Cuaca di luar cukup sejuk di musim gugur. Hembusan angin yang menggoyang pepohonan, membuat dedaunan terus berjatuhan. Setelah musim gugur berlalu, maka musim dingin akan menyambut.
Malam ini, Ben kembali ke rumah hampir di pertengahan malam sebab ada beberapa pertemuan penting terkait dengan bisnis ilegal pamannya. Dia bahkan melewatkan jam makan malam di rumah, suatu hal yang memang sering sekali ia lakukan. Sampai-sampai putrinya terkadang protes dengan pekerjaannya yang selalu membuatnya jarang pulang.
Kantornya memang ada di Hongkong, tapi untuk pusatnya ada di Shenzhen, jadi mau tak mau dia harus bolak-balik Hongkong-China.
"Daddy pulang, nak" Naik ke tempat tidur lalu merebahkan diri dengan menopang kepala menggunakan salah satu siku tangannya, tangan yang lain bergerak mengusap kening putrinya sebelum kemudian mengecupnya cukup lama.
Wajah damai dalam tidur pulas Mikayla, mengingatkan Ben pada sosok sang istri yang akan terus ia cintai hingga nafas terakhir.
"Maaf ya, daddy lagi-lagi telat pulang" Dia bergumam lirih setelah melepas kecupannya.
"Daddy sangat merindukan Kay, apa Kay juga merindukan daddy?"
"Enggak" Mata Ben seketika membulat ketika Mikayla menjawab pertanyaannya. "Tapi itu bohong daddy" Lanjutnya membuka mata kemudian melingkarkan lengan mungil di leher Ben. "Kay rindu Daddy"
"Mikayla, kenapa belum tidur?"
"Sudah tidur tadi, tapi kebangun gara-gara dengar suara daddy pulang, daddy berisik jadi bangun"
"Maafin daddy ya, udah ganggu tidurnya Kay"
Anak itu mengangguk kemudian berbisik "I love you my sweetest daddy"
"Daddy love you too, my sweetheart"
"Mommy?" Kata Mikayla.
"Kenapa sama mommy?" tanya Ben mengernyit bingung.
"Sayang Mikayla?"
"Sayang dong, nak"
"Kay pengin ketemu mommy" Sepasang mata Kay yang di lingkupi bulu mata lentik mengerjap.
Sebelum merespon, Ben kembali mengecup kening putrinya kemudian membawa ke dalam pelukannya.
Bagaimana dia memberitahukan pada Mikayla kalau sang mommy tidak pernah merindukannya?
Shanum bahkan sangat bahagia seperti tak memiliki seorang anak ketika diam-diam Ben mendatangi rumah mertuanya dan melihat Shanum seakan tanpa beban.
"Daddy!" Kepala Kay sedikit tengadah, menempelkan dagunya di dada Ben.
"Maaf ya, daddy belum bisa menemukan mommy, tapi daddy janji akan terus cari mommy sampai ketemu"
"Tapi kenapa mommy bisa hilang? Apa mommy di culik, atau tersesat dan nggak tahu jalan pulang?"
"Mommy tersesat nak"
"Tapi kan mommy udah gede dad, kenapa nggak tahu jalan pulang? Kay tahu jalan pulang dari pasar ke rumah"
"Mikayla doain mommy terus supaya tahu jalan pulang, okay" Tangan kokohnya membelai rambut Mikayla.
"Kay selalu doain mommy, tapi nggak di kabulin, mommy belum pulang juga sampai sekarang"
"Pokoknya berdoa terus! Kata mommy, doa itu bisa merubah apapun"
"Apa bisa nemuin mommy juga?"
"Of course!"
Tiba-tiba Mikayla melantunkan sebuah doa.
"Yaa Allah, Kay rindu mommy, Kay pengin ketemu mommy, kabulin ya Allah"
Sepasang mata Ben langsung menghangat mendengar doa yang terucap dari mulut Mikayla lalu mengamininya.
Maafin daddy, nak ... Daddy sudah bohong sama Kay. Mommy nggak hilang, mommy hidup bahagia bersama opa, oma di Jakarta. Atau mungkin malah sudah menikah lagi dan punya anak.
Menghela napas panjang, Ben lalu mengajaknya tidur. "Tidur lagi yuk, sudah larut"
"Daddy" Panggil Mikayla sendu.
"Iya sayang!"
"Besok Kay ada fieldtrip ke kebun binatang, kata Laosi (guru) daddy boleh ikut kalau nggak sibuk"
"Kalau daddy nggak ikut gimana?"
"Nggak apa-apa, daddy kan kerja. Teman Kay juga banyak yang daddy mommynya nggak ikut"
"Okay, besok daddy ngomong ke laosi kalau daddy nggak bisa ikut, terus minta laosi buat jagain Kay baik-baik"
"Iya daddy"
"Maafin daddy ya, nggak bisa temani Kay, daddy janji kalau lagi nggak kerja ajak Kay jalan-jalan"
"Andai ada mommy" Gumam Kay lirih.
"Sudah-sudah, Kita tidur lagi saja yuk!"
"Ya daddy, good night"
"Good night" Balas Ben yang di susul dengan mengecup puncak kepala Mikayla.
Anak itu mungkin langsung bisa memejamkan mata karena dia berada dalam pelukan sang daddy, tapi tidak dengan Ben yang justru ingatannya jatuh pada situasi lima tahun lalu.
Flash back on.
"Tuan Ben" Suara Shanum terdengar ragu-ragu. Ben yang sedang menghadap layar komputer, langsung memusatkan perhatian ke wajah istri cantiknya.
"Ada apa?" Ia melepas kacamata. Matanya tidak minus ataupun silinder, tapi jika sedang berhadapan langsung dengan komputer, ia selalu mengenakan kacamata pelindung.
"Bisa kita bicara?"
Mengatupkan bibir, Ben lantas mengangguk lalu meletakkan kacamatanya di depan komputer yang tetap di biarkan menyala.
"Bisa?" Sahutnya singkat.
"Bisa kita duduk di atas tempat tidur"
Sempat heran dengan permintaan sang istri, Ben melirik ke arah ranjang yang masih tampak rapi.
Butuh lima detik untuk mereka bisa duduk di tepi ranjang dengan saling berhadapan.
"Sebelum mulai bicara, aku ingin mengingatkanmu" Ben melipat salah satu kaki ke atas kasur lalu meraih tangan kanan Shanum untuk ia genggam. "Jangan panggil aku tuan Ben, aku ini sudah menjadi suamimu, rasanya tidak pantas kata tuan terselip sebelum namaku"
"Terus panggil apa?"
"Panggil Ben, atau_" Ben menggantung kalimatnya sesaat. "Sayang" Ada kerlingan jahil yang membuat Shanum tersipu malu.
"Okay mau bicara apa?"
"Begini, Ben" Ucapnya ragu. "Bukan-bukan, maksudku sayang"
Sementara Ben mengangkat satu alisnya sambil menahan senyum geli melihat ekspresi gemas di wajah sang istri.
"Meski pernikahan kita adalah sesuatu yang tidak pernah di sangka, tapi tetap saja kita terikat dalam satu hubungan"
"Hemm" Ben berdehem. "Lalu?"
"Pernikahan juga bukan sebuah permainan, jadi apa kamu nyaman dengan hubungan kita ini?"
"Nyaman" Sahut Ben tanpa pikir panjang"
"Maksudku, Dia menciptakan istri-istri dari jenismu sendiri supaya kamu cenderung merasa tenteram berada di dekatnya, dan di jadikan-Nya di antaramu rasa kasih sayang, so jika tidak ada ketentraman di hatimu, kita bisa mengakhirinya"
"Kamu mau mengakhirinya?" Tanya Ben sedikit was-was.
"Sudah ku bilang tadi bahwa pernikahan bukan permainan. Ada nafkah batin yang berhak kita dapatkan, dua bulan sudah cukup buatku untuk memikirkannya, dua bulan adalah waktu yang lama dan dosaku pasti menumpuk karena belum melakukan kewajibanku memberikan hakmu sebagai suamiku"
"Jadi_?" Ben mengerutkan dahi, menatap penuh lekat manik pekat istrinya yang juga sedang menatapnya dalam.
"A-aku tidak mau terbebani, isya Allah aku sudah siap jika kamu menginginkannya"
Paham kemana arah pembicaraan istrinya, Ben lalu melempar pertanyaan. "Kamu siap?"
Shanum menganggukkan kepala untuk meresponnya. "Aku menerima pernikahan ini, aku siap"
"Malam ini?" Senyum Ben tampak begitu menggoda.
"Terserah kamu"
Shanum yang menundukkan kepala, membuat tangan Ben terulur untuk mengangkat dagunya. Otomatis pandangan mereka langsung bertemu.
Mereka bergeming dengan tatapan lekat, masing-masing juga sibuk menormalkan deru jantung yang tiba-tiba meliar.
Tiga detik kemudian, Ben mengecup kening Shanum dalam dan lama sebelum kemudian memeluknya erat-erat. Pelukan yang justru memberikan efek nyaman di hati keduanya.
"Mari kita mulai dari awal, Sha! Aku mencintaimu, sudah lama mencintaimu"
Tertegun, Shanum mendengar ungkapan cinta Ben yang terdengar amat tulus. Ini pertama kali pria itu menyatakan cintanya setelah dua bulan menikah. Begitu pula dengan Shanum yang belum pernah mengatakan cintanya pada sang suami.
"Kamu mencintaiku?" Ben mengurai pelukan lalu menatapnya dengan sorot serius, jantungnya berdebar saat dia menanyakan itu.
Untuk ke sekian kalinya Shanum menjawab dengan bahasa tubuh, menganggukkan kepala pelan, tapi tanpa ragu.
Dan di malam itulah mereka mengawalinya setelah dua bulan usia pernikahan. Mereka mulai menerima satu sama lain untuk bersama-sama melangkah mengarungi bahtera rumah tangga yang samawa.
Keduanya saling memberikan kebahagiaan, lahir dan batin, sama-sama melakukan yang terbaik demi menunjang kebutuhan jasmani dan rohani, kecanggungan di antara mereka pun kian menipis dan bahkan menghilang tanpa meninggalkan jejak.
Sejak malam itu pula, mereka saling memberikan yang terbaik, perhatian, kasih sayang, serta kesetiaan yang berlimpah.
Flash back of.
Kenangan yang terlalu manis untuk di ingat, membuat Ben akhirnya hanyut terbawa arus mimpi.
Benar-benar rumah tangga yang indah, namun sayangnya hanya sekilas.
****
Keesokan paginya Shanum yang sudah satu malam menempati apartemennya, pagi ini bersiap hendak pergi ke kantor Imigrasi untuk membuat kartu identitas.
Selama tinggal di Hongkong, selain harus mengantongi visa dan juga pasport, Shanum juga harus memiliki ID card Hongkong yang tampilannya seperti Kartu tanda penduduk.
"Ini ID card sudah langsung jadi kan Nik?" tanya Shanum lalu menggigit sandwich.
"Iya Nona, paling cuma nunggu satu sampai dua jam"
"Okay, kita langsung belanja isi kulkas setelah itu"
"Baik nona"
Hening, mereka fokus dengan sarapannya masing-masing.
Begitu selesai makan, dua wanita satu generasi itu bergegas pergi menuju Imigration office.
Hingga tiga jam berlalu, dan urusan mereka juga sudah selesai, Shanum yang merasa agak pusing memilih duduk di sebuah bangku taman dekat supermarket, menunggu sang asisten yang sedang berbelanja kebutuhan sehari-hari.
Terlalu fokus dengan ponsel dan tidak memperhatikan sekitar, tiba-tiba ia di kejutkan oleh seorang anak kecil yang menghampirinya.
Yang lebih mengejutkannya lagi, anak itu dengan tanpa ragu memposisikan dirinya duduk di atas pangkuan Shanum sambil memanggilnya.
"Mommy!"
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 29 Episodes
Comments
Rusme Juthec
gmn ceritanya sampai bisa menikah thor
2023-08-17
1
Arsia
lanjut LG kak
2022-11-27
0
Asri
menunggu flashbacknya shanum kecelakaan, ben tau kalau shanum amnesia, dan juga shanum sembuh dr amnesia nya 😁
2022-11-27
0