“Aku bukan malaikat berhati baik. Aku hanya seorang pria egois yang fokus pada ambisiku untuk mati. Segala hal yang aku lakukan hanya agar kematian mendatangiku lebih cepat. Aku tidak membutuhkan terima kasih kalian.”
~•~
Adriana dan Tama. Victor yakin dua nama ini tidak asing di telinganya. Ia pernah mengenalnya di suatu tempat.
“Benar juga, dia korban bunuh diri pertama yang kutemui setelah yayasan berdiri.”
Nama Adriana membuat Victor bernostalgia mengenai perjuangannya mendirikan yayasan. Ia harus bergadang berhari-hari untuk menyelesaikan proposalnya. Setelah itu mengumpulkan donasi dari banyak sumber.
Mungkin, hari-hari itulah yang paling melelahkan di hidup Victor. Sebab, tidak banyak orang yang mau menghabiskan waktu dan uangnya untuk membantu. Yayasan itu sendiri tidak meyakinkan.
Meski hanya dengan sedikit pengurus, dan kantor kecil, Yayasan yang direncanakan Victor berhasil diresmikan. Seperti keajaiban, tapi sesuai dengan kerja keras Victor.
Masalah terberat mungkin sudah berlalu. Namun, tidak banyak yang bisa mereka lakukan dengan dana dan tenaga terbatas. Hari itu semuanya berkumpul untuk membuat perencanaan.
Hari pertama yayasan berdiri, dan Victor sudah merasa suntuk dengan kegiatannya. Dia mendirikan yayasan ini bukan agar dirinya bisa duduk diam.
“Aku akan pergi sebentar,” ucap Victor.
“Tapi-”
Ginette dan rekan-rekannya saling tatap dengan tidak nyaman.
“Sudah kubilang, ‘kan. Yayasan ini tidak akan punya masa depan. Lihat saja pemimpinnya, pergi sesuka hati,” protes salah satu diantara mereka.
“Sebenarnya, aku juga tidak ingin berada di sini,” timpal yang lain. “Jika sudah mendapatkan pekerjaan tetap, aku akan keluar dari sini.”
“Aku akan menegurnya,” ucap Ginette selaku yang paling tua. “Jadi, tolong pikirkan kembali sebelum berhenti. Setidaknya mari kita lihat perkembangannya dalam satu bulan ini, ya?” bujuknya.
Ginette adalah satu-satunya orang yang dengan suka rela menjadi bagian dari yayasan. Dia bahkan keluar dari pekerjaannya dalam sekejap setelah Victor menyinggung akan mendirikan yayasan ini.
Meski tidak meyakinkan, Ginette percaya niat baik Victor akan membawa kebaikan.
Sementara itu, Victor telah memacu motornya di jalan raya yang padat. Bergerak secepat mungkin menuju tempat yang ditujunya.
“Jika terlambat, mungkin saja gadis itu sudah meninggal,” pikir Victor.
Alasan Victor pergi tanpa penjelasan adalah berita yang dibacanya ketika berada di yayasan. Tentang seorang gadis yang mencelakai dirinya karena cinta. Lebih tepatnya, karena malu setelah gagal menjebak orang yang dicintainya sebelah tangan.
Pikiran manusia memang tidak bisa diprediksi. Berapa kali pun dipikirkan, Victor tetap tidak mengerti dengan jalan pikiran Adriana. Apakah manusia bisa mencintai manusia lain hingga seperti itu?
Dua jam berlalu dengan pertanyaan yang tidak kunjung mendapat jawaban. Lupakan saja. Victor sekarang sudah sampai di rumah sakit tempat Adriana dirawat. Jawaban itu akan segera didapatkan ketika dia bertemu dengannya.
Victor tersenyum miring menatap gerombolan wartawan yang berkumpul di depan rumah sakit. Dengan ayah konglomerat, dapat dipastikan tidak akan ada wartawan yang dapat menemui gadis itu.
Berbeda dengan para wartawan itu. Victor adalah pembicara yang handal, dan ada yayasan yang bisa digunakannya sebagai pendukung. Dengan sedikit negosiasi, ia sudah bisa berada di kamar gadis itu.
“Adriana?” panggil Victor.
“Ya?” jawab gadis yang duduk bersandar di ranjang.
“Hai. Namaku Victor, dari yayasan-”
“Keluar!” potong gadis lain yang duduk di sebelah ranjang. “Kamu pasti cuma wartawan yang menyamar! Pergi! Aku tidak akan membiarkan kakak digosipkan lagi!”
“Sepertinya kamu salah paham.” Victor memasang senyum paling ramah yang ia punya.
“Tama,” panggil Adriana sambil menarik lengan gadis yang dipanggilnya. “Tidak mungkin wartawan bisa masuk ke sini, kan?”
Adriana memiliki senyum yang memukau. Sangat tenang. Tidak seperti seseorang yang baru saja selamat dari percobaan bunuh diri. Akan tetapi, Victor melihat kerapuhan dibalik pandangannya.
“Apa aku bisa bicara berdua saja dengan Adriana?” pinta Victor.
“Tidak boleh! Tidak ada jaminan kamu tidak akan menyakiti kakak,” tolak Tama.
“Tenang saja. Aku tidak mungkin menyakiti kakakmu,” bujuk Victor. Ia menepuk lembut kedua bahu Tama. “Kamu pasti sangat menyayangi Adriana. Jadi, aku akan menjaganya untukmu.”
“Ba-baiklah. Tapi hanya sebentar,” balas Tama, lalu melirik kakaknya. “Jika dia melakukan hal buruk, langsung berteriak, ya.”
Adriana mengangguk dengan anggun. “Jadi, apa yang kamu rencanakan? Aku baru tahu yayasan sosial bisa mengirimkan seseorang untuk menemui wanita sepertiku.”
Pernyataan yang penuh kecurigaan dari Adriana sama sekali tidak membuat Victor tersudut. Setelah meletakkan bunga yang dibawanya, pria itu duduk sambil mengupas sebuah apel.
“Aku juga tidak pernah mendengar yang seperti itu. Sejujurnya, aku memang tidak dikirim oleh yayasan. Yayasan itu bahkan belum genap berusia 24 jam.” Victor mengakui kebohongannya tanpa rasa bersalah.
“Apa kamu dikirim oleh bajingan itu?” Adriana menatap Victor dan pisau ditangannya dengan tajam. “Sama-sama bermulut manis, pasti juga sama bajingannya.”
“Pisau ini mengkhawatirkan? Baiklah, kamu bisa memegangnya untuk pertahanan diri jika aku melakukan hal buruk,” ucap Victor sambil menyerahkan pisau di tangannya.
Adriana merasa jijik dengan perlakuan Victor. Ekspresinya seolah ingin mengatakan, “Enyahlah.”
“Aku datang atas kemauan sendiri. Ehm, anggap saja ingin membesuk teman.” Victor mengangkat bahu. “Teman satu tujuan,” tambahnya dalam hati.
“Aku tidak akan pernah mempercayai ucapan pria mana pun, apalagi yang bermulut manis sepertimu. Pergi!” usir Adriana.
“Kamu seperti baru saja dibohongi pria brengsek, heh?” celetuk Victor. Ia mencoba mengingat kembali bagaimana wartawan menuliskan keadaan Adriana. “Oh, apa itu artinya yang ada di berita berbanding terbalik dengan kenyataannya?”
Adriana memalingkan wajahnya. Rumor tentang dirinya yang menggoda dan ingin menjebak pria yang disukainya itu tidak benar. Dan dia mencoba bunuh diri bukan karena tidak sanggup menanggung malu.
Victor memijat pelan pergelangan tangan Adriana, sehingga gadis itu pun refleks menoleh.
“Aku ini bukan adik yang kamu sayangi dan ingin kamu lindungi. Aku hanya orang asing. Kamu bisa mengatakan apa pun padaku, kamu bisa menunjukkan sisi lemahmu jika perlu,” ungkap Victor.
Adriana ingin menolak, tapi air mata mendahului penolakannya. Dengan suara serak ia menceritakan betapa ia mencintai Will. Dia begitu bahagia ketika pria itu menyatakan perasaan.
“Aku kira dia sungguhan mencintaiku,” lirih Adriana.
Dengan berbagai alasan yang diberikan Will, mereka pun sepakat untuk menjalin hubungan diam-diam. Hubungan itu berjalan lancar selama 2 tahun, tanpa diketahui siapa pun.
Satu minggu yang lalu, Will mengirim pesan menyuruh Adriana datang ke rumahnya. Adriana pikir, mungkin ia akhirnya akan diperkenalkan pada keluarga pria itu. Sayangnya, dia salah.
Sore itu Adriana disambut oleh Will yang sedang tidak sadar karena efek alkohol. Tanpa mengatakan apa pun, Will menarik Adriana masuk, lalu mulai menggerayangi tubuhnya dan mengucapkan kata-kata bejat.
...~•~...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 34 Episodes
Comments
Auraliv
ini victor gak bakalan mati kan? 🤧
2023-01-18
1