Bab 14. Gayung Bersambut

“Kenapa nggak bisa ketemu, bukankah Mas bisa datang ke rumah kalau memang ingin ketemu Ridho, tak ada yang bakal melarang kok,” sela Syifa yang tiba-tiba saja ikut mendekati brankar adiknya.

Mereka berdua kembali saling adu pandang dan Arka yakin jika Syifa sebenarnya punya rasa yang sama dengannya tapi apakah mungkin mereka berdua bisa menolak keinginan seorang Bima? Jika sampai itu dilakukan oleh Arka sama saja dirinya benar-benar menjadi seorang lelaki yang tidak tahu sopan santun, serta Akan sudah bisa dipastikan bakal mendapat predikat memalukan keluarganya dengan berusaha menjadi seseorang yang merebut calon istri sahabat nya sendiri.

Logika Arka masih bisa berjalan dan berpikir dengan baik, dirinya tidak akan mungkin melakukan hal sepicik itu terhadap sahabatnya sendiri. Walau sejahat apa pun Bima terhadap dirinya maka Arka tidak akan membalas perbuatan yang sama karena dirinya masih menggunakan logika dengan baik, walaupun hatinya begitu terasa sakit.

“Mas Arka kok malah diam, sih? Apakah yang ku katakan barusan merupakan sebuah kesalahan?” Gadis itu masih memindai wajah pria yang berdiri berseberangan dengan perantara brankar adiknya.

Ridho yang duduk sembari bermain robot-robotan malah ikut merasa terganggu dan juga sedikit ada rasa penasaran kenapa dua orang yang ada di kiri dan kanan brankarnya saling beradu pandang. Bocah itu sudah mengerti kapan seseorang saling suka tapi gengsi satu sama lain karena memang di sekolahnya sudah ada beberapa anak kelas enam yang melakukan hal dilarang bundanya namanya pacaran, hingga Ridho tahu sedikit-sedikit tentang hal berbau Asmara

“Masa iya Kak Syifa nggak ngerti juga. Mana mungkin Bang Arka mau ke rumah kita lagi, sementara Kakak sendiri sebentar lagi bakal dibawa sama Mas Bima ke rumahnya! Arka malu kali Kak untuk datang ke rumah kita, sementara Kakak sendiri lebih memilih Mas Bima. Padahal aku kan senang banget kalau diajak main sama Bang Arka,” celoteh Ridho yang langsung membuat kedua manusia tersebut sontak mengalih pandang pada wajah si kecil Ridho.

Bocah yang masih duduk di bangku sekolah dasar itu dengan santai berucap tanpa memikirkan perasaan dua orang yang sedari tadi bertatap mata seperti sedang berkata-kata lewat isyarat pancaran mata keduanya.

“Ridho … kamu itu masih kecil jadi nggak boleh ikut campur urusan orang dewasa! Nggak sopan ngomong begitu, dek!” tegur Syifa sedikit berdecak lidah karena adiknya dengan terang-terangan mengungkapkan apa yang kemungkinan dirasakan Arka.

Wajah Syifa bahkan terasa panas dengan rona berwarna merah karena merasa malu dengan ucapan adiknya barusan di depan pria itu sendiri. Jika ada lubang hitam tempat persembunyian rasanya gadis itu ingin segera menghilang agar tidak mendapatkan malu di hadapan Arka.

“Halaah … Kakak sok ja’im, padahal kakak juga suka kan sama Abang ini? Ayo ngaku aja … daripada nanti udah nikah sama Mas Bima tapi malah nggak bahagia, mana seru suami istri itu jutek-jutekan melulu!”

Ridho bukannya berhenti menggoda sang kakak tapi lidahnya malah dengan sengaja seolah membuka rahasia yang disimpan rapat oleh Kakak perempuannya itu! Syifa yang merasa sangat malu langsung menangkupkan kedua tangan pada wajahnya yang terasa semakin memanas saja, akibat ulah sang adik tercinta dengan mulut ember yang berkata tanpa saringan di hadapan pria bernama Arka.

Sementara Arka sendiri sama sekali tak pernah menyangka jika Syifa ternyata juga punya rasa padanya berarti Sebenarnya dia bukanlah laki-laki yang hanya bertepuk sebelah tangan saat jatuh cinta pada Syifa.

“Syifa … apa benar yang dikatakan Ridho barusan?” tanya Arka dengan suara pelan dan mata yang melirik pada kursi sofa, di mana Ibu Ayu dan juga Lula sedang duduk sambil mengobrol.

Hati pria yang tadinya merasa begitu nelangsa karena merasa patah hati ditinggal menikah oleh Syifa, tiba-tiba saja langsung kembali bersemangat walau dirinya tidak akan mungkin bisa menggagalkan pernikahan Syifa dan Bima. Namun, paling tidak dirinya sudah merasa sangat bahagia karena ternyata gayung nya bersambut oleh perempuan yang sejak pertama kali kenal mengisi relung hatinya dan menjadi ratu di sana.

Sementara itu Bima yang baru saja kembali pulang ke rumah, merasa mulai kehilangan sosok bawel seperti Syifa. Entah kenapa hatinya merasa senang luar biasa sejak kehadiran gadis tersebut bertemu dan juga berbicara dengan ibu kandungnya. Selama ini Bima belum pernah sekalipun membawa seorang gadis untuk menemui wanita yang telah melahirkannya itu karena di dalam kepala pria kulkas dua pintu itu hanya membayangkan kalau semua perempuan itu pasti sama yang hanya menginginkan harta.

“Coba dari dulu aku membawa perempuan untuk bertemu dengan ibu, jangan-jangan mungkin Ibuku sekarang ini sudah normal seperti orang lain! Kenapa tak pernah sekali pun aku punya pikiran sampai ke sana, kalau ternyata ibu tidak bisa diobati dengan obat obat medis tapi malah membutuhkan seorang teman untuk bicara.”

Pria itu bermonolog sendiri sembari menatap foto yang ada di layar ponselnya. Jepretan asal yang sengaja diambilnya secara diam-diam saat tadi berada di rumah sakit di mana Syifa sedang melihat ke arah brankar adiknya makanya Bima dengan mudah mengambil gambar gadis itu tanpa sepengetahuan sang empunya wajah.

Bima tersenyum sedih melihat bibir gadis mungil yang begitu menggoda dengan warna merah alami tanpa ada tambahan pewarna sama sekali. “Ternyata kamu juga gadis yang sangat cantik! Bahkan wajahmu malah terlihat alami tanpa polesan, apa kabar kalau wajah yang menggemaskan ini sengaja kubawa ke salon ternama lalu di make over? Aku yakin semua orang yang mengenalmu pasti akan terkesima, malah bisa-bisa tak bakal mengenal siapa dirimu lagi!”

Pria itu terus saja bicara sendiri dengan permukaan jari yang masih mengusap layar ponselnya sendiri. “Sepertinya aku akan pergi menemui ibu dan membagikan cerita menyenangkan ini, mana tahu aja Ibu mau menanggapi perkataanku.”

Bima beranjak dan keluar dari kamarnya berjalan menuju kamar yang ditempati oleh ibunya selama ini. Setelah membuka pintu yang memang tak pernah dikunci bahkan kunci yang ada di bagian dalam sang aja dicopot agar mereka yang ada di rumah bisa dengan mudah untuk masuk kedalam jika sewaktu-waktu wanita yang pernah melahirkan yaitu mengunci diri.

“Halo ibu sayang ….”

Itulah kalimat pertama yang keluar dari mulut Bima sembari kaki panjangnya terus melangkah dan mendekat, lalu ikut berdiri di samping ibunya yang ternyata sedang memandang lewat jendela taman bunga di luar sana. Sapaan Bima sama sekali tidak digubris oleh Safitri, bahkan wanita itu pun tak menoleh sama sekali walau putranya sudah berdiri persis di sampingnya.

“Ibu lagi mandangin bunga yang mana? Apa ada bunga yang ibu inginkan? Kalau ada, biar Bima mengambil dan memetiknya khusus untuk ibu tersayang!”

Sayangnya Bima tak mendapatkan jawaban sama sekali, melainkan hanya bisa mendengar deru nafas wanita yang telah melahirkannya dengan tatapan kosong, mengarah pada taman bunga yang ada di pekarangan rumahnya.

Terpopuler

Comments

Mariyani Sumbawa

Mariyani Sumbawa

sdh lah maz ikhlaskan lah maz arka sama luka aj

2022-12-11

1

💖⃟🌹Ʃеᷟʀͥᴎᷤᴀᷤ🌹💖👥

💖⃟🌹Ʃеᷟʀͥᴎᷤᴀᷤ🌹💖👥

mungkin ibu Safitri pengen di ajak jalan" ke taman ituh
Yg sabar ya Bim

2022-12-10

1

candra rahma

candra rahma

waduh gmn tuh syifa lbh respek ke arka gmn dgn bima😊

2022-12-09

1

lihat semua
Episodes
Episodes

Updated 46 Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!