Motor yang ditumpangi oleh Erland dan Maura kini telah sampai di depan rumah dua lantai yang merupakan milik kedua orangtua Maura.
"Thanks ya udah nganterin aku sampai rumah," ucap Maura sesudah dirinya turun dari atas motor tersebut.
Erland menjawab ucapan dari Maura tadi dengan deheman saja sembari menurunkan koper milik Maura.
"Kalau begitu aku masuk dulu. Sekali lagi terimakasih dan hati-hati di jalan. Bye," ucap Maura lalu setelahnya ia berniat untuk melangkahkan kakinya masuk ke dalam area rumah kedua orangtuanya itu. Namun belum juga ia melangkahkan kakinya, lengannya sudah lebih dulu dicekal oleh Erland. Di ana hal tersebut otomatis membuat Maura menolehkan kepalanya ke arah Erland.
"Kenapa? Kamu mau minta ongkos bensin ya? Kalau begitu tunggu sebentar, aku ambil dulu." Tangan Maura kini bergerak untuk mengambil dompetnya. Dan setelahnya ia memberikan beberapa lembar uang, bukan uang rupiah melainkan dolar.
"Maaf aku gak lagi pegang uang Indonesia sekarang dan hanya ada ini saja. Kamu tukar sendiri aja besok ke bank. Jadi ambil nih." Maura menyodorkan uang tersebut ke arah Erland yang justru membuat laki-laki itu mendatarkan wajahnya.
Maura yang melihatnya, ia tampak menelan salivanya dengan susah payah.
"Hmmm uangnya kurang ya? Tapi aku cuma hanya punya ini saja. Atau kamu tunggu di sini sebentar, aku ke dalam dulu untuk ambil uang di dalam. tunggu sebentar oke." Lagi-lagi saat Maura ingin pergi, Erland kembali mencekal lengannya.
"Aku bukan tukang ojek," ucap Erland bertepatan saat Maura menatap ke arah dirinya.
"Ehhh, iya juga sih kamu memang bukan tukang ojek tapi setidaknya ada bensin yang terbuang saat kamu mengantarku sampai sini. Jadi aku akan memberimu uang bensin saja."
"Tidak perlu, aku bisa membelinya dengan uangku sendiri. Aku hanya ingin membicarakan tentang perkataanmu tadi." Maura memicingkan matanya.
"Perkataanku yang mana?" kata Maura yang sepertinya melupakan sesumber yang ia ucapkan tadi.
Erland mencondongkan tubuhnya hingga saat bibirnya telah berada di samping telinga Maura, ia berkata, "Siapapun yang menolongku, jika dia seorang perempuan akan aku jadikan dia saudara. Tapi jika yang menolongku adalah seorang laki-laki, akan aku jadikan sebagai suami."
Maura yang mendengar ucapan dari Erland tadi yang membuat dirinya ingat akan sesumbarnya itu, tubuhnya kini mematung di tempat. Apakah hanya karena sesumbarnya itu ia harus menikah dengan seorang laki-laki yang baru saja ia kenal itu? Apalagi ia juga belum mengenal jelas karakter dari laki-laki di hadapannya saat ini. Apakah perlakuannya baik dan lembut atau dia tipe laki-laki toxic? Dan karena hal tersebut membuat Maura menyesali akan ucapannya yang keluar begitu saja dari bibirnya itu.
"Hmmm apakah perkataanku yang itu bisa ditarik lagi?" ucap Maura.
"Tidak."
"Ehh kok tidak. Kita kan baru saja mengenal satu sama lain. Kamu belum tahu aku, apakah aku jahat atau baik."
"Aku tidak perduli," ucap Erland.
"Tapi aku belum siap untuk menikah. Atau begini saja, kita saling mengenal satu sama lain dulu dan jika kita cocok satu sama lain maka ucapanku tadi bisa kita laksanakan tapi jika kita tidak cocok satu sama lain, anggap saja aku tidak pernah mengucapkan kata-kata seperti tadi. Gimana? Kamu setuju kan? Aku rasa kamu setu---"
"Tidak, aku tidak setuju sama sekali. Dan besok aku tunggu kedatanganmu di Moon Cafe jam 10.00 pagi. Jika kamu tidak datang ke sana atau telat sekalipun, aku tidak akan segan untuk datang ke sini dengan keluargaku bahkan dengan orang satu kampung bukan untuk melamarmu tapi untuk membuat keributan di sini. Jadi aku sarankan lebih baik kamu datang ke Moon Cafe besok," ujar Erland dan setelah mengucapkan hal tersebut, ia mulai melajukan motornya itu menjauh dari depan Maura.
"Heyyy! Tidak bisa gitu dong! Kamu tidak bisa memaksaku seperti ini. Arkhhhh! Sialan!" teriak Maura. Namun sayangnya teriakannya itu tak di dengar oleh Erland yang sudah benar-benar menjauh darinya.
"Sialan sialan sialan. Kenapa aku tadi bisa bilang seperti itu sih. Ishhhh menyebalkan. Aku tidak mau menikah dengan dia. Huwaaaaa Mama, Papa," ucap Maura sembari melangkahkan kakinya masuk ke dalam area rumah kedua orang tuanya dengan menghentak-hentakkan kakinya.
Hingga ia menghentikan kakinya kala dirinya sudah berada di depan pintu utama rumah tersebut. Dan dengan wajah yang tertekuk, Maura kini mengetuk pintu rumah itu hingga berkali-kali sampai pintu itu dibuka oleh salah satu art.
"Lho ehh non Maura," kaget art tadi saat melihat Maura yang telah kembali ke tanah air setelah selama 3 tahun ini perempuan tersebut tak menginjakkan kakinya ke negara kelahirannya itu.
"Hayyy bik," sapa Maura dengan lesu. Dimana hal tersebut membuat art tadi mengerutkan keningnya.
"Nona kenapa? Dan lebih baik kita masuk dulu. Sini kopernya saya bantu bawa." Art tadi mengambil koper dari tangan Maura. Dan setelah koper itu berpindah tangan, Maura melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah yang selalu ia rindukan tersebut dan ia kini menuju ke kamarnya yang berada di lantai 2, diikuti oleh art tadi.
Sesampainya Maura di dalam kamarnya, ia langsung merebahkan tubuhnya. Niat hati saat dirinya baru masuk ke rumah dan mencari keberadaan pada orangtuanya untuk memberikan surprise ke Mama dan Papanya itu serta untuk mengadu jika dia tak mau menikah dengan laki-laki yang baru ia temui tadi, niatannya itu ia urungkan. Karena dia berpikir jika masalah yang ia dapatkan itu karena ulahnya sendiri yang sudah sembarangan berbicara tanpa berpikir terlebih dahulu. Umur dia pun juga sudah 25 tahun yang mana tidak semua permasalahannya itu harus meminta bantuan kepada orangtuanya untuk menyelesaikan permasalahan pribadinya tersebut. Tapi ia harus bisa menyelesaikan sendiri masalahnya dengan sebisa mungkin tanpa bantuan kedua orangtuanya.
Dan mungkin jika dia membicarakan masalah itu ke kedua orangtuanya, dia rasa mereka pasti justru berada di pihak setuju karena Mama dan Papanya sering sekali mendesak dirinya untuk segera menikah selama ini. Jadi dengan memikirkan hal tersebut, ia lebih baik menyelesaikan masalahnya sendiri. Perkara hasilnya, ia akan memikirkannya nanti.
"Nona, apa kamu baik-baik saja?" tanya art tadi setelah ia tadi bertanya sebelumnya namun belum juga mendapat jawaban dari Maura.
Dimana pertanyaan dari art tersebut membuat Maura yang dari tadi melamun, kini tersadar dari lamunannya itu. Dan dengan menolehkan kepalanya ke arah art tersebut ia menjawab, "Tidak ada apa-apa kok bik. Aku hanya kelelahan saja."
Art tadi tampak menghela nafas.
"Ohhhh jadi hanya kelelahan saja. Kirain Nona sedang tidak baik-baik saja."
"Bibik tenang saja aku sangat baik-baik saja kok. Dan terimakasih karena Bibik sudah membantuku membawa koperku sampai di sini," ucap Maura dengan menampilkan fake smilenya
Art tadi menganggukan kepalanya untuk membalas ucapan dari Maura tadi.
"Kalau begitu, saya permisi dulu non dan selamat beristirahat."
"Selamat beristirahat juga bik." Art tadi menampilkan senyumannya sebelum ia bergegas keluar dari dalam kamar anak majikan itu. Dan setelah pintu kamarnya tertutup kembali Maura kembali mengerucutkan bibirnya.
"Baik-baik apanya, padahal sudah jelas lagi tertekan begini, Arkhhhh." Maura mengambil salah satu bantal di atas ranjang untuk meredam suara jeritannya agar semua orang di rumah tidak mendengar luapan dari kekesalannya hari ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 231 Episodes
Comments
Rita Mahyuni
ha ha....maura jadi korban lisan sendiri...jgn merasa tertekan maura...ntar bucinnn lho...he he
2023-02-27
1
Hany
kamu tertekan ya Maura,jangan tertekan begitu,kamu pasti akan menyukai bang er
2022-12-10
2
masmomo
biasa lah, awalnya pada gk mau... buntutnya pada bucin
2022-11-26
1