Aku keluar dari kamar. Seketika aku melihat rumah sepi biasanya jam segini Tatha alias Kinta Adriana Agatha asyik nonton sinetron di ruang tengah. Dia itu bos sekaligus sahabatku dari SD kelas 6, kemana-mana selalu bersama. Aku banyak berhutang budi keluarganya, papa kandung Tatha yang membiayai kuliahku sampai S1. Saat karier Tatha melejit, aku mengajukan diri jadi managernya. Hanya cara itu aku bisa membalas jasa keluarganya.
“Tha, kita cari makan malam yu.”
Namun hening, tak ada jawaban dari Tatha. Aku bingung sendiri, dia kemana ya? Masa iya dia cari makan tanpa mengajakku? Di antara aku dan Tatha tak ada satu pun yang bisa masak. Seketika aku mulai merasakan cacing-cacing di perut berdemo ria. Apa aku cari makan sekarang? Gimana kalau Tatha pulang bawa makanan? Kan mubazir makanannya. Akhirnya aku memutuskan menunggu Tatha pulang sampai 15 menit.
Menunggu memang membosankan, tapi itu tak berlaku bagiku. Aku punya cara untuk mengusir kebosanan dengan cara yang asyik yaitu menonton video clip musik di youtube. Jariku mengetik kata kunci ‘Eclat story’ di kolom pencarian.
Eclat story adalah band youtube favoritku selama satu tahun dua bulan ini. Mereka selalu bisa mengaransemen lagu dengan cara elegan dan mahal. Terlebih Willy, vocalis mereka yang cowok enak dipandang mata.
Katakanlah sekarang bahwa kau tak bahagia
Aku punya ragamu tapi tidak hatimu
Kau tak perlu berbohong, kau menginginkannya.
Kurela kau dengannya asal kau bahagia
Aku bersenandung kecil mengikuti alunan lagu yang dinyanyikan oleh Eclat Story. Mataku tiada henti terpesona akan ketampanan Willy. Memerhatikan wajah Willy dengan saksama, membuatku teringat dengan Yoga Pratama, manager Chef Agusta. Mereka sama-sama agak gendut, rambut selalu licin, pipi chubby, mata sipit, kalau senyum langsung kelihatan merem. Bedanya adalah Willy sedikit mirip Kiki CJR.
Lagi asyik-asyik memandangi wajah Willy, tiba-tiba ...
Ting ... tong
“Iya, sebentar!”
Aku berlari kecil menuju pintu. Sebelum pintu kubuka, aku mengintip di jendela dulu. Siapa tahu yang memencet bel maling atau perampok kan bahaya kalau dibukain pintu. Bola mataku menangkap sosok Tatha di sana. Seketika bernapas lega, kesal akan ketakutan yang tidak beralasan. Semua ini pasti gara-gara kebanyakan nonton berita kriminal. Aku membuka pintu dengan memasang senyum paling manis.
“Dari mana lo? Pergi nggak pamit sama gue. Gue khawatir tau sama lo.” Aku mulai mengomeli Tatha.
Bukannya menjawanb pertanyaanku, dia malah memelukku. Buru-buru aku melepas pelukannya, takut jadi fitnah. Walaupun usiaku sudah jomblo selama 26 tahun, tapi aku masih normal. Lalu aku menyentuh jidat Tatha. “Lo darimana sih? Pasti lo dari kuburan terus tadi sempet ketemu Mbak Kunti makanya pulang-pulang langsung meluk gue.”
Dia menowel balik kepalaku. “Yeee ... ngaco lo. Gue tadi abis dari Mie Bancir Mas Manis. Gue bahagia banget. Coba tebak apa yang bikin gue bahagia?”
“Pasti lo di sana ketemu Mas Manis kan?”
“Bukan itu aja tapi gue ...” Dia sengaja menggantungkan kalimatnya biar aku semakin penasaran. Lalu dia meneloyor masuk ke rumah dan duduk di sofa.
“Yee ... bukannya jawab pertanyaan gue, malah ngeloyor masuk rumah.”
“Deen, lo mending duduk sini deh biar enak ngobrol sambil duduk.”
Aku menjatuhkan pantat di sebalahnya. “Nah, kita kan udah sama-sama duduk, sekarang lo cerita apa yang terjadi di mie bancir? Jangan bertele-tele deh. Gue penasaran tauuu.”
“Sebelum gue cerita, gue mau ngasih tugas penting dulu sama lo.”
Dahiku berkerut. “Tugas apa emangnya?”
“Kalau ada job talk show atau seminar menulis di bulan April, lo tolak aja. Gue dah dah punya adenda penting bulan April. Dan satu lagi mulai besok lo udah harus berburu buku resep masakan.”
“Loh, emang apa alasannya lo menolak job di bulan April? Terus kenapa lo nyuruh gue berburu buku resep?”
“Karena bulan depan gue dan Mas Manis akan bertukar profesi selama satu bulan full.”
Mataku melebar. “Hah? Kok bisa?”
“Jadi gini ceritanya ...”
Tatha mulai menjelaskan kronologi kejadian mie bancir. Aku semakin tak mengerti jalan pikiran mereka berdua. Bisa-bisanya mereka memutuskan bertukar profesi? Tatha itu boro-boro memasak, masuk dapur dan menyentuh pisau saja tak pernah. Kalau sampai ide konyol mereka tercium wartawan, beuh bisa gempar seluruh Indonesia.
Yang jelas kalau Tatha sudah memutuskan demikian, maka keputusan itu tak akan pernah bisa diganggu gugat. Aku hanya bisa pasrah jika bulan depan disuruh pulang kampung selama satu bulan full.
***
Plaza Ambarukmo, tempatku berpijak saat ini. Tujuanku ke tempat ini adalah tentu saja untuk menjalan tugas Agatha. Aku langsung menuju toko buku. Sesampai di toko buku, aku bingung dimana rak buku-buku resep? Mau bertanya ke karyawan toko buku, gengsi. Masa cewek duluan yang menyapa cowok? Harga diri, Men.
Sambil menyelam minum air. Itulah peribahasa yang tepat untukku. Sembari mencari keberadaan rak buku-buku resep, aku sambil mengitari rak-rak buku bagian fiksi, sesekali aku membaca sinopsis yang ada di belakang cover novel. Tiba-tiba mataku tertuju pada sebuah novel yang berada di rak buku kategori “Best Seller.” Judul dan covernya sangat menggugah hati untuk membeli novel itu. Kebetulan novel itu hanya tersisa 1 eksampler. Cepat-cepat aku menyambar novel itu.
Jelp!
Novel yang ia incar tiba-tiba raib dalam sekejap. Aku menoleh ke samping. Ada seorang cowok, badannya agak gemuk dan memakai jaket hitam dan topi, cowok itu memegang novel yang incar tadi.
“Mas, itu kan saya duluan yang mau beli. Kok malah diambil sih?” Tanyaku.
“Yeee … siapa cepat dia dapat,” jawab cowok itu. Hatiku makin dongkol dibuat cowok itu. Tiba-tiba aku teringat akan seseorang yang tadi malam memenuhi pikiranku. Siapa lagi kalau bukan Yoga Pratama. Suara cowok menyebalkan itu mirip dengan suara Yoga.
Aku menoleh ke samping seketika matanya menangkap sosok cowok yang sudah tidak asing lagi. Wajahnya mirip dengan Yoga. Dia Yoga atau bukan sih? Terakhir bertemu sebulan yang lalu pada saat acata Yogya tivi. Untuk meyakinkan hati, aku memberanikan diri bertanya pada orangnya langsung. “Kamu Mas Yoga, manager Chef Agusta Wimala itu bukan?”
“Alhamdulillah, akhirnya kamu masih inget sama aku. Iya, aku Yoga, manager Chef Agusta Wimala.”
Mataku berbinar, tak percaya dipertemukan lagi dengan Yoga Pratama. Ingin sekali aku langsung memeluk Yoga erat. Tapi kutahan demi menjaga harga diri seorang wanita. “Mas Yoga apa kabar? Terus ngapain kamu ke toko buku? Suka baca novel romance juga?”
“Alhamdulillah, alku baik-baik aja. Aku ke toko buku karena dapet tugas dari chef Wimala buat beli novel-novel romantis terkait ide konyolnya bertukar profesi sama bosmu. Jangan bilang kamu ke sini juga ngemban tugas nyari buku resep?”
Aku menggangguk sesaat kemudian raut wajahku berubah murung. “Sebenarnya aku kurang setuju dengan ide pertukaran profesi mereka, takutnya bulan depan aku pulang kampung.”
Yoga menaikan satu alis. “Aku juga mikirnya gitu sih. Kalau bulan depan Chef Wimala libur nerima job, gimana coba aku bayar cicilan mobil?”
“Sebenarnya ada cara sih biar bisa menggagalkan ide konyol mereka bertukar profesi.”
“Hah? Serius? Gimana caranya?”
“Sini, aku bisikin.” Yoga membungkukkan badan. Dengan mudah aku membisikkan sesuatu di telinganya. “Zttt ... bla...bla...”
Yoga begitu antusias mendengarkan usulanku. “Gimana? Kamu setuju ma usulanku?” tanyaku begitu mengakhiri bisikan di telinganya.
“Gila, idemu keren banget. Oke, aku setuju.”
Karena bertemu Yoga, aku jadi lupa akan kekesalannya pada Yoga yang telah mengambil novel incerannya. “Berhubung kita sudah sepakat, hyuk kita pulang! Mau aku antar pulang?” ajak Yoga.
“Nggak deh. Makasih. Aku bawa motor kok. Lagian aku mau cari buku resep dulu, kalau pulang tanpa bawa buku resep maka telingaku bakal panas karena omelan Tatha.
“Ngapain ribet cari buku resep, toh? Di rumahku banyak buku resep karya Chef Agusta. Kamu bisa ambil sampe puas tapi dengan satu syarat kamu harus menyerahkan semua novel Agatha. Gimana? Deal?
Yoga menjulurkan tangannya. Dengan senang hati aku menjabat tangannya. Waw, tangannya halus banget. Pernah dia tak pernah melakukan pekerjaan berat. “Oke, deal. Berarti habis dari sini aku bisa ke rumahmu ya buat ambil buku resep?”
“Jangan. Habis ini aku keluar kota nemenin Chef Agus. Gimana kalau kita bertukar bukunya sehari sebelum mereka resmi bertukar profesi?”
“Oke, nggak masalah.”
Dengan langkah ringan kami bersama-sama keluar dari toko buku. Aku optimis seratus persen, rencana bersama Yoga. Tatha, maafin aku. Bukan maksud membohongimu, tapi aku gak mau satu bulan tanpa penghasilan. Rencanaku tak akan membahayakanmu. Batinku merasa bersalah atas ide ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 39 Episodes
Comments