“Assalamu’alaikum,” ucap suara berat seorang pria tua di depan pintu ruang inap Ridho.
Ibu Ayu menoleh heran sembari menjawab salam karena merasa tidak mengenal suara bariton nan berat milik laki-laki yang sedang mengetuk pintu ruang inap anaknya. Wanita itu terlihat melangkah mendekati pintu namun tiba-tiba saja Ridho menghentikan langkah kakinya.
“Wa'alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh.”
“Intip aja dulu, Bunda! Takutnya itu malah orang iseng yang mau ngerjain kita, aku nggak suka dengan kedatangan orang seperti pak camat tadi! Gelar nya aja yang menjabat sebagai Camat tapi orangnya sombong sekali, kalau Ridho lagi nggak sakit ingin sekali rasanya ido ketapel orang itu sampai benjol kepalanya!”
Terlihat wajah penuh kekesalan dari bocah kecil yang sedang duduk sembari bermain robot-robotan yang pernah dihadiahkan oleh Bima Saputra. Jangankan seorang wanita seperti Ibu Ayu, Muhammad Ridho yang notabene masih kecil saja pun merasa kesal dan jengkel dengan perkataan yang terlontar dari mulut seorang pak camat yang ditolak lamaran anaknya.
“Ridho nggak boleh ngomong seperti itu, sayang! Bunda yakin kali ini yang datang bukan pak camat tadi tapi sepertinya orang lain,” sahut ibu Ayu tetap melanjutkan langkah kakinya menuju pintu.
Ceklek!
Dahi Ibu Ayu mengernyit seketika, melihat sosok pria dengan kepala yang sudah putih semua. Pria yang belum pernah dikenalnya dengan beberapa orang yang juga berada di sisi kanan dan kirinya. Ibu Ayu merasa tidak pernah kenal sama sekali dengan mereka semua dan terbersit sedikit rasa takut di dalam jiwanya.
“Maaf, apa betul sekarang saya sedang berhadapan dengan ibu Ayu Zulaiha, Bundanya Syifa Salsabila?” Arjuna mengulurkan tangan sebagai tanda perkenalan dan juga pemberian hormat pada wanita yang telah melahirkan gadis cantik bernama Syifa yang bakal menjadi cucu menantunya.
Ibu Ayu sedikit shock melihat penampilan seseorang yang terlihat begitu perlente di depan matanya. Bahkan di mata wanita itu, lelaki tua yang sedang bicara dengannya bagai seseorang yang tidak ubahnya seperti pria terhormat berkelas tinggi tapi mungkin saja sedang salah alamat.
“I-iya betul. Saya memang Ibu Ayu, Bundanya Syifa! Maaf sebelumnya, ada apa Tuan mencari saya? Apakah putri saya melakukan kesalahan pada Tuan? Kalau memang iya seperti itu, saya minta tolong dimaafkan dan saya harap bisa kita selesaikan dengan cara kekeluargaan saja, jangan sampai anak saya dilaporkan ke polisi ya, Tuan!”
Ibu Ayu menyambut uluran tangan Tuan Arjuna dengan mata dan kepala yang selalu tertunduk ke bawah, merasa takut hanya sekedar melihat wajah pria tua yang sebenarnya tersenyum gemas melihat calon besan nya.
“Apakah kami boleh masuk dulu, Bu?” tanya Tuan Arjuna ramah.
Tuan Arjuna mengembangkan senyum di bibir melihat wajah ketakutan dan juga kebingungan bercampur aduk di raut muka ibu Ayu.
“Iya saya sampai lupa. Maaf ya … silakan masuk, Tuan! Maaf ini Tuan ada keperluan apa ya, kok bisa kenal dengan saya?” tanya Ibu Ayu lagi yang masih merasa penasaran dengan kedatangan orang berjas hitam.
“Silakan duduk, Tuan!”
Ibu Ayu mengarahkan dengan tangannya pada kursi sofa yang ada di ruang inap Muhammad Ridho.
Syifa dan Bima ternyata malah terjebak macet. Bima sama sekali tidak menyangka kalau jalan tikus yang sengaja diambilnya untuk menghindari macet malah mengalami penutupan jalan di dekat Gang yang sengaja ingin dilewatinya. Dengan terpaksa pria itu kembali memutar balik badan mobil menuju jalan raya yang sudah pasti bakal semakin macet.
“Maaf, sepertinya kita akan terlambat dan aku yakin kakek akan duluan sampai di rumah sakit,” sesal Bima yang mulai bicara normal seperti orang biasa tanpa ada lagi kecongkakan dan kepongahan seperti sebelumnya.
Syifa menoleh ke samping lalu kembali fokus ke arah jalan karena tak ingin berlama-lama menatap wajah menyebalkan yang ada di sampingnya. Andai saja dirinya tidak terjebak utang 65 juta dan juga tidak ada wanita yang membutuhkan perawatan langsung dari tangannya maka gadis itu sama sekali tidak akan mau menikah dengan beruang kutub yang terlalu irit saat berbicara hal yang baik.
“Apa kamu masih marah padaku?” tanya Bima tanpa menoleh.
“Nggak!”
“Yakin udah nggak marah?” Pria itu kembali bertanya.
“Iya.”
“Kalau udah nggak marah, harusnya senyum dong!” pinta Bima menaikkan garis bibirnya ke atas.
Syifa menoleh ke samping lalu menggunakan jari telunjuk dan jempol nya menekan pipi hingga terlihat senyum yang dipaksakan.
“Hahaha, kamu lucu sekali kalau berbuat hal konyol seperti itu!”
“Terserah!” Syifa berdecak lidah.
“Ya Tuhan … kalau kamu udah nggak marah kenapa jawabannya harus irit seperti itu? Ingat loh Syifa, kita sekarang ini sudah dalam rentang waktu menjelang pernikahan karena kamu sudah resmi kuikat dan kulamar di depan kakek, bahkan juga di hadapan pengacara dan sekretaris ku.”
Bima merasa kesal karena ternyata Syifa masih saja memperlihatkan wajah masam ketika diajaknya bicara. Padahal pria itu sudah merasa melakukan hal yang benar dengan memberikan saham 50% di perusahaannya agar perempuan itu bisa berfoya-foya sesuka hatinya dengan hasil yang tidak akan pernah kurang dari 500 juta setiap bulannya. Entah apalagi yang ada di pikiran perempuan di sampingnya hingga masih saja memperlihatkan wajah ketus nya.
“Apa kamu sudah menyimpan baik-baik dokumen yang kita tanda tangani tadi?” Bima kembali bertanya sekedar mempermainkan kata agar keheningan tidak kembali tercipta di dalam ruang mobil yang hanya berisikan mereka berdua.
“Sudah,” jawabnya pelan.
“Di mana?” tanya Bima lagi.
“Di dalam tasku.”
“Apa kamu benar-benar se-irit ini untuk berbicara denganku setelah ada ikatan antara kita? Ayolah Syifa, mana sifat Barbar yang selama ini kau tunjukkan padaku? Aku rindu melihatnya ….”
Pria itu berdecak kesal merasa tidak terima dengan sifat yang sekarang dipertontonkan oleh Syifa Salsabila. Dirinya merasa perempuan itu dengan sengaja menghindar untuk berbincang dengannya. Bukankah itu sangat menyebalkan?
Gadis itu akhirnya menoleh ke samping dan memberikan tatapan tajam seolah-olah ingin memakan Bima hidup-hidup.
“Kamu itu pria yang aneh ya! Pandaimu hanya membuatku bingung dan juga kesal! Sebenarnya maumu itu apa sih, tuan Bima Saputra? Kalau aku banyak bicara kamu bilang aku ini gadis Barbar dan juga aneh … tapi saat aku lebih banyak diam, malah dibilang Irit bicara. Dasar plin-plan!”
Wajah Gadis itu masih menatap tajam, walau Bima hanya mampu melirik sesaat saja karena tidak ingin terjadi kecelakaan. Merasa kurang puas untuk berbicara, akhirnya pria itu kembali menepikan mobilnya ke bahu jalan agar dirinya bisa melepaskan segala apa yang ada di hati untuk berkata pada gadis yang sepertinya sama sekali tak mengerti dengan keinginannya.
“Kamu mau tahu kan, apa mau ku?” tanya Bima dengan melepaskan pegangan pada benda besi berbentuk bundar di hadapannya.
Lelaki itu terlihat mengambil nafas dengan mata terpicing dan juga menaikkan kaki kirinya, sehingga tubuhnya sekarang berhadapan langsung dengan Syifa.
“Iya, cepat katakan apa maumu padaku?” Syifa tak mau kalah dengan tetap menatap tajam tanpa rasa takut.
Bima tiba-tiba saja mendekatkan tubuhnya hingga jarak wajah keduanya tinggal sebatas lembaran kertas. Bahkan deru napas pria itu terasa menyapu wajah Syifa.
“Aku mau memakanmu!”

Uni juga memboyong Saras si Janda Killer ke sini. Biar sekalian sama terbit dengan Syifa sesion 2. Selamat membaca
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 46 Episodes
Comments
Kyyy
menarik ceritanya ka
2022-12-17
1
D.
Alah gaek..
2022-12-15
0
🍾⃝ͩʙᷞᴀͧʙᷠʏᷧ ɢɪʀʟʟ
syifha klo sibima maunya kmu bar" bleh aku bntuin syifha 🤣🤣 biar tmbh gndok
2022-12-03
0