dibesarkan untuk menjadi calon penjahat yang akan menjadi tumbal yang akan dikalahkan oleh pahlawan demi kesejahteraan umat manusia.
Namun, suatu hari di usiaku yang menginjak 18 tahun, terjadilah hal tersebut.
Para eksistensi monster di hutan monster yang menjadi perlindungan alami bagi kerajaan terhadap invasi benua iblis di barat tiba-tiba saja mengamuk dan mulai menginvasi kerajaan sejak 3 tahun silam.
Berkat Duke Alvon van Rucanthes yang menjaga pertahanan kerajaan di barat, kerajaan dapat bertahan menghadapi invasi monster selama 3 tahun terakhir ini.
Akan tetapi, sang duke pun harus menghembuskan nafas terakhirnya tanpa pewaris baru-baru ini.
Akibatnya, kerajaan pun menjadi berisik oleh masalah internal kerajaan yang tiba-tiba saja datang itu, tentang siapa yang akan menggantikan posisi sang duke memimpin pertahanan wilayah bagian barat dari invasi para monster tersebut.
Para bangsawan pengecut sekitarnya yang biasanya tamak akan wilayah, tentu saja akan menolak tawaran tersebut perihal bahaya yang ditimbulkan akan lebih besar ketimbang keuntungan yang didapatkan.
Demikianlah, keluarga royal yang berdiri di tampuk kekuasaan akhirnya dibebani tugas untuk mengamankan wilayah bagian barat kerajaan itu dengan mengutus salah satu perwakilannya sebagai pimpinan baru di wilayah tersebut.
Di saat itulah, kulihat semua mata menatapku.
Yah, aku kurang lebih bisa membaca isi hati mereka semua.
Kurang lebih mereka berpikir bahwa ini kesempatan emas bagi mereka untuk mengirimkan aku yang merupakan potensi bahaya lain bagi kerajaan ke tempat berbahaya tersebut.
Aku seketika ditunjuk menjadi pimpinan baru demi pengamanan wilayah barat tersebut tanpa ada satu pun bantahan.
Sayangnya, aku sadar betul niat mereka, ketimbang mengharapkanku mampu mengatasi masalah di sana sebagai pimpinan baru, mereka pasti lebih berharap bahwa aku akan turut meninggal di tempat itu perihal diserang oleh monster sehingga mereka dapat menyingkirkanku tanpa melanggar pantangan dari ramalan suci.
Terlihat sangat jelas niat dari para bangsawan menjijikkan itu.
“Ini kesempatan emas, Tuan Helios, untuk membangun citra Anda sebagai keluarga kerajaan.”
“Hahahahaha. Pasti Putra Mahkota sangat iri dengan Anda perihal Anda-lah yang justru terpilih untuk menggantikan posisi Duke Alvon sebagai pemimpin di wilayah bagian barat yang selanjutnya.”
Mereka mengatakan itu, menyanjungku dengan penuh sukacita, berusaha menutupi seolah itu adalah hal yang baik, tetapi mereka sama sekali tak mampu menyembunyikan niat asli mereka melalui raut wajah mereka yang tampak menjijikkan.
“Ini tidak adil! Mengapa mesti Kak Helios yang terpilih?! Aku lebih hebat dari Kak Helios dalam hal seni beladiri. Jika itu prestasi berperang, akulah yang lebih layak untuk mendapatkannya ketimbang kakak sampah itu!”
Bahkan ketika Leon, adikku yang merupakan pangeran ketiga kerajaan itu mengajukan keberatannya, mereka hanya menutup mata dan telinga mereka dan begitu saja tetap memilihku sebagai orang yang akan berangkat ke wilayah invasi monster di barat tersebut.
Yah, setidaknya dengan kepergianku mewakili keluarga kerajaan tersebut, aku dapat menghindarkan adikku Leon yang serampangan itu dari marabahaya.
***
Beberapa hari kemudian setelah hal tersebut ditetapkan, aku pun bersiap berangkat ke wilayah bagian barat demi menjalankan tugasku.
Tetapi apa ini?
Sama sekali tidak ada prajurit yang diutus untuk menemaniku kecuali seorang pengawal pribadiku, Albert fou Lugwein, seseorang yang sebaya denganku, dengan alasan ancaman invasi dari negara tetangga di utara, Kekaisaran Vlonhard, sedang dalam masa panas-panasnya.
Walaupun mereka mengatakan bahwa tambahan pasukan akan segera dikirimkan dari tiga wilayah bangsawan terdekat di sana, tentunya semuanya harusnya tahu mengenai perbedaan kualitas antara pasukan kerajaan dengan pasukan feudal di daerah terpencil kerajaan.
‘Haruskah mereka menunjukkan niat mereka untuk membiarkan aku mati di wilayah monster dengan sangat jelas?’ Aku hanya dapat mengeluh dalam hati.
“Master, sudah siap berangkat?”
Perkataan Albert tiba-tiba membuyarkanku dari lamunanku.
“Ya, tentu saja.”
Jawabku singkat kepada Albert.
Aku pun menaruh barang bawaanku yang hanya sedikit itu di dalam kereta kuda lantas turut menaikinya.
Lalu, pengawalku satu-satunya yang sekaligus bertindak sebagai kusir itu mulai menjalankan kereta kudanya.
Sebelum berangkat, aku sekilas berbalik ke arah mansion di bagian istana utama kerajaan, tempat Ayah, Ibu, serta saudara-saudariku yang lain tinggal.
Tanpa kuduga, tatapan mataku bertemu dengan Ilene, satu-satunya adik perempuanku, putri pertama Kerajaan Meglovia di salah satu jendela di lantai kedua mansion.
Dia segera mengalihkan pandangannya dengan kikuk ketika menyadari bahwa aku turut menatapnya. Sekilas, aku bisa merasakan raut wajah khawatir darinya itu yang walaupun tak diungkapkannya.
Bagaimana pun, aku senang, setidaknya masih ada yang mengkhawatirkanku walau itu tak diungkapkan sekalipun.
***
Dengan dipandu oleh Albert, kami berdua mulai bergerak menuju ke daerah yang berbahaya itu.
Perjalanan akan memakan waktu sekitar kurang lebih sepuluh hari, maka aku pun memanfaatkan sela-sela waktu yang ada untuk mempelajari agar lebih memahami tentang kondisi masyarakat di sana.
Yah, itu wajar saja bagi seorang calon penguasa untuk lebih memahami tentang siapa yang akan diperintahnya.
Lalu, sekitar lima hari setelah kami meninggalkan ibukota kerajaan,
“Truduk!”
Kereta kuda kami tiba-tiba saja tersandung oleh sesuatu yang besar yang awalnya kami duga itu adalah batu tajam yang sengaja ditempatkan di situ oleh para bandit agar dapat menghentikan kendaraan yang lewat demi menjarah mereka.
Namun, aku segera menyadari bahwa hal itu keliru perihal lama waktu berlalu, tidak ada juga tanda-tanda ada yang keluar untuk mencegat kami. Ataukah mereka mungkin ketakutan setelah melihat lambang kerajaan di kereta kuda kami?
“Master, apa Anda tidak merasakan kedinginan?”
“Hah, apa yang kamu katakan, Albert? Bagaimana bisa orang yang belemen es sepertiku merasakan kedinginan? Atau kau juga mau menghina diriku yang tidak diakui oleh api suci?”
“Tidak, itu tidak mungkin, Master.”
Albert segera menggelengkan kepalanya kuat-kuat menanggapi pernyataanku itu.
Namun, setelah kuperhatikan, benar adanya yang diucapkan oleh Albert. Suhu di sekitar kami tiba-tiba saja mendingin. Lalu ketika kuperhatikan,
“Master! Kura-kura ini… bukankah itu seekor monster?”
Albert menunjuk ke bawah roda, tempat di mana kami sebelumnya merasakan sesuatu tersandung.
Rupanya, apa yang menyandung kami sebelumnya bukanlah batu tajam melainkan sesosok monster kura-kura es yang masih bayi.
“Mengapa kamu bisa tersesat di tempat seperti ini wahai monster malang? Bukankah habitatmu berada di kutub utara?”
Aku mengatakan itu sembari mengangkat monster yang tampak kesakitan pasca diinjak oleh kereta kuda kami lantas memeluknya dengan hangat.
“Moooou.”
Suara monster kura-kura es bayi itu begitu lembut hingga tampak lucu bagiku.
“Master! Apa yang Anda lakukan?! Itu adalah monster! Anda bisa saja kenapa-kenapa!”
Tampak Albert begitu mengkhawatirkanku perihal aku memeluk monster ini, tetapi aku heran dengan jalan berpikirnya. Bagaimana mungkin aku yang berelemen es ini bisa disakiti oleh monster es yang bahkan masih bayi.
“Kasihan sekali. Kamu pun ditinggalkan di habitat yang tidak cocok buatmu, seorang diri tanpa ada yang menyayangimu, terlebih di tanah yang menjadikan api sebagai sesembahannya ini. Pasti menyakitkan kan?”
“Mooou.”
Aku tentu saja tak mengerti apa yang dikatakan oleh kura-kura es bayi itu, tetapi tampak seakan dia mengiyakan apa yang barusan kukatakan padanya.
Aku pun bersimpati pada monster itu. Kulihat dari dalam dirinya, sosok diriku yang juga diabaikan perihal takdirku yang hidup di habitat yang tidak pada tempatnya.
Aku pun memutuskan untuk merawat kura-kura es itu.
“Yosh, mulai sekarang, kamu akan ikut denganku sampai kamu bisa kembali ke habitat alamimu.”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 239 Episodes
Comments
Sarah ajha
Terlalu melankolis mc nya
2023-05-08
2
Mulyani
Tadinya udah bikin novel baru eh setelah baca cerita disini ternyata tulisanku acak-acakan 😁
2023-04-26
1
「Hikotoki」
penataan kalimatnya bagus sih tapi kalimat aksinya sangat samar
tentang kapan protagonis turun dari kereta lalu mengambil bayi kura2 itu atau bagaimana keadaan protagonis setelah kereta kudanya menabrak kura2 tersebut
2023-03-11
1