Trapped In Past Love
Namaku Putri Marsha Canda, karena sebuah insiden 7 tahun lalu membuatku berubah lebih pendiam, dan aku pun gak pandai bergaul.
Namun aku bersyukur, karena saat masuk SMA ada 3 orang menghampiriku lebih dulu, dan kini kami menjadi teman.
Sekarang aku sudah di bangku kelas tiga, dan sekolah membuat kebijakan baru soal tempat duduk dengan menggunakan nilai semester 2 kemarin, kenaikan kelas.
Karena nilai fisikaku yang rendah, aku mendapatkan kelas IPS, dan pembagian tempat duduk di mulai beberapa bulan yang lalu.
Pada hari itu, semua murid berpakaian pramuka, juga kehebohan yang terjadi di sekitarku saat teman dudukku mulai menempati tempat duduknya.
“Cewek yang duduk sama si Fakri Sinandar beruntung banget, sih!”
Saat itu, semua siswi di kelas menatap iri padaku, kecuali Lucy. Dia adalah salah satu teman terbaikku.
Memori berakhir.
Dan sampai sekarang, anak-anak cewek di kelas masih menatapku dengan mata iri mereka setiap kali Fakri datang dan duduk di sebelahku.
Batinku selalu bertanya-tanya, “Kenapa mereka merasa iri? memang dia siapa sih? artis juga kayaknya bukan, apa anak artis?”
Aku mendesah berat, rasanya aku ingin pindah duduk jika bisa, tapi percuma saja, karena teman dudukku tetaplah seorang pria.
Beberapa menit lagi pelajaran pun akan segera di mulai, namun banyak anak kelas yang masih berada di luar, ada juga yang sedang bermain ponsel ataupun bercengkrama dengan teman sebangku.
Aku yang sudah duduk dan siap mengikuti pelajaran, tanpa sengaja melirik Fakri. Ia seperti sedang mengunggah sebuah foto di bangku taman pada sosial medianya.
“Oh, foto sama teman-temannya,” ujar batinku berkomentar.
Anehnya, entah mengapa salah satu dari mereka yang berada di foto itu membuatku terpaku, terkesima dengan aura yang ia pancarkan. Dan tanpa sadar mulutku bergumam, “Kalau jodoh gak akan kemana.”
Fakri yang mendengarku bicara dengan samar seperti ikhfa' akhirnya bertanya padaku.
“Hah! tadi kamu bilang apa?”
“Hmmm?” Aku menengok ke arahnya.
“Ng ... i—itu foto kalian bagus banget udah kayak k-pop gitu!” seruku mulai berkeringat dingin, seperti maling yang tertangkap basah ketahuan mencuri.
“Apa ucapanku tadi terdengar olehnya? aduh, kalo iya malu banget!” gumamku dalam hati.
“Cewek gak jelas!”
Fakri berujar dengan nada sinis dan wajah dinginnya. Ia juga menaruh kembali ponselnya ke dalam laci meja. Perkataan singkatnya mampu membuat darahku naik ke ubun-ubun.
Batinku menggerutu, “Hah! orang di puji kok malah bilang cewek gak jelas! harusnya bilang terimakasih atau apa gitu!”
Aku merasa sedikit kesal. Tapi aku juga tahu, apa yang dikatakannya tidaklah salah, jika mengingat tingkahku yang aneh tadi.
Selang beberapa menit bel pun berbunyi, menandakan pelajaran akan segera dimulai. Yang tadinya masih banyak siswa/i di luar, kini berbondong-bondong mulai masuk ke dalam kelas.
Waktu berlalu begitu cepat, semua mata pelajaran jam pertama dan kedua berjalan dengan baik juga lancar tanpa adanya tugas. Kini waktu istirahat pun tiba.
...Kantin...
Puk!
Seseorang menepuk pundakku, sedangkan aku masih merebahkan kepalaku di atas meja kantin yang sudah bersih tanpa makanan tersisa.
“Put, kamu kenapa? apa perutmu sakit?”
Aku menyinggahi seruannya dengan mendesah panjang dan berat, seakan aku habis mengeluarkan semua beban yang begitu berat bersama nafas yang aku hembuskan.
Teman-temanku saling melontarkan pandangan saat mereka melihatku yang hanya menghela nafas panjang, serta wajah yang dihiasi dengan tulisan tidak semangat.
“Gak sakit kok! cuma agak ngantuk aja, hehe,” ujarku cengengesan menjawab pertanyaan Mira tadi, teman baikku.
Kini berlanjut Lucy yang mengejekku sambil terkekeh menatapku yang baik-baik saja.
“Udah kayak kebo aja, baru selesai makan udah ngantuk.”
Akupun hanya diam mematung, tak merespon ejekannya. Karena fokusku masih memikirkan kejadian tadi pagi.
Batinku benar-benar tak habis pikir, “Kenapa aku bisa bilang kayak tadi sih?! dan dari sekian teman cowoknya Fakri kenapa cuma dia yang membuatku tertarik?”
“Kenapa juga cuma dia yang aku lihat? udah seperti jatuh cinta pada pandangan pertama aja!” lanjut batinku merasa malu.
Teng tong! teng tong!
Bel istirahat selesai, dan pelajaran ke tiga akan segera di mulai. Tapi aku gak bisa konsentrasi sama sekali.
Salah satu teman Fakri yang kulihat satu detik di balik layar itu mampu membuat pikiranku menjadi ambyar.
Waktu berjalan begitu gesit, tak terasa pelajaran keempat sedang berlangsung, atau yang biasa kami sebut pelajaran terakhir.
Jam dinding kembali berkeliling dengan acapnya. Kini bel pulang telah mengangkat suaranya, berdering menyanyikan lirik teng tong! teng tong!
Aku yang mendengar bel pulang, langsung menyambutnya dengan wajah ceria bak anak kecil mendapatkan mainan.
Tak butuh waktu lama, aku segera bergegas memasukkan buku ke dalam tas ransel yang berukuran medium itu. Setelah semua bukunya masuk, aku segera meluncur meninggalkan kelas.
Lucy yang melihatku pergi begitu saja dan melupakannya, membuat ia merasa aneh dan tampak kebingungan.
Sorot mata Lucy menembak punggung Fakri. Karena saat jam pertama, Lucy melihatku dengannya saling bertukar kalimat, dan sikapku menjadi aneh setelahnya.
...***...
Kesokan harinya, hari Minggu. Aku yang sendirian di rumah merasa bored. Karena mama, papa, dan adikku sedang pergi ke Yogyakarta, menghadiri nikahan sepupuku.
Aku adalah seorang pemabuk berat. Daripada setiap mobil melaju aku muntah-muntah bak hamil muda. Lebih baik menjaga rumah saja.
“Haish! bikin mager aja, mana rumah sepi gini!” ucapku merebahkan diri di sofa panjang nan empuk sambil menonton tv.
Tanganku meraba-raba meja dekat sofa. “Mama, papa, dan Elvina juga lagi ke nikahan sepupu yang di Jogja, dan katanya sampai rumah nanti malam,” ujarku berhasil memancing benda kerdil di atasnya
“Main sosmed aja deh,” sambungku yang kini benda kerdil itu sudah dalam genggaman jari jemariku.
Ketika aku sedang scroll-scroll layar, tiba-tiba aku teringat dengan foto yang Fakri unggah sabtu kemarin. Sifatku yang selalu ingin tahu, membuatku langsung mencari akun Fakri tanpa pikir panjang.
“Kalo gak salah ingat, namanya ...” Aku berusaha keras mengingat nama akun yang aku lihat hanya sekelebat mata.
“Fakri Sinandar!” pekikku menjentikkan jari dan segera mengetik namanya di kolom pencarian.
“Ah, ketemu! apa aku coba cari aja ya di unggahan itu? siapa tahu ada tag akunnya.”
Setelah itu ....
“Wah! benaran ada tag akunnya.” Aku mengklik salah satu akun yang ada di foto.
“Oh, jadi namanya Nathan.” Aku tersenyum memandangi nama yang tertera di akun itu.
“Eh! kok, Lucy sama Mira follow dia juga? apa mereka berdua kenal sama Nathan?” lanjutku mengambil cemilan yang tergeletak di atas meja.
Setelah tahu akunnya Nathan, aku merasa senang bukan kepalang. Karena aku terus berpikir apakah mereka mengenal Nathan atau enggak?
Tanpa sadar aku sudah hanyut dalam mimpiku. Tiada tahu kalo jariku telah menyentuh layar ponsel yang masih menyala, membuatku jadi mengikuti akunnya.
Satu jam kemudian, mamaku yang baru sampai rumah langsung melihat anak gadisnya tengah tertidur pulas di sofa, dan ia langsung membangunkanku agar pindah ke kamar.
Aku yang setengah sadar langsung masuk kamar dan menjatuhkan diriku di ranjang bermotif hello kitty.
Akupun melanjutkan mimpiku tanpa mengecek ponsel, bahkan aku rebahkan benda kerdil itu diatas telapak tangan.
...***...
Sang pelita usai pancarkan sinarnya. Burung-burung mulai paduan suara di arah pohon dekat kamar bernuansa lavender, bersolek karakter yang imut nan lucu.
Di balik jendela luar yang terbuka satu pintu, terpotret sosok gadis yang sudah rapih berseragam putih abu, dibalut hijab putih persegi yang ia lipat menjadi segitiga.
Gadis itu kini sudah finish menautkan hijabnya. Sekarang ia tengah menyiapkan buku pelajaran yang diambilnya dalam sekat rak buku dekat jendela.
Jari-jarinya gercap memasukan buku itu ke dalam ransel. Saat ini tangannya telah berpindah mengikat tali sepatu berwana hitam.
Karena sudah aturan dari sekolah yang melarang muridnya untuk pakai sepatu pelangi, kecuali hitam atau hitam putih.
Krieett~ pintu kamar terbuka, gadis itu lekas pergi menghampiri ruang makan yang berjarak lima langkah dari kamarnya.
“Mah, Putri berangkat sekolah dulu ya takut terlambat.”
Aku menjabat tangan mamaku, mengecupnya dengan batang hidung, sambil aku hirup aroma tangannya yang harum masakan, berharap doa darinya untuk memulai aktifitasku.
Dengan memberikan tangannya, mamaku menatap heran dan langsung menjelangak ke atas, di lihatlah jam dinding yang masih menunjukkan pukul 06:17 WIB.
“Tumben, Put. Ini aja baru jam enam loh!”
“Emmm ... iya, Ma! kan sekarang hari senin, Putri juga ada jadwal piket, jadi harus lebih awal berangkatnya!” tuturku mengalihkan pandangan sambil menggaruk pelipisku yang tak gatal.
“Sudah ya, Mah! bye!” Aku mencium singkat pipi mamaku dan langsung meluncur keluar rumah.
Dalam perjalanan ke sekolah, aku selalu merasa bersalah dan terus kepikiran karena sudah membohonginya.
Tapi, kalo aku berangkat seperti jam biasa, aku pasti akan mendapati Fakri yang sudah duduk di kelas, dan itu akan terasa canggung banget.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 62 Episodes
Comments
💞 Lily Biru 💞
langsung suka bree... pdhal ga nengok langsung... ajegilee
2023-06-10
1
💞 Lily Biru 💞
kan yg kamu puji bukan dia
2023-06-10
1
💞 Lily Biru 💞
makanya jadi pinter biar sama cwo pinter 🤣
2023-06-10
1