Hari ini merupakan hari pertama aku sebagai manager Mi Bancir Chef Agusta. Namun, sebelum ke tempat kerja, aku mampir ke Kafe Naura dulu mengambil beberapa barangku untuk dibawa ke tempat baru.
Kafe Naura ada dua lantai. Di lantai bawah dapur sama tempat makan pelanggan, sedangkan lantai atas ada ruangan aku dan Athiyah. Ruang istirahat karyawan, toilet dan musalla.
Ketika aku masuk ke ruanganku dan Athiyah sebagian kosong. Athiyah pasti sudah membawa pulang barang-barangnya. Muncul kerinduan. Di ruangan ini biasa kami menghabiskan waktu ketika kafe sepi. Kami biasa membahas rencana-rencana agar Kafe Naura laris. Seringkali kami berdebat ketika soal resep.
"Naura, nih ulun nemu resep baru. Tempe Bacem ala Chef Aldi. Dia juga bagikan resep gratis di Instagramnya."
Chef Aldi itu lima besar kontestan ICI season tiga. Sekarang dia jadi Selebriti Chef.
"Terus apa hubungannya lawan unda?"
"Cobai di kafe ini tuh ada menu tempe bacem, ngikutin resep Chef Aldi ini."
"Nggak ah. Kita kan jual khas masakan Banjar, sedangkan Tempe Bacem khas Jawa."
"Kan kita bisa kawinkan sama menu yang ada di kafe ini. Contohnya sama Ketupat Kandangan."
Aku mengernyitkan dahi. "Emang enak tempe bacem dikawinkan dengan Ketupat Kandangan?"
"Coba aja dulu."
Aku ikutin idenya Athiyah. Ternyata benar enak. Alhamdulillahnya lagi ketika launching menu tersebut laris manis.
Ah, aku rindu masa-masa itu. Akankah kembali lagi? Satu sisi aku menyesali keputusanku. Sisi lainnya aku nggak bisa mundur lagi. Prinsipku dari dulu kalau sudah nyemplung kelelep sekalian.
"Eh, ada Bu Naura. Bukannya pian ..."
Gina tiba-tiba datang. Astaga, kelamaan melamun kenangan sama Athiyah aku sampai nggak sadar bahwa sudah masuk jam buka Kafe ini.
"Unda ke sini cuma mengambil barang-barang aja kok."
"Yah, sama kayak Athiyah semalam. Padahal ulun berharapnya kalian berdua tetap di kafe ini. Kafe ini nyawanya ada di kalian," ujar Gina dengan nada sedih.
"Ayolah, Bu. Tolong pertimbangkan lagi keputusan pian. Pian sama Athiyah tuh membangun kafe ini sama-sama sudah dua tahun lebih. Masa akhirnya jadi seperti ini?" Gina masih berusaha agar aku mengubah keputusan.
Sayang memang melepas kafe yang sudah dibangun dua tahun lebih bersama Athiyah. Namun, apa yang aku lakukan demi membuat kafe lebih maju di masa depan. Bukankah hidup harus ada yang dikorbankan? Nggak ada salahnya aku mengorbankan Kafe Naura dulu. Toh, hanya untuk sementara. Jika tujuanku tercapai, aku akan balik ke kafe ini lagi.
Aku menepuk-nepuk pundaknya. "Nyawa tenang aja. Unda yakin kafe ini bakal lebih sukses di tangan Rafly dan tanpa kami berdua. Baik-baik sama CEO baru ya."
Setelah mengucapkan kalimat itu aku pergi dari Kafe Naura.
...***...
Pukul 09.00 WITA
Aku sudah tiba di Warung Mi Bancir Chef Agusta. Chef Agustanya juga datang. Pertama-tama aku diperkenalkan dengan seluruh karyawan dulu. Total karyawan ada tujuh. Dua koki, dua pelayan, dua kurir dan satu kasir. Mereka memperkenalkan diri. Aku cuma kenal satu orang Zaini. Calon suami Athiyah. Aku hanya manggut-manggut saja. Nggak peduli nama mereka siapa aja. Toh, tujuanku masuk ke sini untuk mengambil resep.
Siapa tahu lewat Zaini aku tetap bisa mencari tahu tentang Athiyah.
Usai perkenalan, aku diminta Chef Agusta memimpin rapat. Dia ingin mendengar ide-ideku dalam mensukseskan warung mi bancir ini.
"Saya boleh liat resep mi bancir di sini? Siapa tau aku saya muncul ide mengawinkan dengan menu baru," ucapku bohong. Padahal ingin tahi resep spesial mi bancirnya.
Si koki yang rambut klimis memandang Chef Agusta. Pandangannya seolah minta izin. Chef Agusta mengangguk. Dia pun berdiri dan keluar dari ruangan ini.
Nggak lama kemudian dia kembali dengan menyerahkan menu papan resep mi bancir kepadaku. Aku membaca dengan saksama.
Bahan mie
250 gr mie kuning yang ukuran besar
50 gr kol (potong kasar)
2 sdm bumbu sop banjar
2 sdm kecap manis
3 sdm saos tomat (yang merah dan murah)
400 ml kaldu ayam kampung
1 sdt gula pasir
1/4 sdt garam
1/4 sdt kaldu bubuk
Bahan pelengkap
Daging ayam suwir
Telur itik rebus (saya pakai telur ayam omega)
Daun seledri
Bawang goreng
Limau kuit
Aku kecewa. Pasalnya resep yang tertulis sama saja dengan resep mi bancir pada umumnya. Termasuk yang biasa aku masak. Jika resepnya sama kenapa rasanya lebih enak di sini? Apa Mas Agusta memakai penglaris? Harus aku cari tahu lebih lanjut.
"Hmmm ... menurutku ada baiknya kita membikin menu baru. Mi bancir ikan arsik, makanan khas Medan."
Chef Agusta nampak berpikir keras. "Idenya boleh juga. Selama ini saya tidak pernah kepikiran mengawinkan resep masakan Banjar dengan resep masakan kota lain. Gimana menurut kalian yang lain?"
"Saya sih setuju-setuju saja. Siapa tahu resep baru membuat kafe ini semakin laris," timpal salah satu pelayan kafe.
Selain mencari tahu Chef Agusta memakai penglaris atau nggak, aku juga ingin menghancurkan warung mi bancir dari dalam. Salah satunya dengan cara bikin nggak laku lagi. Dulu pernah aku mencoba menu yang aku usulin ini, nggak enak. Sama sekali nggak laku.
Detik demi detik terus bergulir. Tanpa terasa sudah dua jam. Rapat pun berakhir. Kami kembali ke posisi masing-masing. Aku diajak Chef Agusta ke ruangan manager. Hmmm ... ruangannya lumayan luas. Ada kulkas mini dan lemari isi cemilan.
"Semoga kamu betah kerja di sini. Kalau butuh apa-apa, panggil aja karyawan yang lain."
"Siap, Bos."
"Jangan manggil Bos. Kita seangkatan di ICI. Panggil nama aja."
"Tapi pian itu tetap atasan ulun. Kada nyaman manggil nama. Kayak kada sopan gitu."
"Ya udah, panggil Mas atau Kakak aja. Biar lebih akrab."
"Siap, Mas Agus."
"Aku keluar dulu ya. Mau mantau Mi Bancir Cabang Banjarmasin."
Usai dia pergi, aku leyeh-leyeh manja sambil main HP. Buka-buka sosial media.
Ting!
Muncul notifasi Whatsapp.
Naura, pian harus hati-hati dengan Rafly. Tolong jaga sertifikat atau surat penting kafe dengan baik. Tadi ulun mendangar Rafly bepandir di telepon, inya banyak utang dan andak menggadaikan sertifikat kafe gasan melunasi utang-utangnya.
Masa sih Rafly sejahat itu? Antara percaya nggak percaya terhadap ucapan Athiyah. Namun, nggak ada salahnya untuk waspada.
...***...
Pukul 22.00
Aku dan Rafly pulang ke rumah dalam waktu bersamaan. Ketika aku mau masuk kamar, tiba-tiba Rafly menahanku.
"Kak Naura, tunggu! Ada yang mau aku bicarakan tentang kafe."
Aku menoleh. "Apa? Kafe ada masalah hari ini?"
"Alhamdulillah lancar. Laris tadi."
"Terus mau bicara apa?"
"Aku boleh lihat sertifikat atau surat izin usaha kafe ini?"
Alis sebelah kananku terangkat. "Untuk apa?"
"Jadi gini, aku aku lihat di postingan instagram, ada lomba ke wirausahaan kafe. Aku ingin ikut sertakan Kafe Naura Hadiahnya lumayan lima puluh juta rupiah. Syaratnya melampirkan surat izin kafe."
Naura, pian harus hati-hati dengan Rafly. Tolong jaga sertifikat atau surat penting kafe dengan baik. Tadi ulun mendangar Rafly bepandir di telepon, inya banyak utang dan andak menggadaikan sertifikat kafe gasan melunasi utang-utangnya.
Mendadak teringat lagi isi WA dari Athiyah. Aku rasa ini waktu yang tepat membuktikan Rafly benaran berniat jahat atau nggak. Aku masuk ke kamar lalu menyerahkan surat izin kafe. Namun, yang aku serahkan hasil fotokopian. Yang aslinya tetap disimpan rapat.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 39 Episodes
Comments