Sore-sore aku duduk santai sambil minum kopi. Kali ini bikin kopi sendiri. Malas jalan. Zaini lagi kerja. Aku iseng baca koran mencari lowongan pekerjaan.
Di halaman pertama ternyata ada artikel berjudul "Inilah Rahasia Chef Agus. Membuat orang tercengang!"
Aku baca artikelnya dan membuat semakin mengagumi Chef Agusta. Jarang ada laki-laki seperti Chef Agusta. Naura harus tahu hal ini.
...***...
Ke mana lagi aku harus mencari kerja? Pertanyaan itulah yang bercokol di kepalanya. Sudah setengah hari aku mengitari warung atau rumah makan Martapura sampai Banjarbaru, tetapi mereka nggak ada satu pun yang membutuhkan karyawan.
Apa aku kembali ke Kafe Naura aja? Entah mengapa hatiku rasanya ingin sekali ke sana walau sekadar melihat kafe itu dari jauh. Akhirnya aku putar arah menuju Kafe Naura.
Siapa yang sangka, setiba di sana heboh orang-orang berkerumun. Ada apa ya? Rasa penasaran membuncah. Aku coba menepikan motor. Setelah itu, aku menerobos kerumunan. Mataku berbelalak. Betapa kagetnya aku melihat Naura pingsan.
Gina yang di sebelah Naura sibuk mengoleskan minyak kayu putih berusaha agar Naura siuman. Namun, sayangnya nggak ada tanda-tanda akan siuman.
"Gin, kayaapa kesah-nya jadi Naura pingsan?"
"Panjang kesahnya. Kaina aku kesahkan pas sudah di rumah sakit aja gin."
"Sudah ditelepon ambulance lah?"
"Sudah. Lima menit lagi sampai jar."
Lima menit serasa lima puluh jam ketika kita sedang panik. Ke mana sih ambulannya? Kok lama banget?"
Ngiungggg ...!
Pucuk dicinta ambulan pun datang. Tim medis mengangkat Naura ke tempat tidur roda. Aku dan Gina ikut serta mengantar Naura ke rumah sakit.
...***...
Ambulan berhenti di rumah sakit Pelita Insani. Sayangnya, kami berdua boleh masuk. Jadilah aku mondar-mandir nggak jelas di depan UGD. Aku panik. Takut terjadi apa-apa dengan Naura. Walau Naura itu menyebalkan setengah mati, tapi dia tetap sahabat terbaikku dan aku nggak mau kehilangan dia secepat ini.
Gina mengelus pundakku. "Athiyah, ikam tenang aja. Naura pasti baik-baik aja."
Aku gemes sama Gina. Gimana bisa tenang saat sahabat ada di UGD. Aku berpaling menghadap Gina. "Gin, lajui be-kesah kenapa Naura jadi pingsan?"
"Pas aku ke Kafe Naura ada tiga ikung lakian sibuk menempel tulisan 'Kafe ini telah disita oleh perusahaan kami' Nah, Naura datang, inya kada terima kafenya dikaituakan. Tiga ikung itu menunjukkan sertifikat kafe bahwa telah digadaikan oleh Rafly. Tiba-tiba Naura pingsan deh."
Aku nggak habis pikir Rafly benar-benar menjalankan niat jahatnya. Lebih nggak nyangka lagi, Naura bisa kena padahal sudah aku peringatkan untuk hati-hati terhadap Rafly.
Aku semakin gelisah usai mendengar kata Gina. Pasalnya Naura itu punya riwayat sakit jantung. Gimana kalau jantungnya kumat dan kali ini nggak bisa diselamatkan karena kaget atas apa yang menimpanya? Seketika aku menggelengkan kepala. Aku harus berpikir positif bahwa Naura baik-baik saja.
Mendadak aku ingat sesuatu. Aku lupa mengabari Mama dan Abah Naura. Buru-buru aku kirim Whatsapp ke Mamanya. Tadinya mau menelepon, sayangnya koutaku abis. Sisa kouta chat sosial media aja.
Cil, Naura pingsan. Datangi wahinian jua ke Rumah Sakit Pelita Insani.
Bertepatan terkirimnya WA-ku dokter keluar dari UGD. Aku pun menghampirinya.
"Kayaapa, Dok, keadaan Naura?"
"Alhamdulillah, kawan ikam itu kada papa. Inya hanya tekajut aja. Wahini masih istirahat, belum boleh dijanguk."
Aku bernapas lega. Setidaknya Naura baik-baik aja.
Kring ...
HP-ku berdering. Zaini menelepon di Whatsapp. Aku geser tombolnya ke atas tanda menerima panggilannya.
"Halo, Athiyah. Ikam lagi di mana? Tadi aku ke rumah Ayu, jar Ayu ikam udah resign. Why? Kok nggak bilang-bilang?"
"Maaf, Kak aku belum ngabarin. Aku lagi di Rumah Sakit Pelita Insani nih."
"Hah? Di rumah sakit? Ikam baik-baik-baik aja, kan?"
"Alhamdulillah, ulun baik-baik aja. Yang ada di rumah sakit itu Naura."
"Kok bisa."
"Panjang kesahnya."
"Ya udah, aku ke sana."
Zaini menutuskan sambungan teleponnya.
Kring ...
Berdering lagi. Ketika aku lihat layarnya, bukan dari HP-ku. Lantas HP siapa? Aku mencoba mencari sumber suara, ternyata ada tas Naura. Aku ambil HP-nya. Di layarnya tertulis 'Chef Agus Lucknut Memanggil'
Aku geser ke atas tombol telepon warna hijaunya.
"Halo, Naura. Kamu di mana sih? Warung heboh banyak yang demo. Jar karyawan lain, itu akibat ulah kamu yang menebarkan rumor mistis warung ini di live Instagram."
Aku menepuk jidat sendiri. Aduh, Naura. Bikin ulah apalagi sih sama Chef Agus? Aku bingung sendiri mau jawab apa.
"E ... anu ... Chef Agus."
"Loh, ini bukan Naura?"
"Iya, ulun Athiyah. Kawannya Naura."
"Nauranya ke mana?"
"Pingsan karena ada masalah besar. Wahini di IGD Pelita Insani."
"Ya udah, aku ke sana sekarang!"
Sambungan terputus.
Tiba-tiba orang tua Naura datang. Mereka panik.
"Athiyah, kayaapa kondisi Naura? Terus kenapa jadi pingsan?"
Aku mengulang apa yang dikatakan dokter dan Gina. Anehnya begitu mendengar penjelasan tentang Rafly, reaksi mereka seperti biasa saja. Apa yang sebenarnya terjadi? Apakah ini rencana mereka?
...***...
Tiga hari kemudian.
Jam sembilan pagi aku sudah datang ke rumah sakit untuk membesuk Naura. Nggak lupa bawa buah tangan sekadar cuci mulut.
Ketika aku masuk kamar Naura, ekspresi Naura sudah ceria lagi.
"Pagi, Naura. Ceria banget hari ini."
"Iya dong. Kan unda bentar lagi siap-siap pulang."
Dahiku berkerut. "Emang udah sehat?"
"Alhamdulillah, jar dokter kadada gangguan apa pun. Jadi boleh pulang. Eh, Athiyah beapa ke sini? Kaina bos anyar nyawa ngamuk nyawa datang telat."
"Pian tenang aja. Ulun udah mengundurkan diri kok dari tempat kerja baru."
Naura tercengang. "Hah? Resign lagi? Why?" Dia sok-sokan Bahasa Inggris.
"Ya ulun merasa kada cocok aja. Ulun hanya merasa cocoknya begawi lawan pian aja."
Naura menunduk. Ekspresinya berubah jadi sedih. Seketika air matanya tumpah. "Sama. Setelah kejadian semalam, unda merasa nyawa tuh partner kerja terbaik sedunia. Unda benar-benar menyesal atas apa yang unda lakukan. Seapa lagi unda andak resign dari Mi Bancir Chef Agusta."
Giliran aku yang kaget. "Serius mau resign? Emang udah tau rahasia sukses dapur Mi Bancir Chef Agusta?"
Naura menggeleng lemah. "Resep di sana tuh sama aja lawan yang unda olah, tapi kenapa yo rasanya tiga kali lebih nyaman dari olahan unda?"
"Ulun tahu rahasianya."
"Apa coba?"
"Pian udah sehat?"
"Kan sudah dibilang daritadi, unda sudah sehat."
"Hakunlah ulun ajak ke sebuah tempat?"
"Ke mana?"
"Ada deh."
Orang tua Naura datang. Kami pun minta izin untuk pergi. Untungnya mereka mengizinkan.
...***...
Aku membawa Naura ke Panti Asuhan AT Press. Beruntung Chef Agus lagi ada di sini. Dia sedang sibuk membagikan makanan ke anak yatim.
"Beapa nyawa bawa unda ke sini?"
"Coba lihat itu." Aku menunjuk ke arah Chef Agus.
Naura mencoba memicingkan mata. "Itu Chef Agus lain? Beapa inya di situ?"
"Itulah kenapa Mi Bancir Chef Agus jauh lebih enak dari yang lain karena Chef Agus memasaknya memakai bumbu cinta dan rajin beramal untuk anak yatim. Jadi, 20% penghasilan mi bancir disumbangkan sidin ke sini dan sidin ke sini setiap hari Jumat."
Air mata Naura mengalir dengan deras. "Aku benar-benar malu. Orang yang ingin aku jatuhkan dan aku hancurkan ternyata seorang malaikat. Ya Allah. Betapa jahatnya aku."
"Sudah. Kada usah disesali. Yang terpenting memperbaiki kesalahan. Pian sudah kada penasaran lagi kalo lawan rahasia sukses Chef Agus?"
"Banget. Unda makin yakin untuk resign. Bujur-bujur supan behadapan lawan sidin. Makasih lah sudah membocorkan rahasia berharga ini. Sekalipun membuka mata hatiku bahwa sifat iri dan dengki jadi boomerang untuk diri sendiri."
Ya, aku berharap Naura sadar atas kekeliruannya terhadap Chef Agus. Setelah ini nggak ada lagi dendam di hatinya untuk Chef Agus.
...***...
Kamus Bahasa Banjar
Kesah : cerita
Lajui : cepat
Kaitu : gituin
Inya : dia (untuk yang seumuran/lebih muda)
Wahini : sekarang
Cil : Acil yang artinya Tante.
Tekajut : terkejut
Dijanguk : dijenguk
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 39 Episodes
Comments