...PERJALANAN...
...Penulis : David Khanz...
Seorang lelaki muda tengah duduk lemas di bangku pinggiran jendela bis yang ditumpanginya. Sorot matanya resah dengan dengus nafas yang sesekali menghentak keras, seakan tengah berusaha membuang rasa kesal serta amarah yang tengah bergolak di dalam dada.
Berulang kali terlihat menatap jam tangan yang melingkar erat di pegelangan. Seiring itu pula raut mukanya nampak semakin tersiksa. Sampai kemudian dia segera beranjak dari tempat duduk.
Bergegas dengan langkah setengah berlari menuju bagian depan bis, mencari-cari dengan tatapan mata penuh kekesalan.
"Masih lama, Pak?" tanya lelaki muda itu pada seseorang yang mengenakan seragam biru langit.
"Belum tahu, Mas. Kami masih berusaha memperbaiki kerusakan mesin bis ini," jawab orang yang berseragam biru itu sambil berusaha tersenyum di tengah kekalutan yang menggayuti wajah tuanya.
"Sampai kapan?"
"Semoga cepat teratasi ya, Mas. Mohon doanya saja."
Kembali decak kekesalan keluar dari bibir lelaki muda itu. Dia sudah tak bernafsu untuk kembali bertanya.
Melongok keluar sebentar melalui pintu bis yang terbuka lebar, lelaki itu menyapu pandangan pada sekitar tempat di mana kendaraan itu berhenti. Nampak pemandangan alam yang dipenuhi pepohonan hijau serta ilalang nan lebat. Seperti sebuah perkebunan asing yang jarang disinggahi manusia.
Lelaki itu turun dari dalam bis, lalu berjalan menyusuri pinggiran jalan beraspal. Penumpang lainnya juga banyak yang berkerumun di bawah payung semak belukar untuk mengusir hawa panas yang dirasakan.
Tidak jauh dari sana lelaki itu melihat ada sebuah gubuk tua berlantai bambu dan beratapkan ilalang kering.
"Mungkin saja sopir dan kondektur bis itu masih sibuk memperbaiki mesin. Tidak ada salahnya jika aku beristirahat sejenak di dalam gubuk itu. Daripada harus berdesakan dengan hawa panas tubuh manusia-manusia yang memuakkan itu!" begitu pikir lelaki itu sambil melangkah menuju tempat yang dimaksud.
Benar saja, begitu dia rebahkan tubuhnya di atas balai bambu, hawa sejuk langsung menyambut menghampiri. Sejenak melihat jam tangan yang sudah menunjukan pukul empat sore. Mungkin tidak ada salahnya jika waktu luang ini digunakan untuk menunaikan kewajiban sebagai seorang muslim. Toh, mesin bis itu masih belum juga selesai diperbaiki.
Mencari-cari sebentar di sekitar area gubuk, siapa tahu menemukan sumber air yang bisa digunakan untuk berwudhu. Namun tidak ada setetes pun air di sana.
Akhirnya lelaki itu memutuskan untuk bertayamum. Berharap setelah salat nanti bis itu akan segera bisa kembali berjalan mengantarnya menemui sosok-sosok yang dikasihi. Istri dan anak-anak tercinta yang sudah hampir setahun ini terpisah karena satu alasan klasik, mencari penghidupan baru dalam sebuah pengembaraan.
Ya, sangat berharap sekali Tuhan berkenan untuk mendengar dan mengabulkan permohonannya untuk bisa segera pergi dari tempat di mana saat itu berada. Bahkan setelah selesai menunaikan ibadah pun, kendaraan tua itu masih saja tetap berdiri di sana.
Mungkinkah suara hatinya itu masih belum dikehendaki Tuhan? Atau Tuhan tidak sempat melihatnya tadi bersujud dengan sebuah pengharapan besar? Entahlah, yang pasti belaian semilir angin sejuk yang datang, kian membuat mata lelaki itu semakin meredup. Sebentar kemudian terlelap dalam buaian alam pikiran yang berubah menghitam.
Sampai kemudian lelaki itu terbangun dengan rasa kejut yang luar biasa. Dia langsung berdiri dengan wajah memucat.
Ada apa gerangan?
Bis itu sudah tidak ada lagi di tempatnya. Sopir sialan itu pasti sengaja meninggalkan lelaki muda itu di tengah alam yang sudah menggulita dan temaram di bawah sinar rembulan yang membulat sempurna.
Seketika amarahnya memuncak. Ungkapan caci maki dengan bahasa yang tidak pantas pun berhamburan dari mulut lelaki itu. Terutama ketika dia menuduh Tuhan telah berlaku tidak adil pada dirinya.
"Aku meminta pada-Mu dengan baik-baik tapi mengapa Kamu justru memberikan kesengsaraan yang tidak aku inginkan ini, Tuhan? Katanya Kamu Mahapengasih dan Penyayang? Apa buktinya? Lihat dengan Mata Kekuasaan-Mu di sana, aku seorang diri di sini tanpa tahu arah! Kamu biarkan aku berada dalam kegelapan dan Kamu hanya mengutus bulan itu sebagai penerangnya? Keadilan macam apa ini?" seru lelaki itu dengan nafas mendengus penuh bara amarah.
Sambil melangkah gontai menyusuri jalanan beraspal namun sunyi, lelaki itu terus meratapi 'kesialan' yang tengah menimpanya. Sesekali dia menoleh ke belakang. Berharap ada sebuah kendaraan yang melintas. Namun sejauh dia melangkah, harapan itu tidak pernah didapatkan.
Kembali dari bibirnya menceracau kicauan yang sangat 'menyakitkan'. Bahkan ketika sayup-sayup kumandang adzan dari kejauhan, lelaki itu masih berjalan lemah menyeret kaki, seakan telah membeku dibalut keletihan.
"Aku tidak tahu apakah itu adzan Isya ataukah Subuh? Tapi sejauh aku melangkah saat ini, aku yakin itu pasti panggilan untuk bersujud pada-Mu menjelang pagi kan, Tuhan? Tapi Kamu terlalu 'tuli' untuk mendengarkan doa-doaku dari kemarin sore. Dan sebagai balasannya, kali ini aku tidak mau bersujud pada-Mu, Tuhan! Tidak! Kamu telah memberi aku kesengsaraan ini!"
Lelaki itu menyeringai dengan puas dan sesekali matanya menatap ke atas lalu meludah. Seakan sedang menantang Tuhan yang tak kunjung menolong.
Sampai akhirnya lelaki itu sudah tidak mampu lagi melangkahkan kaki. Rasa letih yang teramat sangat dirasakan, memaksanya untuk segera menyudahi perjalanan itu untuk sementara waktu.
Dia terduduk lemah di pinggir jalan dengan tubuh yang basah dibanjiri peluh. Kemudian tertidur di antara rasa lelah dan kantuk yang kian mendera. Semua terjadi begitu saja tanpa disadari. Mungkin saja Tuhan sengaja membiarkannya tertidur di sana agar lelaki itu tidak terus menerus memaki-Nya?
"Mas, bangun, Mas! Kenapa tidur di sini?" satu suara membangunkan lelaki muda itu.
Masih didera rasa kantuk dan lelah yang masih tersisa, dia memperhatikan sosok yang membangunkannya barusan.
"Siapa kamu? Apakah kamu Tuhan? Atau utusan-Nya?" tanya lelaki itu setengah sadar sambil tertawa cengengesan.
"Bukan, Mas. Saya penduduk daerah sini yang kebetulan lewat dan melihat Mas ini tergeletak di sini. Tadinya aku kira mas ini pingsan atau .... "
"Mati ... maksudmu? Biarkan saja aku mati di sini. Toh, itu yang diinginkan Tuhan di atas sana, kan?"
"Jangan ngawur, ah, Mas. Aku lihat Mas ini butuh istirahat. Lebih baik Mas ke rumahku saja. Tidak jauh dari sini, kok. Yuk, naik ke motorku. Mas ini pasti lapar juga kan?"
Benar.
Perutnya memang terasa perih sekali. Perjalanan semalam benar-benar menguras semua persediaan tenaganya. Dan sejauh itu pula perutnya belum terisi apa pun.
Akhirnya lelaki itu menuruti ajakan si lelaki penolong tadi. Sepanjang perjalanan tidak terucap sepatah kata pun dari mulut mereka. Diam membisu dengan isi kepala yang sama-sama dipenuhi berbagai pertanyaan aneh.
Di tengah perjalanan, keduanya berhenti. Di depan jalan sana banyak berjejer kendaraan dan orang-orang yang berkerumun. Semuanya tertuju pada satu arah. Tepatnya pada sebuah tebing curam di pinggir jalan.
"Ada apa, Pak?" tanya lelaki penolong tadi pada salah seorang warga yang sedang berkerumun.
"Ada kecelakaan! Ada bis masuk ke jurang bawah sana!"
"Kapan?"
"Sepertinya, sih, tadi malam. Menurut petugas polisi yang turun ke bawah sana, kondisi bis dalam keadaan hancur dan semua penumpang yang ada di dalamnya tidak ada seorang pun yang selamat!"
"Meninggal semua?"
"Iya, Pak!"
Lelaki muda itu segera turun dari atas motor. Walau dengan sekujur tubuh yang masih lemas, namun sepertinya ada kekuatan yang menuntunnya untuk melihat ke bawah sana.
Samar-samar di antara rimbunan pepohonan yang sudah rusak tergerus badan kendaraan yang tergolek di bawah sana, dia mengenali ciri-ciri onggokan kendaraan itu. Ya, itu, kan, bis yang dia tumpangi dan mogok kemarin.
Ya, Tuhan!
Benar, itu memang bis yang dimaksud. Seketika tubuh lelaki itu ambruk ke tanah. Dia menangis sambil bersujud di atas tanah pijakannya.
"Ya, Allah! Aku mohon ampun! Maafkan aku, Tuhan!"
Lengkingan suaranya yang memekik disertai isak tangis penyesalan seketika membahana memenuhi alam sekitar. Lelaki itu meraung-raung memohon ampun. Tidak peduli keadaan sekitar yang dipenuhi sosok-sosok manusia ....
Manusia? Mana?
Tadi di sana banyak berkerumun sosok-sosok manusia dan belasan kendaraan. Tapi ke mana mereka semua? Lelaki penolong tadi itu? Dia pun tidak ada di sana.
Ya, Tuhan!
Bahkan sepertinya hanya lelaki muda itu seorang yang ada di sana. Lebih tepatnya tidak terdapat tanda-tanda ada orang-orang yang pernah berada di sana terkecuali lelaki muda itu seorang. Lalu, bis yang masuk jurang itu?
Betul, memang di bawah jurang sana ada sebuah kendaraan besar tua yang sudah sangat dia kenali. Terhempas dengan badan kendaraan yang sudah hangus terbakar dan pastinya tidak ada seorang pun yang selamat di dalam sana.
Entahlah ....
...~ Selesai ~...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 34 Episodes
Comments