Terdengar suara ketukan dari balik pintu, membuyarkan konsentrasi pria yang tengah berjibaku dengan lembaran-lembaran arsip di atas meja.
"Masuk!!" titah Axelle pada seseorang yang mengetuk pintu tersebut.
Seorang wanita muda dengan setelan blazer dan rok mini berwarna merah merona, memasuki ruangan yang cukup luas. Ia membawa serta berkas-berkas yang harus ditanda tangani oleh atasannya. Aroma parfum dari tubuh sintalnya, menguar ke seisi ruangan tersebut.
"Ada apa Bella?" tanya Axelle dengan kedua mata tetap fokus pada semua arsip yang tengah dia periksa di atas meja.
"Ini Tuan, ada berkas yang harus Anda tanda tangani." Wanita itu membungkuk, dengan sengaja memperlihatkan sepasang aset indah untuk menggoda hasrat si pria dingin. Hal memalukan seperti ini sudah sering ia lakukan. Namun sayang, pria tersebut tidak pernah sedikit pun memperlihatkan ketertarikan padanya.
"Simpan saja di atas meja!" suruh Axelle tidak ingin berpaling dari pekerjaannya.
Bella menaruh berkas-berkas tersebut di atas meja lantas mengibas-ngibaskan rambut ikalnya untuk mencari perhatian sang pria idaman.
Axelle yang tidak nyaman dengan sikap bawahannya, ia mendengus lanjut mengambil berkas-berkas yang tergeletak tersebut. "Sudah tidak ada lagi urusan, 'kan? Silakan kamu keluar dari ruanganku, se-ka-rang!!"
Perempuan yang memiliki posisi sebagai sekretaris pribadi itu tetap terdiam di tempatnya. Malah, ia semakin berulah karena kali ini tengah duduk di atas meja dan menarik dasi si atasan. "Tuan Axelle pasti kelelahan, saya bantu ringankan pekerjaan Tuan ya...."
Axelle mendongak, tatapan elangnya mampu membuat nyali Bella ciut dan badannya seketika gemetaran. Pria bengis itu menjerat leher sekretarisnya tanpa rasa ragu. "Mulai hari ini, kamu saya pecat!!"
Cengkeraman tangan Axelle melonggar, ia mendorong kasar tubuh sekretarisnya. "Keluar dari ruangan saya sekarang juga! Sebelum saya berubah pikiran dan mematahkan satu per satu tulang lehermu itu!"
"Ma-maafkan saya Tuan Axelle. Tolong jangan pecat saya." Bella mengiba. "Saya pastikan kejadian hari ini tidak akan terulang kembali," ujarnya dengan menelengkupkan kedua tangan. Memohon belas kasihan dari pria tersebut.
Axelle beringsut lalu berjalan mengitari tubuh si wanita penggoda. "Kamu masih muda, Bella. Dan kamu juga masih lajang. Kenapa harus menggoda seorang pria beristri sepertiku? Ingin kemewahan? Materi atau—"
"Saya menyukai Anda, Tuan. Sudah sejak lama..." potong Bella tidak gentar.
Axelle terkekeh, "Besar juga nyalimu. Haruskah aku memberikan tepuk tangan?"
Bella menyorot lembut sepasang mata berwarna hazel di hadapannya. "Saya tidak butuh tepuk tangan dari Anda, Tuan. Yang saya perlukan saat ini, Anda bisa memaafkan atas kelancangan sikap saya barusan. Saya sangat membutuhkan pekerjaan ini karena sayalah satu-satunya tulang punggung keluarga."
"Oh, begitu?" jawab Axelle, seakan tidak peduli.
"Iya, Tuan," balas Bella, segan.
"Baiklah, saya tidak jadi memecatmu," jawab Axelle menggantung.
"Terima kasih banyak, Tuan Axelle." Bella menghirup napas dalam-dalam, ia merasa lega karena tidak akan kehilangan pekerjaan yang sangat ia cintai.
"Saya tidak jadi memecatmu, tapi posisimu sebagai sekretaris beralih menjadi Office Girl!" ketus Axelle.
"O-office Girl?" ulang Bella terkejut.
"Iya, Office Girl." Axelle kembali duduk di atas kursi kebesarannya. "Apa kamu keberatan, Bella?" Dia menggoyang-goyangkan kursi tersebut.
Bella geleng-geleng kepala, pasrah dengan keputusan yang telah diberikan atasannya. "Saya tidak keberatan, Tuan. Hal terpenting buat saya, masih bisa bekerja di sini dan mendapat penghasilan."
"Bagus!!" puji Axelle. "Sekarang, keluar dari ruanganku dan kemasi barang-barangmu. Karena besok pagi, meja itu sudah ada yang menempati."
Bella mengangguk tipis. "Baik, Tuan. Saya permisi."
Axelle mengibas-ngibaskan tangannya, isyarat bahwa dia menginginkan Bella untuk segera keluar dari ruangannya.
Bella menghela napas dan bersigera untuk keluar dari ruang CEO dan merapikan barang-barang miliknya. Dia menatap ke sekeliling dan kembali menghela napas.
"Niat hati ingin menggoda Tuan Axelle, malah aku sendiri yang sial!" ucap Bella di dalam hati.
____________
Sudah satu pekan, Daniel mendapatkan tugas pekerjaan ke luar kota. Dan selama itu pula dia tidak sekali pun membalas pesan atau menghubungi kekasihnya. Padahal, tinggal tiga hari lagi hari anniversary mereka. Dia nampak tidak peduli sebab permintaannya tidak dikabulkan oleh Louisa.
Dara bernetra biru itu semakin hari semakin gelisah. Lantaran sang kekasih, menggantungkan hubungan dengannya. Tiada kabar sedikit pun yang ia terima. Gadis itu merana dalam penantian jua kerinduan.
"Kenapa kamu, Louisa?" tanya seorang teman yang menangkap raut kegusaran.
"Sedang tidak bersemangat," jawab Louisa singkat.
"Karena?" tanyanya lagi.
"Aku merindukan Daniel," lirih Louisa.
"Lelaki bajingan itu?" sahutnya ketus.
"Ayolah Sam, dia tidak sebejat yang kamu pikirkan." Louisa mendelik.
"Aku laki-laki. Jadi, tahu persis apa yang bersarang di otak kekasihmu itu!" tekan Samuel, sahabat Louisa dari sejak kecil.
"Whatever...!!" Louisa mengibaskan tangannya. "By the way, bagaimana hubunganmu dengan anak pengusaha itu. Baik-baik saja, 'kan?" Louisa mengalihkan pembahasan.
Samuel menghempaskan tubuhnya ke atas ranjang lalu menatap kosong langit-langit kamar. "I don't know!! Aku merasa berhubungan dengan dia begitu hambar. Sexx and sexx, tidak ada cinta di antara kami berdua!"
"Seberat itukah?" ledek Louisa.
Samuel menoleh ke arah sahabatnya yang tengah menatap layar komputer. "Malah terlalu berat karena aku mencintai wanita lain."
"Poor, her!" balas Louisa. "Kalau kamu tidak mencintainya, kenapa masih saja dipertahankan?"
Samuel bangkit dan duduk di samping Louisa. "Terpaksa."
"Terpaksa?" ulang Louisa, mengerutkan dahi.
"Yash, karena dia tengah mengandung anakku!" imbuh Sam.
"Oh, God...!!" Louisa menepuk keningnya. "Pakai pengaman dong, Sam!" Dia geleng-geleng kepala membayangkan sababatnya yang masih muda sudah menjadi seorang ayah.
"Ntahlah, semuanya terjadi begitu cepat." Samuel menarik kedua pundaknya ke atas. "Please, jangan membahas masalah ini lagi. Oke?" pintanya pada Louisa.
"Ya, ya, ya... sek-s memang nikmat, Sam. Tapi efeknya? Tidak perlu aku jelaskan, 'kan?"
Samuel mendengus, "Terserahlah... aku lelah, Louis. Aku butuh sandaran."
Louisa yang seolah memahami keresahan sahabatnya, langsung saja menepuk pundak sebelah kiri. "Sini!"
Samuel tersenyum tipis dan langsung saja merebahkan kepalanya di atas bahu Louisa. Berkali-kali ia menatap wajah gadis di sampingnya itu. Debaran di dalam dada, berdetak dengan lebih cepat.
"Andaikan kamu tahu Louis, kalau perempuan yang aku cintai itu adalah kamu. Sekuat apa pun aku menahan rasa ini. Semuanya hadir begitu saja. Memang benar kata orang, tidak ada persahabatan abadi antara laki-laki dan perempuan. Dan aku mengalami itu...!" Samuel hanya mampu berkata-kata di dalam hati. Ia tidak memiliki keberanian untuk mengungkapkan apa yang tersimpan di dalam hati.
...*****...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments
@💤ιиɑ͜͡✦⍣⃝కꫝ🎸🇵🇸
banyak orang salah taktik disini. bella salah satunya. 🤣🤣🤣
2023-11-26
0