The First Child
Andro City, Cybertrone.
2019
Dua orang pria menyeret tubuhnya sepanjang koridor. Beberapa orang bersenjata lengkap berjalan di setiap sisi guna memastikan semuanya aman hingga mereka tiba di ruang utama.
Dylan terkulai lemah tak berdaya ketika beberapa orang di sisi kiri dan kanannya menyeret tanpa peduli bagaimana kondisinya sekarang.
Mereka menghentikan langkah di depan sebuah pintu beton yang menggunakan sistem kunci sidik jari.
Salah satu penjaga itu menghampiri layar kunci, melepaskan sarung tangan hitam yang dia gunakan dan mulai membuka pintu kuncinya dengan kode akses yang dia miliki.
Bshh…
Pintu beton itu bergetar lalu terbuka secara perlahan, bersamaan dengan itu—beberapa pintu lain juga terbuka di dalamnya.
Mereka segera masuk dan terus menyeret tubuhnya.
Ruang utama memang sengaja di rancang dengan sedemikian rupa, berbagai keamanan di pasang guna memastikan tidak ada pencuri yang dapat melarikan diri dengan mudah dari sana.
Brukk!
Kedua pria yang menyeretnya itu menjatuhkan tubuh Dylan begitu mereka tiba di dalam sana.
"Maafkan kami tuan. Kami tidak bisa membawa profesor, karena beliau bunuh diri tepat ketika kami berusaha untuk menangkapnya," lirih salah seorang pria di sana.
"Apa?!" Lelaki itu membelalakkan mata begitu mendengar kalimat yang baru saja terlontar dari mulut anak buahnya. "Si tua bangka itu bunuh diri, kau bilang?"
"Benar, tuan."
"Tidak bisa aku percaya. Ternyata dia sampai merelakan nyawanya hanya untuk menyembunyikan kode menuju penyimpanan rahasianya?" Pria itu bergumam pelan.
"Betul, tuan. Bahkan beliau bilang tidak ada yang tahu kode rahasia menuju ruangannya selain dirinya. Beliau bilang, tuan tidak akan pernah mendapatkan apa yang tuan inginkan."
"Aku tahu dia berbohong."
"Eh?"
"Si tua bangka itu berkata seperti itu berharap aku menyerah. Padahal aku tahu, dia selalu berbagi segala hal yang dia punya pada orang kepercayaannya. Maka dari itu, aku menugaskan kalian untuk membawanya." Pria itu beralih pandang pada Dylan yang kini terbaring di lantai dalam keadaan kacau karena berusaha melawan ketika dilumpuhkan.
Pria itu berjongkok, ia menepuk-nepuk wajah Dylan dengan keras hingga membuatnya tersadar.
Dylan membuka kedua matanya perlahan. Pandangannya sedikit buram dan kepalanya terasa sakit, sebelum akhirnya dia bisa melihat semuanya dengan jelas.
Hal pertama yang dilihatnya ketika membuka mata adalah pria yang kini berjongkok dihadapannya seraya menatapnya dalam jarak yang cukup dekat.
"Hai, Dylan! Apa kabar?" Pria itu mengeluarkan smirk-nya.
Dylan membulatkan mata begitu sadar siapa yang berdiri dihadapannya.
"K-kau…! Apa yang sebenarnya telah kau lakukan? Dimana profesor? Kenapa aku ada di sini?" teriak Dylan penuh emosi.
"Si tua bangka itu sudah mati, dan kau ada di tempatku."
"A-apa?! Beraninya kau membunuh profesor. Aku tidak akan tinggal dia akh—" Dylan meringis menahan sakit ketika ia berusaha menyerang pria itu tapi yang terjadi dirinya malah terkena sengatan listrik yang membuatnya langsung lemas.
Sengatan listrik itu berasal dari kalung yang entah sejak kapan terpasang di lehernya.
"Kau tidak akan bisa melawanku, karena kau terlalu lemah, haha…"
"A-apa yang sebenarnya kau inginkan? Kenapa kau melakukan ini padaku dan profesor? Apakah kau tidak ingat siapa yang sudah membuatmu jadi seperti ini? Itu semua karena profesor!"
"Yang aku inginkan hanyalah serum evolusi. Aku sudah memintanya secara baik-baik, tapi karena kalian tidak memberikanku pilihan… jadi aku terpaksa melakukan hal ini. Sekarang katakan dimana kode akses menuju ruang rahasia profesor! Dimana si tua bangka itu menyembunyikannya?! Aku tahu kau mengetahuinya 'kan?"
Dylan menatapnya gusar. "Kalaupun aku tahu, aku tidak akan memberikan kodenya pada orang serakah sepertimu!"
Pria itu terdiam sejenak sebelum akhirnya terkekeh pelan. Kekehnya membuat Dylan seketika berubah bingung.
"Aku rasa kau akan berubah pikiran ketika melihat ini…"
Plok! Plok!
Pria itu menepuk tangannya beberapa kali. Lalu dua orang pria datang dengan menyeret seorang wanita dengan kasar masuk ke dalam ruangan tersebut.
Dylan membulatkan kedua matanya.
"Bagaimana? Kau akan tetap dengan keputusanmu?"
"Aku ingin kau pikirkan ini baik-baik, karena nyawanya sekarang ada di tanganmu!"
...*...
"Anda memanggil saya, tuan?" Pria itu membungkuk memberi hormat ketika tiba di ruangan tersebut.
"Aku punya satu misi penting untukmu!"
"Misi, tuan?"
Srakk!
Pria yang menjadi tuannya itu melemparkan sesuatu padanya. Ia mendongak. Benda yang baru saja dia lemparkan adalah sebuah kartu akses.
Kartu pengenal berisi gambar lelaki yang sebelumnya dia temui.
"Pergilah ke abad tiga puluh empat. Ke tahun tiga ribu tiga ratus satu, dan cari seorang anak berdarah campuran. Begitu kau menemukannya, segera bawa anak itu ke sini!"
"Saya mengerti, tuan. Tapi bagaimana cara saya menemukan orang yang tepat?"
"Kau akan tahu begitu kau tiba di abad tiga puluh empat. Kau akan bisa merasakan dan membedakannya. Orang yang kau cari, memiliki aura yang begitu kuat dan kekuatan yang begitu dahsyat. Dia juga memiliki mata yang berbeda dari yang lain. Hanya dalam satu kali menatapnya, kau akan bisa merasakan sebuah aura aneh yang tidak pernah kau rasakan sebelumnya."
"Saya mengerti, tuan."
"Pergilah, dan jangan kembali sampai kau membawanya ke hadapanku!"
...*...
Andro City, Cybertrone.
3301
Malam semakin larut. Cahaya bulan malam itu berpadu dengan gemerlap bintang dan lampu-lampu jalan serta gedung-gedung pencakar langit yang menjulang tinggi.
Walaupun semakin larut, tapi jalanan masih tampak ramai. Masih ada banyak orang yang beraktivitas, membuat kota itu seolah tak pernah tidur sama sekali.
Tap!
Mereka menghentikan langkahnya di salah satu atap gedung terbuka. Sudah berhari-hari mereka mencari keberadaan target mereka. Tapi mereka sama sekali tidak bisa menemukan keberadaannya.
Dimana aku bisa menemukan keberadaan anak itu?
Di antara kota yang luas ini, kira-kira dimana aku bisa menemukannya?
Aku harus bisa menemukan dia secepatnya.
Pria itu diam memandangi pemandangan kota yang kini terpampang jelas dihadapannya. Andro City, benar-benar tampak berbeda dari bayangannya seribu tahun lalu.
"Sekarang, kemana kita akan mencarinya, tuan?" Salah satu anak buahnya bertanya.
"Kita sudah mencarinya kemana-mana, tapi kita tidak bisa menemukannya sama sekali." Yang lain menambahkan.
Pria itu berbalik menatap ketiga anak buahnya yang kini berdiri tepat dihadapannya.
"Apakah tidak sebaiknya kita kembali ke abad dua puluh satu saja, tuan? Sudah cukup lama kita berada di sini."
"Tidak. Jangan menyerah sekarang! Kita tidak bisa pergi sebelum kita menemukannya.
"Kita… pasti akan bisa menemukan keberadaan anak itu! Lebih baik, sekarang kita berpencar dan cari ke tempat yang belum kita kunjungi!"
Mereka lantas bergerak.
Aku pasti bisa!
...***...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 20 Episodes
Comments