Hari ini matahari bersinar dengan teriknya, tak ada segerombolan awan pun mampu menghadang sinarnya yang menyilaukan saat di pandang.
Orang-orang di SMA Berlian Cemerlang Jakarta semuanya mandi keringat karena berjemur beberapa menit di bawah cahayanya, bukan berjemur selayaknya para turis di pantai.
Tapi, karena hari ini adalah hari senin, waktu di mana setiap hari itu selalu di adakan upacara pengibaran bendera merah putih.
“Bubar barisan! Grak!” pekik pemimpin upacara dengan lantang dan sikap tegapnya.
Setelah pemimpin upacara membubarkan barisan, serta di ikuti suara bel sekolah yang menjadi pengingat para siswa/i bahwa pelajaran pertama baru saja akan di mulai.
Semua siswa/i berbondong-bondong pergi ke kelas mereka masing-masing. Begitu juga denganku, yang kini sudah duduk di kelas, dengan tangan kanan yang sibuk mengibaskan topi abuku sebagai ilir.
Sedangkan Lucy, teman baikku. Tampak bersyukur karena upacara yang hampir membuat dirinya jadi ayam panggang sudah berakhir.
“Akhirnya! upacara selesai juga,” tutur Lucy yang tengah duduk di tempat Fakri, teman sebangku ku.
“Iya, alhamdulillah. Untungnya gak ada yang sampai pingsan juga karena cuaca hari ini!”
Ditengah-tengah obrolanku dengan Lucy, muncul seorang pria di dekat meja kita.
“Minggir dong! aku mau duduk,” tukas pria itu yang tak lain adalah teman dudukku, Fakri Sinandar.
“Duduk di tempat lain aja dulu, kan gurunya juga masih belum datang,” ucap teman baikku yang sepertinya enggan pergi dari tempat duduknya.
“Tempat duduk kamu, kan di ujung paling belakang. Sana balik ke asalnya!”
“Enak aja kalo ngomong! Balik ke asalnya! balik ke asalnya!”
“Udah sana, hush!”
“Pelit banget sih, cuman tempat duduk doang!” pekik teman baikku dengan emosi, yang kini ia sudah berdiri dekat Fakri karena berhasil tersingkirkan olehnya.
Selang beberapa menit, guru sosiologi datang dan berjalan masuk ke kelas, temanku yang masih merajuk pada Fakri akhirnya ia segera kembali ketempat duduknya.
Selama pelajaran berlangsung, tak ada waktu tenang sedikitpun. Pasalnya guru sosiologi selalu berkomedi di tengah-tengah penyampaian materi, tak jarang semua murid menyukai pelajaran ini.
Beberapa jam kemudian, bel istirahat yang nyaring itu terdengar. Aku dan Lucy segera menuju kantin, tapi sebelum itu kita menjemput dua teman baik kita yang berada di kelas Fisika.
Aku dan Lucy melewati beberapa kelas, karena Nia dan Mira berada di kelas Fisika 2 sedangkan aku dan Lucy IPS 1
Akhirnya kita sudah sampai di depan kelas Nia dan Mira, tapi rupanya pelajaran masih belum berakhir. Kita menunggunya selama beberapa menit, dan kelas pun berakhir.
Mira dan Nia segera menghampiri ku dan Lucy. Kini kita langsung melaju kearah tangga, dan mulai menuruninya.
Karena anak tangga yang hanya muat untuk empat orang, dan ada yang naik turun tangga juga, jadi kita membaginya menjadi dua. Aku bersama Mira, sedangkan Lucy dengan Nia.
Setelah berjalan beberapa langkah dari tangga, akhirnya sampai juga di sebuah kantin. Kita segera memesan makanan, dan tak lupa juga dengan gorengan dan es tea jus.
Tapi karena kantin hari ini sangat ramai, kita membuat misi. Siapa yang memesan dan siapa yang mencari tempat duduk.
Aku dan Nia sepakat untuk menjaga tempat duduk yang kita liat sudah kosong beberapa detik lalu saat kita baru sampai.
“Kamu mau pesan apa, Put?”
“Mi goreng aja, Luc.”
“Kalo kamu, Nia?”
“Biasa, mi ayam bakso. Tapi jangan pedas-pedas ya!“
“Oke, sudah aku catat.” Entah sejak kapan Lucy membawa kertas memonya, aku bahkan gak sadar saat keluar kelas bersamanya.
“Sekarang giliran kamu, Mir,” titah Lucy agar segera mencatat minuman kita.
“Sabar dong, Luc! kamu aja belum catat pesananku.”
“Oh iya! hehehe, sorry aku khilaf.”
“Kamu mau pesan ap-”
“Ketoprak! gak pakai bawang goreng, juga gak pakai bawang baik. Terus jangan banyak-banyak kecapnya, dikiiit aja! dan satu lagi, gak pakai timun,” tukas Mira.
“Udah! itu aja!”
“Iya. Eh ... tunggu-tunggu, masih ada satu lagi.”
Lucy bersiap-siap mencatat pesanan Mira agar gak ada satupun yang terlewat, karena teman kita yang satu ini cukup ... ya begitulah.
“Cepatan Mir, yang ada antrian makin panjang tuh!”
“Iya-iya sabar dong, Nia! Aku masih mikir-mikir nih!”
“Kenapa kamu gak catat dulu aja sebelum ke kantin, dan serahin ke Lucy catatannya, kan lebih hemat waktu.” Nia memberinya sebuah solusi.
“Oh iya juga ya! kenapa gak kepikiran.”
“Ah lama banget sih!”
“Ya Allah, Nia! sabar dong!”
Temanku yang satu ini memang selalu menambah darah tinggi naik, apalagi Nia orangnya gak bisa nunggu. Sedangkan Lucy walau masih bersabar tapi gak tau setelahnya.
“Tadi aku pesannya gak pakai apa aja ya, Luc?”
“Gak pakai bawang merah kena azab dan bawang putih baik hati bak peri dongeng, si hitam manis dikit aja, sama gak pakai timun mas.”
“Ih timun mah pakai, Luc! gimana sih kamu, catet yang benar dong!”
Sepertinya sekarang Lucy sedang menghipnotis dirinya agar tetap tenang. Ya! aku dan Nia cukup jadi patung saja.
“Sabar Lucy, sabar! ini ujian buat kamu punya teman kayak si Mira.” Lucy menenangkan batinnya.
Sebelum bicara, Lucy menarik nafasnya dalam-dalam. “Ya udah nih kamu catat sendiri aja! jadi orang ribet banget sih!” tukasnya.
Melihat Lucy yang meletup-letup, aku dan Nia sepertinya berkata hal yang sama dalam batin kita.
“Astaga, rupanya Lucy udah gak bisa nahan sabarnya lagi, langsung meletus tuh gunung berapi nya.”
Beberapa menit setelah memesan menu kantin yang begitu dramatis akhirnya kita bisa makan siang juga.
Kini Lucy sudah selesai dengan antriannya, dan menuju meja kita. Sedangkan Mira tinggal menunggu satu es tea jus lagi.
Alhamdulillah. Gak perlu sampai sejaman, kitapun sudah selesai menyantap menu yang kita pesan beraneka ragam ini.
Tapi minuman tetap tea jus sebagai penyatu makanan kita. Rasanya kurang afdhol jika gak ada es tea jus.
Kita pun segera pergi dari kantin, karena masih banyak yang mengantri meja kosong. Sedangkan bel masuk tinggal 35 menit lagi.
Hari ini waktu terasa begitu cepat, aku yang masih fokus memperhatikan pak guru yang sedang menyampaikan materi langsung tersentak karena bel pulang.
“Perasaan baru beberapa menit bel istirahat, kenapa sekarang udah bel pulang aja?” batinku protes.
Tapi aku senang, sih. Itu artinya aku bisa chat sama dia lagi. Rasanya hari ini mau naik pesawat aja biar cepat sampai rumah, wkwkwk.
Lima puluh enam menit kemudian, aku sampai rumah bersama adikku yang manis, Elvina Umaiza.
Karena kita satu sekolah dan sama-sama kelas 3 jadi hampir selalu pulang bareng, jika Elvina yang pulang duluan otomatis Elvina harus menungguku, begitu juga sebaliknya.
Jika kalian berpikir kita kembar. Ya! kita memang kembar. Beda 3 tahun, maksudku kembar sekolahannya.
Yups! benar sekali, sekolahanku digabung dengan SMP dan SMA.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 62 Episodes
Comments
Imamah Nur
Kenapa nggak sekalian pesan timun emas 🤣🤣🤣
2023-07-15
0
Imamah Nur
Ide yang bagus biar nggak makan waktu
2023-07-15
0
Imamah Nur
Waduh ribet amet🤣
2023-07-15
0