Nggak ada angin nggak ada badai, Naura tahu-tahu membawa cowok terlihat berondong ke kafe. Siapa cowok itu? Apa pacar barunya? Secara Naura sejak SMP suka cowok lebih muda. Mantannya terakhir aja berumur 22 tahun sedangkan dia sudah berumur 29 tahun. Cinta memang nggak mengenal usia.
"Bagus kalau kalian sudah datang. Jadi unda mulai rapatnya ya." Naura membuka pembicaraan. "Pertama-tama unda mau memperkenalkan cowok di sebelah unda ini ke kalian berataan. Namanya Rafly. Dia sepupu unda dari Semarang."
Dugaanku meleset ternyata. Bukan pacar barunya, melainkan sepupu. Lantas kenapa dibawa ke kafe? Pertanyaan bercokol di kepalaku.
Tiba-tiba aku haus. Untung sebelum rapat, salah satu karyawan inisiatif menyediakan kopi di atas meja ini. Aku menyeruput kopi bikinannya dulu.
"Rafly unda bawa ke sini karena inya mulai besok jadi CEO di kafe ini."
Uhuk. Sial, aku kesadakan mendengar ucapan Naura barusan. Gina menepuk-nepuk pundakku. "Han, munnya minum tuh begamatan," timpal.
"Ulun tu kesadakan kadanya behancap pang, tapi takajut mandangar lakian di depan kita ini akan jadi CEO di kafe ini," jawabku.
"Sama. Aku gin takajut jua. Kada angin kada badai kujuk-kujuk Bu Naura meumumakan kafe ini CEO baru. Emang pian andak ke mana gerang, Bu, jadi kafe ini harus ada CEO baru?"
Naura terdiam. Terpancar jelas keraguan di raut wajahnya. Apa mungkin ada masalah?
Aku pegang tangan Naura. "Naura, kalau ada masalah, ayo cerita. Siapa tahu kami bisa bantu jalan keluar. Bukan kujuk-kujuk memunculkan CEO baru di kafe ini."
"Aku mau melamar kerja jadi manager ke warung Mi Bancir Chef Agusta."
Untung aku sudah nggak minum lagi. Coba kalau minum, bisa tersedak kedua kalinya. Ini sungguh mengejutkan. Demi apa coba sudah punya usaha sendiri tiba-tiba mau jadi karyawan orang lain. Lawannya dari 2011 pula. Padahal kemarin dia bilang nggak sudi masuk ke rumah lawan.
"Aku kada salah mandangar, kah? Nyamannya sudah baisi usaha sendiri malah andak jadi karyawan orang lain," cetus Gina.
"Bu Naura lagi migau kali," sahut Siti.
Ucapanku diwakili oleh Gina.
"Cuma pengen cari suasana dan tantangan baru aja. Di sini saya merasa gitu-gitu aja," jawab Naura santai.
Aku nggak percaya alasannya itu. Firasatku mengatakan Naura masuk ke rumah lawan karena ingin mencuri resep Mi Bancir Chef Agusta.
"Ulun kada setuju. Kita membangun kafe ini dari nol, masa tahu-tahu digantikan sama orang lain?"
"Saya tuh memberitahu kalian bukan untuk meminta persetujuan kalian, melainkan meminta kalian menerima Rafly sebagai CEO baru di kafe ini."
Brak!
Aku menggebrak meja. Lalu pergi begitu saja. Pertama kalinya aku marah ke Naura. Bisa-bisanya dia membuat keputusan besar tanpa berdiskusi denganku dulu. Seolah aku nggak ada artinya di mata dia.
...***...
Aku capek naik motor nggak ada arah tujuannya. Akhirnya mampir ke Madeline Coffe Kitchen Rooftop. Di sini tempat makan favoritku dengan Zaini. Tempatnya romantis karena kita bisa melihat pemandangan kota Banjarbaru dari atas. Banyak spot foto kece dan instagramble.
Aku coba kirim WA ke Zaini.
Kak, bisa datang ke Madeline Coffe Kitchen Rooftop? Ulun lagi butuh pendapat pian.
Lima menit Zaini balas pesanku.
Insya Allah lah. Lagi sibuk ini.
Agak kecewa membaca balasannya. Namun, aku tetap berharap semoga dia bisa datang. Lagi butuh banget pencerahan dari calon suami.
Sembari menunggu kedatangannya, aku mau bersih-bersih sampah di folder HP dulu. Nggak sengaja nemu fail PDF berjudul 'Surat Pengunduran Diri'
Surat ini dulu aku bikin saat mengundurkan diri dari salon kecantikan dan pindah ke kafe Naura. Haruskah kali ini aku mengirimkan surat serupa ke kafe Naura?
Aku mulai bimbang antara resign atau nggak.
"Maaf, aku baru datang. Aku abis nganter makanan dulu ke Ratu Elok," ucap Zaini baru datang.
"Kada papa, Kak. Ulun baru sampai jua kok."
"Udah pesen?"
"Belum. Takut dingin. Pian mau pesan apa?"
Aku melambaikan tangan. Sesaat kemudian pelayan kafe datang membawa buku menu dan buku catatan kecil. Berhubung sudah sering ke sini, kami pun langsung memesan menu waffle with chocolate drizzled ice cream.
Pelayan mencatat pesanan berlalu dari hadapan kami.
"Tadi di sms katanya ikam tu lagi butuh pendapatku. Ada apa tadeh?"
Aku menceritakan secara rinci dari awal Naura memperkenalkan Rafly sampai rasa sakit hatiku karena merasa nggak dianggap sama Naura tentang keputusan besarnya.
"Jadi kaitu permasalahannya."
"Ulun nih bingung apa yang harus ulun lakukan ke depannya. Satu sisi pengen resign, ulun masuk ke kafe Naura demi Naura. Sahabatan sama Naura sejak lama. Nah, mun Naura kadada, buat apa pula masih di kafe itu? Sisi lainnya sayang. Perjuangan banar bangun kafe itu. Merasa hutang budi dan takut di tempat lain belum tentu senyaman di kafe Naura. Menurut pian kayaapa?"
"Menurutku sih sederhana, coba istikharah. Minta petunjuk sama Allah. Insya Allah akan menemukannya jawaban terbaik. Kalau aku yang jawab, kaina takutnya malah makin tersesat."
Jawaban sederhana, tapi sangat mengena di hati. Benar kata Zaini, ketika berada di persimpangan, hanya Allah tempatku meminta petunjuk. Kok nggak kepikiran ya?
...***...
Sepulang dari Madeline Coffe Kitchen Rooftop, aku melihat Naura lagi boncengan motor sama Rafly. Entah mereka mau ke mana. Ini kesempatan yang tepat untuk berbicara ke orang tua Naura. Bukan mau mengadu. Namun, aku nggak mau Naura semakin jauh tersesat dari rasa iri, dengki dan dendamnya ke Chef Agusta.
"Assalamualaikum," sapaku mengetuk rumah Naura.
"Waalaikumsalam."
Yang membukakan pintu mamanya. "Eh, Athiyah. Mau ketemu Naura ya? Wah, inya anyar berangkat lawan sepupunya."
"Justru ulun ke sini karena andak bepandir sesuatu ke pian wan abahnya Naura."
"Ada apa tadeh jadi andak bepandir wan kami?" sahut abahnya Naura.
"Masuk dulu, yuk. Biar enak bepandirnya."
Setelah dipersilakan masuk dan duduk di sofa, aku menceritakan kelakuan Naura. Dari rencana liciknya naruh kecoa dan tikus mainan di warung Mi Bancir Chef Agusta sampai keputusannya jadi manager di warung mi bancir lawan demi mencuri resep.
Mata mamanya Naura melotot. "Jadi kaitu kelakuan Naura di luar? Kami kada nyangka. Padahal semalam tuh jar Naura, Rafly andak ditempatkannya di posisi satpam."
"Ulun ni terpaksa ngadu ke kalian karena Naura kada mendangari ucapan ulun. Ulun takutnya Naura makin tersesat. Tolong, jangan bilang ke Naura ulun ngadu ke kalian lah."
"Soal itu tenang aja, aman. Makasih banar sudah repot-repot memberitahu kelakuan Naura. Naura biar jadi urusan kami. Kalau perlu kita kerjasama kasan menyadarkan Naura," pungkas abahnya Naura.
Aku bernapas lega berhasil mengatakan ke mereka. Terlebih mereka bersedia bekerja sama denganku untuk menyadarkan Naura.
...***...
Kamus Bahasa Banjar
-Kasadakan : tersedak
-Begamatan : pelan-pelan
-Behancap : buru-buru
-Takajut : terkejut
-Kujuk - kujuk : tahu - tahu
-Ikam : kamu. Untuk bahasa seumuran.
-Kasan : untuk
-Bepandir : ngomong
-Mendangari : mendengarkan
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 39 Episodes
Comments