" Dia... Kamu mengenalnya Adiba. Dia teman SMA kita, tepatnya teman sekelasku." Haki berucap dengan wajah penuh rasa bersalah.
" Teman sekelas? Apa yang kamu maksud adalah wanita yang meninggalkanmu begitu saja?." Cecarnya emosi.
Tiba-tiba ingatan tentang Haki saat pria itu menangis dalam pelukannya melintas, tepat saat hari kelulusan SMA mereka tiba. Setiap kata yang Haki lontarkan, tercetak jelas dalam ingatannya.
" Dia ninggalin aku Diba, dia ninggalin aku..."
" Sabar ya... Kamu pasti dapat ganti yang lebih baik." Ucap Adiba berusaha menghibur pria yang ia cintai, meski pria itu justru mencintai wanita lain.
" Ayahnya yang sakit-sakitan gak merestui hubungan kita, jadi dia pindah keluar negeri karena pengobatan ayahnya dan pindah kesana." Ucap Haki dengan wajah yang sembab oleh air mata.
Hari itu, Adiba hanya mempu terus menghibur Haki yang tengah patah hati. Mulai dari mengajak pria itu berjalan-jalan, hingga mengunjungi pasar malam.
Adiba, adalah satu-satunya yang mengerti betapa Haki mencintai Farah. Tetap setia disamping pria itu, sebagai sahabat yang mengharapkan cintanya akan terbalas sewaktu-waktu. Hingga hari saat Haki melamarnya, membuatnya merasa harapannya telah menjadi nyata.
Namun, apa yang terjadi sekarang telah menjelaskan banyak hal. Jika Haki tak pernah mencintainya, pria itu masih terpaut dengan masa lalunya. Bahkan, mungkin hanya nama Farah yang berada dalam hati pria itu. Sedangkan dirinya, hanya pelarian semata.
Ingatannya berpindah saat ditaman kota, tepatnya ketika ia berkenalan dengan wanita bernama Farah Annisa. Ia baru menyadari, jika itu adalah Farah yang sama yang dicintai suaminya.
Ia tersenyum getir, sadar dirinya telah dipermainkan, oleh suami, dan juga wanita yang ia kira sebagai teman. Yang sialnya, dia tak mengingat Farah saat bertemu hari itu.
Adiba menatap Haki yang diam menunduk, pria itu bahkan tak mengatakan akan membatalkan pernikahannya. Seakan tak pernah menyesali perbuatannya.
" Lalu, lalu kenapa Mas menikahiku?." Tanyanya lirih, namun tak lagi ada air mata yang menetes dipipinya. Lukanya terlalu dalam, hingga bahkan air mata pun bingung bagaimana cara mengungkapkannya.
" Adiba..."
" Apa hanya sebagai pendamping sementara? Apa aku sama sekali tak ada artinya bagimu, Mas? Apa 5 tahun yang kita lewati bagimu hanyalah camilan yang tak dapat mengenyangkan perutmu?."
" Adiba maafkan Mas, tapi Mas tidak bisa membatalkan pernikahan ini." Ucap Haki pelan, namun sekali lagi tak menunjukkan tanda-tanda penyesalan.
" Mas benar-benar ingin menikah dengan Farah." Adiba tersenyum miring. " Lalu bagaimana denganku Mas?. Jika aku tau bagaimana kamu menganggapku, aku tak akan pernah menikah denganmu." Ucap Adiba dengan nafas tersengal karena emosi.
" Bodohnya aku, harusnya aku sadar sejak awal Mas tidak pernah benar-benar mencintaiku. Dan selama 5 tahun aku telah membuang-buang waktu dengan menikah denganmu." Lanjut Adiba berurai air mata, tak menyangka jika orang ketiga dalam hubungan mereka justru adalah orang yang namanya lebih dulu berada dihati suaminya.
Cinta pertama, ia tersenyum getir mengingat dua kata itu. Bukankah sudah menjadi rahasia umum, cinta pertama selalu sulit dilupakan.
Bodoh! Ia terus merutuki dirinya sendiri, yang menerima lamaran dari pria yang hanya menjadikannya pelarian.
" Apa yang akan kamu lakukan setelah ini? Mas akan menceraikanku, menjadikanku seorang janda dengan satu anak?. Bukankah itu terlalu kejam?." Adiba menatap Haki dengan kecewa.
Haki menggeleng cepat, menggenggam paksa jemari istrinya.
" Aku tidak akan melakukannya Adiba, sampai kapanpun kita tidak akan pernah berpisah."
" Lalu Mas akan menjadikanku pajangan semata, begitu? Menyiksaku lebih dalam dengan menahanku dalam pernikahan ini? Memaksaku melihat kemesraanmu dengan Farah setiap saat? Menahan rindu padamu yang pastinya lebih sering bersamanya dibanding denganku, begitu?. Itu yang Mas mau?." Adiba tersenyum getir,
" Mas berjanji, akan berusaha adil pada kalian. Tolong jangan seperti ini Adiba..." Haki memohon.
" Kata berusaha sudah menunjukkan ketidak pastian, dan Mas berharap aku tetap bertahan pada pernikahan seperti ini? Sejak awal, keluargamu tak merestui hubungan kita. Dan sekarang, kamu sendiri yang menghadirkan orang ketiga. Jadi lebih baik Mas menceraikanku sekarang juga!."
" Tidak! Aku tidak akan melakukannya. Sampai kapanpun, jangan berpikir untuk bercerai." Tegas Haki.
Adiba menatap suaminya dengan sinis. " Kamu egois Mas..."
" Kamu sedang hamil Adiba, bagaimana bisa kamu memikirkan tentang perceraian?."
" Bagaimana bisa katamu? Jika Mas memiliki sekedar sedikit saja rasa kasihan padaku, aku yakin Mas akan berpikir berulang kali untuk menikah lagi saat istrimu sedang hamil. Tapi Mas? Kamu justru merencanakan pernikahan dibelakangku. Dan sekarang Mas mempertanyakan kenapa aku berpikir tentang perceraian!. Itu sungguh lelucon yang tak lucu."
" Ok, aku akui aku salah. Tapi aku tidak pernah berpikir untuk menceraikanmu Adiba. Kamu dan Farah, kalian bisa menjadi sahabat bukan? Kamu belum terlalu mengenalnya, jadi kamu berkata seperti ini."
" Mengenalnya, aku tak berharap mengenal seseorang yang mengulurkan tangan sebagai teman, namun ternyata berniat menusukku dari belakang. Mas pasti sudah tau bukan? Jika Farah yang aku ceritakan hari itu adalah Farah yang sama yang akan Mas nikahi?."
Haki terdiam gelagapan, namun ia sadar tak ada gunanya mengelak.
" Mas hanya bisa menikah dengannya, setelah menceraikanku. Jangan berharap kalian bisa bersatu selama aku masih menjadi istrimu!." Adiba mempertegas, lantas masuk kedalam kamar begitu saja.
Wanita itu menutup pintu dan menguncinya, tubuhnya luruh kelantai, memeluk lututnya dengan menundukkan kepalanya. Menyembunyikan tangisnya dari dunia.
Dia tak ingin dianggap lemah, namun keadaan memaksanya mengeluarkan air mata. Diusapnya perut yang masih rata, dimana janin yang baru berusia 6 minggu tengah tumbuh disana.
Lima tahun, dia menunggu janin itu tumbuh dirahimnya, namun setelah hal itu terwujud, ia justru diduakan. Seakan apa yang telah ia lakukan selama ini tak ada artinya bagi Haki.
Tak tahu kemana takdir akan membawa nasib pernikahan mereka, tapi ia berharap Haki berubah pikiran. Dia tak ingin dimadu, dan dia juga tak ingin anaknya tumbuh tanpa kasih sayang seorang ayah.
Dilema, itu yang kini ia rasakan. Adiba mendongak, mendapati satu vas bunga tulip yang diletakan diatas nakas. Ia berdiri, duduk disisi ranjang dan meraih bunga yang sudah layu itu, sepertinya cinta Haki yang pudar untuknya.
Ia sadar, bunga tulip merah kesukaannya itu hanya sekedar lambang cinta yang kuat, namun tak bisa mempengaruhi takaran cinta manusia.
Diambilnya bunga yang kering itu, lantas ia buang ketempat sampah dipojok kamar. Wanita itu menangis tergugu diatas ranjang, berpangku pada lututnya yang gemetar.
Ia teringat akan almarhumah ibunya, yang juga merasakan sakitnya dikhianati. Dan kini, ia harus merasakan hal yang sama. Namun pikirannya masih waras, untuk tidak memilih jalan yang sama dengan ibunya.
" Kenapa Bu? Kenapa aku harus merasakan hal yang sama denganmu..." Lirihnya dengan tatapan nanar.
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 93 Episodes
Comments
Red Velvet
Kenapa Adiba harus merasakan kepahitan ini, karena didepan manisnya hidup dlm kebahagiaan sdh menunggunya...
2023-02-11
0