Di Kantin

Seminggu kemudian, pengumuman penerimaan siswa baru telah di terbitkan. Dinda datang lebih awal ke sekolah. Dia melihat ke papan pengumuman di depan ruang kepala sekolah.

Kedua matanya tertuju pada papan pengumuman. Ia berulang kali melihat ke atas hingga ke bawah. Namun ia tak menemukan namanya. Ia mulai cemas, sekujur tubuhnya seakan tak bertulang. Keringat dingin mulai membanjiri wajah hingga tubuhnya.

Ia tak menyangka dirinya tak diterima di sekolah favorit pilihannya. Ia tertunduk lesu lalu berjalan mencari tempat duduk. Tiba-tiba saja seseorang datang lalu menepuk bahunya.

" Plakkk.."

Dinda terkejut hingga hampir terjatuh. Ia lalu menatap seseorang yang sudah duduk dan berada disampingnya.

" Kamu kenapa, Dinda?" tanya seorang cewek yang ternyata Arista.

" Aku nggak diterima di sekolah ini, Ta. Padahal aku sangat ingin sekolah disini. Ini sekolah favorit yang aku idam-idamkan sejak dulu. Tak ada namaku di papan pengumuman itu." ucap Dinda sembari menata rambutnya yang terurai menutupi mata kirinya.

Arista hanya tertawa mendengar kata-kata Dinda. Saking gelinya, dia tertawa sampai mengeluarkan air mata melihat sikap Dinda.

" Dinda cantik... Apa kamu sudah melihat dengan benar, pengumuman di papan itu?"

" Kok kamu malah ngetawain aku, sih. Senang ya kalau temanmu ini susah." ucap Dinda sedikit ketus.

" Aku ketawa karena lihat tingkahmu itu. Lucu, tahu. Coba lihat sekali lagi, siapa tahu namanu nyelip diantara banyak nama di papan itu."

" Aku sudah melihatnya sampai lima kali, tapi memang nggak ada namaku di papan itu."

" Dinda.. Dinda... Kamu itu cuma kurang fokus saja. Ayo, kita lihat sama-sama. Aku tadi lihat ada namamu kok di papan itu."

" Yang benar, Ta.. Jangan memberi harapan palsu padaku. Ini tidak lucu, Rista."

Arista tiba-tiba meraih tangan Dinda lalu menariknya dan membawa Dinda ke depan Papan pengumuman.

" Coba..kamu lihat lagi. Ada nggak namamu di papan ini. Kalau nggak ada, berarti salah lihat. Tapi kalau ada, aku minta hari ini, kamu traktir aku makan. Hehehe.."

" Aku janji akan mentraktirmu. Kamu mau makan apa, aku yang bayar. Tapi kalau aku diterima di sekolah ini."

" Oke.. Janji, ya."

" Iya..."

Dinda memulai lagi melihat dan mencari namanya di papan pengumuman. Ia berharap sekali menemukan namanya seperti yang di katakan Arista. Dengan perlahan dia mengurutkan nama-nama yang tercantum di papan pengumuman.

" Ada! Rista, aku diterima..." teriak Dinda sambil lalu memeluk Arista karena saking senangnya.

" Apa, ku bilang.. Kamu itu diterima di sekolah ini. Jadi, kamu akan mentraktirku, kan?"

" Iya..aku kan, sudah janji akan mentraktirmu. Ayo, kita makan di kantin."

" Yes... Let's go. Di kantin pojok sana, makanannya enak-enak. Yang paling aku suka, soto ayamnya. Aromanya menggoda, banget.."

" Boleh, ayo kita kesana. Tapi aku lihat dompetku dulu. Mana tahu uangku nggak cukup."

" Hahaha..tenang saja. Kalau kau bawa uang dua puluh ribu, buat berdua sudah cukup, kok. Sotonya saja cuma lima ribu. Minumnya paling mahal cuma tiga ribu."

" Oh, ku kira mahal. Ini kan sekolah bagus, pastinya jajanan di kantin juga mahal."

" Enggak, Dinda. Meskipun sekolah Favorit, tapi nggak berpengaruh pada makanan di kantin. Ayo, buruan kesana. Mumpung masih pagi. Kalau sudah jam istirahat, nanti ramai."

" Baiklah, Rista."

Dinda mengikuti Arista berjalan ke kantin di sudut sekolah. Kantinnya sangat bersih dan di depan kantin terdapat kolam kecil dengan air mancur di tengahnya. Suasana di Kantin ini membuat Dinda merasa nyaman. Sebelum ia memesan makanan, ia lebih dulu melihat-lihat di sekitar kantin.

Ketika ia melamun mengagumi tempat itu, seseorang datang dan menepuk pundaknya. Dinda terkejut. Ia hampir saja memukul orang yang mengejutkannya dengan tangan kirinya. Namun niatnya terhenti karena orang yang menepuk pundaknya adalah Bary.

" Bary! Kenapa kamu mengagetkanku! Untung saja aku nggak memkulmu. Menyebalkan!" ucap Dinda dengan ketus.

" Maafkan aku.. Aku hanya ingin mengembalikan uangmu. Kamu memberiku uang yang terlalu banyak."

" Sudah kubilang, bawa saja. Aku sudah memberikannya untukmu, kenapa dikembalikan?"

" Aku nggak bisa menerimanya. Uang ini terlalu banyak. Aku nggak mau kamu dimarahi orang tua kamu."

" Santai saja. Orang tuaku nggak tahu kok masalah ini. Sudahlah, jangan memaksaku. Simpan saja uangnya. Lagipula kamu pasti lebih membutuhkannya."

" Eh, aku memang butuh. Tapi dengan kerja kerasku, bukan pemberian orang."

" Kamu itu sombong banget jadi orang.. Ada orang yang ngasih kamu uang malah dikembalikan. Nanti orang yang ngasih ke kamu, kapok."

" Baiklah..aku terima uangmu. Terima kasih, ya.."

" Iya, sama-sama. Eh, bary kamu diterima di sekolah ini?" tanya Dinda sembari menyibakkan rambutnya yang terurai.

" Jangan ditanya diterima atau nggak, Dinda. Dia pasti di terima. Dia kan anak pintar." sahut Arista lalu duduk di samping Dinda.

" Jadi.. Kamu diterima, Bar?!" Teriak Dinda sambil tersenyum.

" Iya..begitu lah." ucap Bary singkat.

" Yeeee...mudah-mudahan kita bisa satu kelas, ya."

" Cieee.. Kalau satu kelas memangnya kamu mau ngapain sama Bary, Dinda." ucap Arista.

" Ah, nggak ngapa-ngapain. Cuma, aku senang saja bisa sekelas sama Bary."

" Ehem..pasti ada apa-apanya nih.."

" Ihh.. apa, Rista? jangan bicara yang aneh-aneh." ucap Dinda sembari mencubit lengan Arista.

" Aduhhh...sakit.." keluh Rista lalu membalas Dinda dengan menabok punggungnya.

" Aduhh.. Berani nabok, nggak jadi ku traktir lho. "

" Eh.. Nggak bisa begitu. Kamu kan, sudah janji. Janji harus ditepati."

" Iya... Iya.. Eh Bary kamu mau makan apa? Aku yang traktir." tanya Dinda pada Bary.

" Oh, tidak usah Dinda. Terima kasih banyak. Aku sudah kenyang. Kamu saja yang makan."

" Bary.. Kenapa kamu menolak tawaran Dinda? Padahal makanan disini enak-enak lho." tanya Rista.

" Tidak apa, aku tadi sudah makan. Lagipula sebentar lagi aku harus pulang." ucap Bary.

" Eh, Bary..katanya Ayahmu sakit, sakit apa?"

" Darimana kamu tahu?"

" Dari Penjual sayur di pasar. Kamu menggantikan pekerjaan Ayahmu, kan?"

Bary menganggukan kepalanya. Sebenarnya ia tak ingin Dinda tahu kalau ia membantu Ayahnya berjualan. Ia malu untuk mengatakannya.

" Bary.. Malah bengong, jawab tu pertanyaan Dinda." ucap Tasya sambil menepuk pundak Bary.

" Eh maaf, aku harus segera pulang. Hari ini pekerjaanku banyak sekali. Cucianku juga sudah menumpuk. Aku pergi dulu, ya." ucap Bary lalu bergegas pergi meninggalkan kantin.

" Duhh...memang aneh anak itu. Main pergi saja.. Ditanya bukannya menjawab malah langsung pamit pulang." ucap Rista saking kesalnya sama Bary.

" Sudah, jangan ngomelin dia. Nggak apa kan, kalau dia mau pergi. Lagi pula dia pasti banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan. Kan, Ayahnya sekarang lagi dirawat di rumah sakit."

" Iya, tapi setidaknya dia jawab dulu pertanyaanmu sebelum dia pergi."

" Kamu kok gitu sama Bary. Bukannya dia tetangga kamu. Harusnya kamu lebih mengerti dia, Rista."

" Eh, aku hanya nggak enak sama kamu, Dinda. Kayaknya kamu seperti dicuekin."

" Aku tidak apa-apa, Rista. Tenang saja..dari pada ngomongin Dia mending kita makan saja. Mumpung masih hangat."

Dinda dan Rista segera menyantap makanan yang sudah tersaji di meja makan. Dalam hati Dinda sebenarnya merasa kesal dengan sikap Bary. Namun ia mampu untuk menyembunyikan kekesalannya. Ia tak ingin Arista menjadi kesal juga, karena sikap Bary.

......................

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!