Pingsan di Kelas

Suara-suara gaduh di dalam kelas membuat suasana hati dan pikiran Dinda semakin tak karuan. Kepalanya mendadak pusing dan penglihatannya berkunang-kunang. Namun ia masih bisa untuk menahan dirinya.

Sang Guru mencoba menenangkan murid yang lain agar jangan berbuat gaduh dengan menggebrak meja. Seketika semua murid terdiam. Dinda merasa sedikit lega, namun rasa pusing di kepalanya masih sangat terasa.

Setelah semua murid terdiam, Budi menyuruh Dinda dan Arista kembali ke tempat duduknya. Disaat yang bersamaan, datang seorang siswa dengan nafas terengah-engah mengetok pintu.

" Tok Tok Tok.."

Semua mata tertuju pada sosok bocah laki-laki yang telah berdiri di depan pintu. Dia adalah Bary. Dengan merundukkan kepalanya ia menyapa Sang Guru.

" Selamat pagi, Pak Guru." ucap Bary sembari tersenyum.

Melihat kedatangan Bary, Dinda seakan tak bisa bergerak. Tubuhnya kaku seakan tak punya tenaga lagi untuk melangkah.

" Apa kamu murid kelas ini?" tanya Budi pada Bary.

" Benar, Pak. Maaf saya terlambat. Karena saya harus menemani Ibu saya menjemput Ayah saya di rumah sakit." jawab Bary dengan kepala masih merunduk.

" Oh, jadi begitu. Baiklah, masuklah dan perkenalkan dirimu di depan teman-temanmu." pinta Sang Guru pada Bary.

Bary pun memberanikan diri untuk masuk dan berdiri disamping Dinda yang masih berdiri di depan. Sang Guru kemudian menegur Dinda dan menyuruhnya untuk kembali ke tempat duduk.

Namun Dinda tak merespon ucapan Sang Guru. Kepalanya semakin terasa pusing. Penglihatannya pun kembali berkunang-kunang. Setelah ia memanggil nama Bary, tak berapa lama ia roboh tak sadarkan diri. Beruntung Bary dengan cepat menangkap Dinda.

Suasana kelas menjadi ramai kembali ketika mengetahui kalau Dinda pingsan. Beberapa siswi beranjak dari tempat duduknya, termasuk Arista untuk membantu Dinda.

Dinda lalu dibawa ke ruang UKS untuk mengistirahatkannya. Arista disuruh Sang Guru untuk menemaninya hingga siuman. Sementara Bary diizinkan menjaga diluar UKS dengan alasan, Bary lah penyebab Dinda pingsan.

" Arista, apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa ia mendadak pingsan? Aku juga sempat mendengar dia memanggilku lalu tiba-tiba ambruk sampai pingsan."

" Eh, sebenarnya aku tidak tahu. Tapi sepertinya dia terus memikirkanmu. Dia dari tadi mencarimu. Eh..yang dicari nggak nongol-nongol."

" Dia mencariku? Untuk apa?" tanya Bary.

" Ya, aku tidak tahu. Dia sempat menanyakan kepadaku, kemana Bary. Tapi aku bilang tidak tahu. Sampai masuk dikelas, dia juga seperti orang aneh. Kayaknya banyak beban dipikirannya."

" Masa karena memikirkanku dia langsung pingsan. Sepertinya nggak mungkin. Rista, jangan mengarang cerita."

" Hemhh..ya sudah kalau nggak percaya. Dia itu sepertinya menyukaimu."

" Apa?!" tanya Bary terkejut.

" Aku rasa dia menyukaimu. Tapi suka yang seperti apa, aku tidak tahu. Mungkin saja dia mencintaimu."

" Hushh... jangan ngawur. Kita ini masih lulusan SD. Aku nggak berani memikirkan hal percintaan."

" Bary, dia sendiri yang mencintaimu. Mungkin sekarang baru benihnya saja. Tapi itu tergantung kamu. Jika kamu menyambutnya, mungkin benih itu akan terus tumbuh."

" Walah... Omonganmu kaya orang dewasa saja, Rista. Kenal saja baru kemarin, mana mungkin dia menaruh hati padaku. Aku nggak mau percaya dengan karanganmu."

" Oke..nggak apa kalau kamu nggak percaya. Tapi kalau omonganku terbukti, kamu harus traktir aku makan seminggu penuh. Bagaimana? Setuju?"

" Rista..Rista.. Kamu tahu aku lagi dalam kesulitan, masih saja memerasku. Aku nggak mau."

" Hahaha... Aku nggak memeras, cuma saja kalau omonganku ini benar, berarti menguntungkanmu. Omonganku ini seharusnya menjadi rahasia, tapi untukmu aku nggak akan merahasiakannya. Tapi, tidak gratis lho.."

" Hemhh.. Oke, jika dia mencintaiku aku juga tak bisa melarangnya. Tapi aku nggak bisa menerimanya. Sekarang yang aku pikirkan adalah bagaimana caraku mencari uang dan bisa sekolah. Itu saja tujuan utama hidupku, Rista."

" Upss..oke lah. Aku tahu posisimu saat ini. Kamu sekarang jadi tulang punggung keluarga. Yah, aku saranin sebaiknya kamu memang harus fokus sama tujuan hidupmu. Tapi, aku mohon dengan sangat kepadamu. Jangan abaikan, Dinda. Dia cewek yang baik. Meskipun aku baru mengenalnya. Aku yakin dia orangnya setia. Kamu akan sangat beruntung jika memilikinya, Bary."

" Aduhh..sepertinya kamu itu mendukungku. Tapi juga memberiku pilihan yang sulit. Bisa tidak kalau tidak usah menambahkan hal tentang cewek, di topik kita."

" Terserah kamu saja, Bar. Aku itu peduli sama kamu dan Dinda. Dia itu teman baikku saat ini. Aku ingin menjaganya. Dan aku ingin dia mendapatkan sesuatu yang baik yang dia inginkan. Dia sepertinya menginginkanmu, Bary. Dan aku tahu kamu. Kamu orangnya nggak pernah macam-macam. Kamu pintar, sopan sama semua orang. Dan kamu juga punya kepribadian melindungi siapapun yang berada didekatmu. Nggak salah kan, kalau aku memilih kamu untuk mendampinginya?"

" Aku nggak bisa berkata-kata lagi, Rista. Aku pusing."

Disaat Arista dan Bary sedang bicara, tiba--tiba Dinda tersadar dari pingsannya. Ia kemudian menatap ke arah Bary dan Arista yang duduk tak jauh dari tempatnya berbaring. Namun karena saking seriusnya Bary dan Arista berbicara, mereka tak sadar kalau Dinda sudah tersadar dari pingsannya. Sengaja Dinda diam dan tak mengusik pembicaraan mereka. Ia ingin tahu apa yang Bary dan Arista bicarakan.

" Bary, aku mohon. Setidaknya kamu menyambutnya. Itu saja. Aku ingin kalian semakin dekat. Nggak apa kalau hanya sebatas teman dekat dulu. Lagi pula kalian masih lulusan SD. Tunggu sampai Kalian lulus, baru kalian bisa pikirkan langkah ke depannya, bagaimana."

" Rista, apa Dinda itu anak yang baik seperti yang kamu katakan?"

" Aduhh...masih tanya juga. Dia itu seratus persen baik. Aku nggak mungkin berbohong kepadamu. Yang penting jika kamu bersamanya, jangan buat dirinya menjadi buruk."

" Tapi aku nggak tahu apa yang harus ku lakukan untuknya, Rista."

" Kamu bisa lakukan apa saja untuknya, Bary. Aku yakin kamu akan secara otomatis melakukan hal yang baik. Yang penting kamu harus bersamanya."

" Aku tidak bisa, Rista. Sudahlah..jangan memaksaku. Aku tak ingin memikirkan tentang Dia."

" Kamu harus bi.." ucapan Arista tertahan ketika Dinda memanggilnya.

" Rista, apa yang kamu lakukan? Jangan memaksa kehendak apapun pada orang, Rista."

Mendengar ucapan Dinda, Arista menjadi gelagapan. Ia bingung harus berbicara apa. Lidahnya seperti kelu. Mulutnya seperti tak bisa berkata-kata. Sementara itu wajah Bary tampak memerah. Ia malu dan tak enak hati, dengan ucapan yang ia katakan sehingga Dinda mendengarnya.

" Eh.. Dinda kamu sudah sadar?" tanya Rista untuk mengalihkan pembicaraan. Ia lalu mendekati Dinda dan menggenggam tangannya.

" Rista, aku sudah dengar apa yang kalian bicarakan."

" Dinda, maafkan aku. Aku hanya mencoba untuk.."

" Sudahlah, Rista. Jangan membicarakan soal hubungan." Dinda memotong ucapan Arista.

Arista lalu terdiam. Ia merasa sangat tak enak hati pada Dinda. Ia terus menggemgam tanga Dinda berharap Dinda tak marah kepadanya.

Sementara itu, Bary hanya duduk terdiam dan tak mampu berkata-kata. Ia tak tahu harus bicara apa dan dengan siapa. Namun disaat kebingungannya memuncak, Dinda memanggilnya.

" Bary.."

" Iya, Dinda." sahut Bary lalu menghampiri Dinda yang masih terbaring.

" Jangan dengarkan kata-kata Rista. Dia berkata bohong kepadamu." ucap Dinda dengan nada lembut.

" Dinda..jangan bohongi perasaanmu. Ayolah.." ucap Rista yang tak terima dirinya dituduh berbohong.

" Dinda..maafkan aku. Rista tak mungkin berbohong kepadaku. Dia sahabatku dari kecil. Kami suka bercerita tentang masalah kami. Kami tak pernah menyembunyikan hal yang sangat penting."

" Jadi kamu percaya kata-kata Arista?"

Bary menganggukkan kepalanya lalu menunduk.

" Lalu jika kamu percaya dengan kata-kata Rista, apa yang ingin kamu lakukan?"

" Dinda..masih ada banyak waktu untuk kita. Lebih baik kita jalani dulu persahabatan kita. Aku yakin, jika kita mempunyai tujuan yang sama, kita pasti akan bertemu dalam satu ikatan."

Dinda tersenyum mendengar kata-kata Bary. Kata-katanya membuat hatinya sejuk. Ia seperti ingin memeluk Bary seperti kisah sinetron remaja di TV. Namun ia sadar, dirinya masih terlalu kecil untuk melakukan itu.

Rista pun juga tersenyum melihat Dinda dan Bary tersenyum. Ia sangat bahagia melihat temannya bahagia. Ia pun sesekali menggoda Dinda dan Bary.

Susasana di UKS menjadi sedikit ramai dengan gelak tawa dan canda dari ketiga murid baru itu. Tak terasa waktu semakin berlalu. Dinda yang sudah merasa baikan, memutuskan untuk kembali ke kelas, dengan di iringi Bary dan Rista di sampingnya.

......................

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!