Eps. 5 Permintaan Pisah

Nathan sudah berada di Singapura. Selama berada di sana, ia sama sekali tak menyentuh ponselnya apalagi memberi kabar dan menelepon Risty. Pria itu menghabiskan waktunya dengan padatnya jadwal meeting.

“Akhirnya meeting selesai juga.” Nathan keluar dari sebuah ruang meeting perusahaan dan melirik jam yang melingkar di tangannya yang menunjukkan pukul 17.00 tepat wilayah setempat.

“Tuan kemana setelah ini ?” driver segera menghampiri pria itu begitu meeting selesai dan langsung menanyakan tujuannya setelah tuannya duduk dalam mobil. “Kita langsung ke hotel saja.” jawab Nathan singkat sambil melonggarkan dasinya yang terasa ketat dan membuatnya lelah juga gerah karenanya.

“Silakan tuan.” driver segera turun dari mobil setelah mereka tiba di sebuah hotel mewah berbintang 5 dan membukakan pintu untuk Nathan. “Terima kasih.” Nathan keluar dari mobil dan berjalan menuju ke kamarnya. “Tuan setelah ini apa ada rencana keluar lagi ?” driver kembali bertanya sebelum benar-benar pergi dari sana.

“Ku rasa aku akan menghabiskan malam ku di hotel saja.” Nathan berhenti sebentar kemudian berbalik dan menatap driver nya, sebelum ia kembali berjalan masuk ke hotel.

Di dalam kamar hotel, pria itu mandi sebentar dan kemudian duduk di kursi dengan membawa laptopnya.

“Bagaimana dengan penggantian bibit kelapa sawit untuk stok selama beberapa bulan ke depan ?” Pikiran Nathan masih tertuju pada urusan kerja kerja dan kerja yang tiada habisnya.

Lima hari berlalu dan akhirnya Nathan pulang kembali ke Jakarta. Di rumah sudah ada Risty yang menunggu kedatangannya.

“Nathan.... kau akhirnya pulang.” Risty menyambut kedatangan suaminya begitu pria itu masuk ke dalam rumah. “Aku rindu sekali pada mu.” memeluk Nathan. “Maaf Risty... aku tak sempat berpamitan padamu dan juga memberimu kabar selama di sana karena kesibukanku yang sangat tinggi.” Nathan membalas pelukan gadis itu.

Malam harinya Risty sudah berdandan secantik mungkin, seharum mungkin, dan seksi mungkin.

“Nathan...” gadis itu bergelayut manja pada Nathan dan menggoda pria itu dengan senyum termanisnya. “Oh aku sedang lelah Risty.” Nathan menolak langsung saat gadis itu menariknya ke tempat tidur dan menarik bajunya. Ia pun memilih untuk pergi dari kamar itu dan kembali tidur di ruang tengah seperti biasanya.

Satu minggu berlalu dan Risty masih sabar, bahkan ia tak pernah menyerah namun setiap malam entah kenapa Nathan selalu menolak ajakannya dengan berbagai alasan. Hingga satu bulan lamanya gadis itu menahan kesabarannya dan akhirnya kesabarannya kandas juga.

Suatu pagi Risty bangun. Ia tahu jika Nathan jam segini pasti sudah berangkat ke kantor dan dia pun tidak mencarinya.

“Nathan... aku sudah tidak tahan lagi hidup seperti ini bersamamu.” Risty mengeluarkan seberkas amplop coklat yang ia dapatkan dari Pengadilan Agama beberapa waktu yang lalu setelah berpikir matang-matang.

Ia meletakkan surat gugatan cerainya di meja kemudian berdiri dan menetap barang bawaannya yang sudah ia packing dengan rapi di kamar.

“Nathan, good bye.” Risty kemudian keluar dari rumah tanpa berpamitan pada siapapun dengan membawa semua barang bawaannya kembali pulang ke keluarganya.

Sore hari Nathan masuk ke kamar setelah pulang kerja. Ia berhenti saat melihat sebuah amplop coklat tergeletak di meja.

“Apa itu ?” Nathan sebelumnya menoleh ke kamar yang terlihat kosong dan bersih. Belum sempat ia memikirkan Risty, ia harus membaca surat yang ditinggalkan oleh gadis itu padanya.