"Kalian melumpuhkan mereka?" Twister menatap Dior dan Gio yang kini berdiri di tepi ranjang, di mana Fritz terbaring dalam keadaan tak sadarkan diri akibat serum bius yang mereka gunakan untuk melumpuhkannya.
"Kami tidak memiliki pilihan lain, tuan. Dia terus memberontak dan berusaha melarikan diri. Hanya itu satu-satunya cara agar kami bisa membawanya kemari," jawab Gio.
"Tidak masalah, lagipula dia masih hidup 'kan? Jadi semuanya masih tetap terkendali. Sekarang bisa kalian tinggalkan aku dan saudaraku berdua di sini?" Theresia berucap.
"Baik, nona. Kalau begitu kami permisi." Gio dan Dior beranjak meninggalkan mereka berdua di dalam kamar yang menjadi tempat Fritz terbaring.
Pintu beton yang menjadi alternatif keluar dari kamar tersebut langsung tertutup rapat begitu keduanya keluar.
"Apakah ini sungguh dia?" tanya Theresia dengan wajah girang. Ia tidak percaya kalau ternyata targetnya bisa setampan ini.
"Ya, memang dia orangnya. Aku bisa dengan sangat jelas merasakan auranya."
"Oh, jadi aura positif yang luar biasa ini berasal darinya? Pantas saja aku merasa ada yang berbeda. Omong-omong bolehkah aku mengecek kedua matanya?"
"Untuk apa?"
"Aku ingin tahu saja bagaimana kedua matanya. Dari yang aku dengar, dia memiliki mata yang indah 'kan? Jadi bolehkah aku mengeceknya?"
"Tidak! Bagaimana jika dia sampai bangun?"
"Aku tidak akan membuatnya bangun. Aku janji. Boleh, ya?" Theresia melemparkan tatapan memelas ke arahnya, membuat Twister geli sendiri. Akhirnya mau tidak mau, dirinya membiarkan Theresia untuk mengecek iris mata Fritz. Sebenarnya, Twister sendiri penasaran dengan mata Fritz yang katanya memiliki sebuah keistimewaan yang hanya dimilikinya.
"Omong-omong aku belum mengabarinya soal ini. Aku akan segera kembali setelah memberitahunya bahwa kita berhasil menangkap Fritz." Twister mengeluarkan phoneglass-nya.
"Baiklah. Aku akan tetap di sini dan menunggunya."
"Jangan sampai membuatnya bangun, okay?"
"Kau tenang saja." Theresia kesal jadinya.
Twister beranjak dari dalam ruangan tersebut dan sibuk menghubungi seseorang. Begitu sambungan telponnya terhubung, ia bisa mendengar suara seorang lelaki di seberang sana.
"Ada apa?" tanya lelaki di seberang sana begitu sambungan telpon mereka terhubung.
"Kami sudah berhasil menangkapnya."
"Apa? Sungguh? Di mana dia sekarang?"
"Kami sudah membawanya ke markas utama. Dia sedang dalam keadaan tidak sadarkan diri. Gio dan Dior memberikannya suntikan berisi obat bius guna melumpuhkannya. Sejak awal, dia berusaha memberontak setiap kali mereka berusaha menangkapnya."
"Tapi dia selamat 'kan?"
"Tentu saja. Hanya saja akan butuh waktu sampai besok untuk dia bangun."
"Itu lebih baik. Aku senang mendengarnya, pokoknya lakukan seperti yang sudah kita rencananya. Awasi dia dan jangan sampai kalian lengah, okay?"
"Baik."
Twister menekan tombol, memutuskan sambungan telpon mereka. Begitu hendak kembali ke dalam kamar, secara tiba-tiba dia mendapatkan sebuah notifikasi masuk dari seseorang.
Tangannya bergerak menekan panel yang muncul dengan gambar hologram berbentuk surat.
Twister merekahkan senyum begitu membaca isi pesan yang di dapatnya. Perasaan bahagia menyeruak begitu saja ke dalam dirinya.
Ini akan menjadi malam yang indah. Aku tidak boleh melewatkannya!
...*...
"Ada apa ini? Kenapa banyak sekali hidangan di sini?" tanya wanita itu sambil berjalan masuk ke dalam ruang dapur. Di sana, seorang pria tampan tengah sibuk membereskan meja makan. Menata setiap hidangan yang ada di atas meja.
Tiger mendongak begitu menyadari kehadiran Stella. Lelaki itu mengulum senyum lalu berkata, "ini adalah hari spesial. Kita akan makan bersama, dan… ada beberapa tamu yang akan datang."
"Benarkah? Siapa? Apakah pacarmu?" Stella menaik-turunkan alisnya, menggoda lelaki yang jadi teman sekaligus rekan kerjanya selama bertahun-tahun di laboratorium.
"Bukan. Mereka adalah keponakanku."
"Aku kira pacarmu. Omong-omong, memangnya kau tidak punya pacar? Mau sampai kapan kau melajang? Usiamu terus bertambah, kalau tidak boleh melajang selamanya. Apalagi kau itu tampan, sayang gen-mu jika tidak diturunkan. Popular pria tampan sepertimu akan berkurang." Stella berucap sarkas sambil duduk dan mencoba beberapa hidangan yang tersaji di sana.
"Haha, kau ini bisa saja. Sebenarnya aku sudah punya pasangan."
"Benarkah? Sejak kapan? Kenapa kau tidak pernah cerita padaku?" Stella kaget mendengar ucapannya barusan. Ini adalah pertama kalinya dia mendengar bahwa Tiger memiliki pasangan. Seumur hidupnya, sejak awal Stella kenal dengan Tiger, dua tidak pernah melihatnya jalan dengan wanita manapun. Sebuah keajaiban Tiger akhirnya memutuskan untuk menjalin hubungan dengan seseorang.
"Aku tidak bisa cerita banyak karena… pasanganku sendiri sedang dalam kondisi kurang baik."
"Benarkah? Apa yang terjadi padanya? Apa dia sakit? Atau menderita penyakit parah? Astaga, kasihan sekali. Kau pasti sedih 'kan? Aku turut sedih untukmu…" Lagi. Wanita itu memang begitu, selalu mencecarnya dengan berbagai pertanyaan dan rentetan kalimat yang nyaris bicara tanpa jeda.
"Tidak. Dia hanya mengalami amnesia dan lupa bahwa aku adalah pasangannya. Dia malah menganggap kita hanya berteman."
"Astaga…" Stella speechless.
"Kau tenang saja. Aku baik-baik saja, lagipula melihatnya dalam kondisi sehat sudah cukup untuk membuatku senang. Selain itu, aku juga tidak akan berhenti membantunya mengingatku." Tiger tersenyum simpul sembari menaruh satu piring terakhir di atas meja.
Perhatian lelaki itu seketika beralih pada suara bel pintu yang berbunyi.
"Seperti itu mereka," kata Tiger sambil beranjak menghampiri pintu depan. Stella berjalan mengikutinya dari arah belakang. Ia merasa penasaran dengan tamu siapa yang baru saja tiba.
Di depan pintu, Tiger menekan tombol yang ada pada panel hologramnya. Pintu yang tadinya terkunci seketika terbuka dan bisa dengan mudah untuk mereka melihat dua orang yang kini berdiri di ambang pintu.
"Selamat malam!" seru keduanya begitu pintu terbuka dan menampakkan Stella serta Tiger di ambang pintu masuk.
Stella membulatkan kedua matanya begitu melihat siapa yang kini ada dihadapannya.
"Twister! Theresia!" serunya dengan wajah kegirangan.
"Tante!" Twister dan Theresia melangkah menghampiri wanita itu lalu memeluknya erat. "Ah~ aku sangat merindukan kalian berdua," gumam Stella sambil memeluk keduanya dengan sebuah pelukan besar.
"Kami juga sangat rindu dengan Tante. Sudah lama kita tidak bertemu," kata Theresia.
"Bagaimana keadaan Tante? Tante baik-baik saja 'kan?" Twister melerai pelukan mereka.
"Kabar Tante baik-baik saja. Kalian sendiri bagaimana? Kalian juga baik 'kan? Kalian makan dengan teratur dan istirahat dengan teratur 'kan?" Stella menatap kedua orang muda itu bergantian.
"Kami makan dengan teratur dan istirahat dengan teratur," sahut keduanya berbarengan. Stella tersenyum simpul dengan perasaan lega mendengarnya.
"Ehem, jadi kalian hanya rindu padanya? Apa kalian berdua tidak rindu dengan om kalian ini?" Tiger berucap. Membuat fokus Twister dan Theresia beralih padanya di sana.
...***...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 20 Episodes
Comments