BAB 3 Tak Bisa Mengelak

Menatap mata Fajar sama halnya dengan menenggelamkan diri di kedalaman laut, bagi Cempaka. Dia selalu hanyut terbawa lembut pandangan dan bening indah netra Fajar yang begitu memikat hati. Tatapan keduanya pun semakin lekat dan memercikkan api cinta juga hasrat yang kembali membuncah. Selekas kemudian, mereka sudah saling memaggut satu sama lain.

"Aku mencintaimu, Cempaka," ungkap Fajar tak bosan-bosan.

"Aku juga terlanjur dalam mencintaimu, Mas."

Lalu, Fajar tersenyum lega mendengar kalimat yang baru saja terucap dari mulut Cempaka. Sorot matanya kini membiaskan binar bahagia. "Aku tidak sanggup jauh darimu." Fajar menggendong Cempaka, dan membawanya pergi ke tempat yang lebih tertutup.

Di semak belukar yang tampak rimbun. Letaknya tidak jauh dari danau itu. Mereka kembali memadu kasih, mencairkan kerinduan yang sempat menggumpal.

"Lakukan sekarang, Mas," pinta Cempaka.

"Dengan senang hati, Sayang." Fajar melakukan tugasnya dengan baik.

"Aku ingin terus bersamamu, Mas," racau Cempaka di sela aktifitas panas yang membakar gairahnya.

"Aku di sini, Sayang. Kita tidak akan pernah berpisah," kata Fajar sembari terus memberi hentakkan pada milik Cempaka.

Mereka benar-benar sudah lupa akan semuanya. Yang mereka rasakan saat ini, bahwa mereka saling tergila-gila dalam cinta dan keinginan untuk terus bersama. Menikmati setiap lenguhh manja dan gelinjjang sensual yang memantik hasrat keduanya. Semua norma mereka langgar, rasa malu pun tinggal nama. Cinta terlarang di antara Cempaka dan Fajar, telah menenggelamkan mereka ke dasar perasaan yang tidak memperdulikan apa pun lagi, kecuali perasaan mereka sendiri.

"Kamu hanya milikku, Cempaka."

"Miliki aku seutuhnya, Mas. Aku hanya untukmu."

Sebuah pelepasan nan indah pun mereka gapai dengan hati puas. Deru napas bersahutan dan saling berkejaran. Mereka seperti orang yang kecanduan pada apa yang sudah dua kali ini mereka lakukan.

Fajar mengenakan kembali pakaiannya yang tertanggal di atas rerumputan usai pertarungan sengit itu berakhir. Dia juga membantu Cempaka merapikan bajunya. Lantas, mereka berpelukan penuh perasaan.

"Cempaka ...," lirih Fajar.

"Iya, Mas." Gadis itu mendongakkan wajahnya ke atas, menatapi wajah Fajar.

"Aku akan berusaha semampuku untuk memperjuangkan hubungan kita. Kumohon padamu jangan menyerah, hum."

"Bagaimana kalau istrimu tahu, Mas?"

"Dia tidak akan perduli, Cempaka. Pernikahan kami hanya sebatas status saja. Aku juga tahu dia punya kekasih."

"Bukankah itu aneh, Mas? Kenapa kalian tidak bercerai saja? Apa gunanya pernikahan semacam itu dipertahankan?"

"Tidak semudah itu, Sayang. Sudah aku katakan, ada hal yang lebih rumit dalam pernikahan yang kami jalani."

"Lalu, sampai kapan aku harus menunggumu untuk menikahiku, Mas?"

"Aku usahakan sesegera mungkin. Yang penting, kamu mau bersabar sedikit saja."

Cempaka mengangguk pelan. "Oh ya, Mas. Apa selain aku, ada lagi yang tahu tentang pernikahanmu dengan istrimu itu? Terutama orang dari desa tempat tinggalku?" imbuh Cempaka memberi tanya.

"Ya! Ari tahu semuanya. Dia tahu tentang bagaimana rumah tanggaku yang sebatas status itu dengan Halimah. Karena itulah, dia tidak melarangmu berhubungan denganku, bukan?"

Cempaka kembali mengangguk. "Tapi, Mas. Bagaimana kalau aku-"

"Aku akan bertanggung jawab kalau terjadi apa-apa padamu, Cempaka." Fajar seakan mengerti kegundahan hati Cempaka.

Tiba-tiba saja suara gaduh terdengar samar-samar. Baik Fajar maupun Cempaka saling berpandangan dan menatap penuh tanda tanya. Semakin lama suara itu semakin mendekat dan terdengar lebih jelas.

"Cempaka!" teriak seorang lelaki bernama Bahri. Dia adalah salah satu lelaki yang juga menaruh hati pada Cempaka.

"Mas, ada apa ini?" Cempaka panik dan langsung bersembunyi di balik punggung Fajar.

"Tenanglah saja, Cempaka," kata Fajar mencoba mengurai ketegangan.

"Ada apa ini, Bahri?" tanya Fajar, yang kebetulan sudah mengenali Bahri juga.

"Kalian berdua laknatt! Beraninya kalian melakukan perbuatan terlarang di wilayah desa ini. Kalain itu belum menikah. Cihh! Kalian berdua tidak ubahnya binatang," cela Bahri dibakar api amarah yang menyala-nyala. Sementara, enam pemuda lainnya masih diam dan hanya menyimak saja.

"Apa maksudmu, Bahri?" lontar Fajar seakan tidak mengerti.

"Jangan pura-pura bodoh kamu, Fajar. Kalian pikir kami tidak tahu apa yang sudah kalian berdua lakukan? Menjijikan!"

"Usir saja mereka dari desa ini!" teriak salah seorang dari ketujuh Pemuda itu.

"Benar! Usir saja mereka sebelum malapetaka datang menghampiri desa ini!" timbrung yang lain. Suara mereka semakin riuh saling bersahutan.

Lalu, Bahri yang sedari tadi sudah tersulut emosi pun langsung melayangkan sebuah pukullan ke wajah Fajar, hingga Kekasih Cempaka itu mengaduh kesakitan. Sementa itu, Cempaka hanya bisa berteriak seraya memohon. Kini Gadis desa itu menangis penuh ketakutan.

"Kamu, Cempaka! Tidak kusangka kecantikan wajahmu yang kami agungkan, ternyata memiliki nilai yang rendah," hardik Bahri.

"Cukup, Bahri! Jangan salahkan Cempaka," bela Fajar. Dia tidak terima Cempaka turut menerima caci maki dari Para Pemuda tersebut.

"Diam kamu, Lelaki Pecundang! Selama ini kami mengira kamu adalah sorang lelaki baik yang punya harga diri. Ternyata, semua itu hanya topeng saja. Beraninya kamu menodai gadis desa kami, sebelum resmi menjadi suaminya!" maki Bahri tak berhenti.

Saat itu, Fajar tidak kuasa mengelak lagi. Namun, dia masih bertanya-tanya di dalam hatinya. "Siapa sebenarnya yang sudah mengintai gerak gerikku bersama Cempaka?" pikirnya dipenuh rasa penasaran.

Detik berikutnya, Para Pemuda Desa itu pun membawa paksa Fajar dengan Cempaka, untuk menghadap kedua orang tua Cempaka. Mereka ingin membongkar kelakuan Anak Gadis yang selalu dibanggakan oleh kedua orang tuanya tersebut.

"Mas, aku takut," adu Cempaka lirih. Dia terus saja beruraian air mata.

"Aku akan menjelaskan pada orang tuamu, Cempaka," kata Fajar menenagkan.

Sesampainya di rumah Cempaka, Para Pemuda itu kembali berteriak memanggil Ayah dan Ibu Cempaka. "Bu Ratih, Pak Seno, Keluar kalian!" pinta mereka dengan suara lantang. Tak ayal suara mereka yang begitu bising itu mengundang para tetangga Cempaka untuk turut menyaksikan kegaduhan yang sedang berlangsung itu.

"Pak, ada apa di luar sana?" tanya Ratih pada Seno yang kala itu sedang menikmati secangkir teh.

"Tidak tahu, Bu," jawab Seno. Dia pun akhirnya bangkit berdiri, lantas berjalan ke luar untuk memastikan.

Alangkah kaget dan malunya Seno kala itu. Dia tidak percaya Anak Gadis kebanggaannya digiring warga karena terciduk melakukan perbuatan tidak senonoh dengan seorang pria yang belum menjadi suaminya. Mau ditaruh di mana muka Seno dan Ratih? Sungguh, Seno benar-benar sangat malu pada semua orang termasuk para tetangganya.

"Apa yang sudah kamu lakukan, Cempaka?" kata Seno sembari meremmas kepalan tangannya frustasi.

"Ada apa, sih, Pak?" Ratih turut menyusul ke luar. Dan dia tidak kalah terkejut mendapati Cempaka tertunduk lemah tidak bergeming.

"Apa yang sudah terjadi padamu, Cempaka?" kata Ratih sambil menangis kesal.

"Maafkan Cempaka, Bu," ucap Cempaka pelan. Bibirnya bergetar begitu juga dengan tubuhnya.

Fajar menoleh pada Cempaka. Sungguh, saat itu dia ingin sekali memeluk dan memberikan pembelaan pada Kekasihnya tersebut. Namun, Fajar tidak punya daya dan upaya. Dia hanya bisa meneguk saliva dengan kasar. Merasakan perihnya melihat Cempaka dibegitukan akibat ulahnya.

Bersambung ....

Jangan lupa tinggalkan jejak. Terima kasih. ❤❤❤❤❤❤

Terpopuler

Comments

Irma Kirana

Irma Kirana

enya we disemak semak 🙈🙈 sungguh ini benar-benar latar pedesaan yang memukau 🤧👍

2022-12-06

1

Bila

Bila

hah? di semak belukar ieu teh teu salah😂

2022-12-05

1

Vita Zhao

Vita Zhao

Kayak gak ada tempat lain, yang lebih bagus Dikit lah, masak anu di semak2

2022-12-04

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!