" Maaf soal itu, tapi Nia bukan anak saya, dia anak murid saya."
" Oh begitu... Ya udahlah lupain aja. Mending kita kenalan, aku Farah, Farah Annisa." Farah mengulurkan tangannya.
" Saya Adiba, Adiba Hanifah."
" Pake 'aku' aja, biar lebih santai. Kita temenan mulai sekarang. Oke?"
" Oh iya."
Setelah keduanya mengobrol singkat dan bertukar nomor ponsel, Farahpun pergi dari sana. Adiba menatap kepergian wanita itu dengan perasaan aneh, entah kenapa suara Farah terasa tak asing baginya. Tapi, bukankah mereka baru pertama kali bertemu?.
Adiba menghela napas, menggelengkan kepala mengusir pikiran yang tak perlu. Menyentuh perutnya yang masih rata. Membayangkan akan menjadi seorang ibu yang harus mengurusi kenakalan anaknya kembali membuat suasana hatinya membaik. Meski dia tak tahu kemana arah pernikahannya sudah berlabuh jika benar ada orang ketiga.
Tanpa ia sadari, orang ketiga itu baru saja memperkenalkan diri padanya.
Adiba memutuskan mampir ketoko bunga langganannya setelah Nia pulang lebih dulu. Ia membeli seikat bunga tulip yang akan ia taruh didalam vas.
Ia tak tahu kebenaran tentang Haki dan wanita yang mengirim pesan padanya, tapi dia terus berharap jika cinta mereka tak akan kandas karena orang ketiga. Yah, begitulah bunga tulip yang mewakili segala doanya pada pernikahan mereka.
Wanita itu lantas pulang kerumah, dan menyadari mobil suaminya sudah terparkir sempurna dalam garasi yang terbuka.
Ia meletakan lebih dulu bunga tulip yang dibawanya kedalam vas yang telah diisi air. Ia berniat langsung masuk kedalam kamar saat teringat sesuatu. Ia kembali kedapur, mengambil kue yang kemarin dibuatnya didalam kulkas. Tak lupa dengan lilin dan korek api. Dia siap membawanya kehadapan sang suami.
Berjalan pelan menapaki anak tangga agar Haki tak tahu kehadirannya, namun suara sang suami saat dirinya berada didepan pintu yang setengah terbuka menghentikan langkahnya.
" Iya-iya semua persiapannya sedang diurus kan?." Entah akan bicara apa lagi saat Haki memutar tubuhnya dan melihat keberadaan istrinya.
Pria itu menatap Adiba dengan terkejut, terlihat gugup dan gelisah, Haki dengan cepat memutus teleponnya.
" Ka-kamu sudah pulang?."
Haki melemparkan ponselnya begitu saja keatas ranjang, menghampiri Adiba dengan gugup.
" Kue apa ini sayang?." Seakan ingin mengalihkan perhatian, Haki mempertanyakan kue ditangannya.
Meski bingung melihat ekspresi Haki yang terkesan berlebihan, Adiba tak ingin ambil pusing.
Dia melangkah lebih dalam masuk kekamar, menyerahkan korek ditangan kirinya pada Haki.
" Ayo Mas nyalain lilinnya." Ucapnya senang.
Haki melakukan seperti yang diminta, pria itu sudah berhasil mengatasi kegugupannya.
" Ada acara apa sayang?."
" Mas lupa ya... Ini hari anniversary kita Mas."
" Benarkah? Maaf Mas melupakannya sayang."
" Sebenarnya ini sudah terlewat sehari sih, tapi tidak masalah. Yang penting kita bisa merayakannya."
Keduanya menyanyikan lagu ulang tahun, lantas kompak meniup lilin angka lima itu.
Adiba dengan cekatan memotong kue buatannya itu, menyuapi sang suami dengan penuh suka cita. Hakipun melakukan hal yang sama, keduanya larut dalam suasana romantis itu beberapa saat.
" Mas minta maaf sayang, Mas benar-benar lupa hari penting kita. Jadi Mas tidak memiliki hadiah untukmu." Ucap Haki menyesal.
" Gak papa Mas, aku udah punya hadiah kok buat kamu. Mas pasti akan suka." Ujar Adiba dengan antusias.
" Benarkah? Apa itu?."
Adiba meletakan kue ditangannya keatas nakas, lantas meraih tespacknya yang berada dilaci.
Kotak kecil yang telah dibungkusnya dengan rapi itu ia serahkan pada Haki.
" Ayo cepetan buka Mas..."
Haki tampak mengernyit untuk sejenak melihat benda dengan dua garis merah yang tak terlalu jelas itu. Kedua matanya melebar saat menyadari apa artinya itu.
" Ini?." Tanyanya gemetar menatap Adiba yang mengangguk antusias.
Wanita itu langsung memeluk suaminya erat, meraih tangan Haki dan menuntunnya keperutnya.
" Iya Mas, disini ada calon anak kita. Aku akan jadi seorang ibu, dan kamu akan menjadi seorang ayah. Beberapa bulan lagi, keluarga kecil kita akan menjadi keluarga yang lengkap." Adiba menangis haru sembari mendekap erat suaminya.
Sementara Haki tampak seperti orang linglung, dia benar-benar tak menyangka akan mendapat kabar seperti ini disaat sebuah rencana besar tengah ia persiapkan. Meski begitu, tangannya yang gemetar tak urung membalas pelukan istrinya, mendekapnya dengan penuh cinta.
Ada rasa bersalah menyusup kedalam relung hatinya yang terdalam. Tapi ia sadar sudah berbuat terlalu jauh dan dia tak bisa mundur.
Apa yang akan ia lakukan jelas akan mempengaruhi hubungannya dengan Adiba, namun dia tak mungkin mundur saat tinggal selangkah lagi untuk sampai.
" Mas." Adiba memanggil suaminya yang tampak merenung. Wajah yang tadinya begitu sumringah itu menatap sendu sang suami yang justru terdiam tak merespon.
Dia tak berharap sedatar ini Haki berekspresi setelah mengetahui kehamilannya. Tapi ia sudah menduga, ada suatu hal yang tengah pria itu sembunyikan darinya, dan tengah mengganjal dalam pikiran Haki.
" Mas!." Panggilnya lagi dengan sedikit dorongan kecil didada sang suami, dan itu berhasil membuat Haki mengerjap pelan.
" Ah iya, 1 bulankan?."
Lagi, Adiba hanya mampu menatap suaminya dengan kecewa. Entah apa yang pria itu pikirkan, yang jelas saat ini ia tak berharap hal itu menganggu momen yang telah ia tunggu sejak semalam.
" Aku belum mengatakan soal umurnya, Mas..."
" Apa? Maaf sayang, Mas hanya..." Haki menggaruk tengkuknya yang tak gatal.
" Apapun yang sedang Mas pikirkan sekarang, tolong lupakan sejenak." Pinta Adiba bersungguh-sungguh, menggenggam jemari suaminya dengan wajah sendu.
" Biarkan kita nikmati dulu momen bahagia kita saat ini. Tolong jangan mengganggunya untuk urusan yang tak ada hubungannya dengan pernikahan kita."
Sebagai seorang istri, Adiba jelas melihat gelagat aneh suaminya. Namun sebagai seorang wanita yang mencintai suaminya, dia hanya bisa bersikap masa bodoh. Dan berharap jika semua prasangkanya telah salah.
" Iya, maafkan Mas ya... Oh ya! Kamu mau apa? Mangga muda, atau..." Haki seakan ingin kembali mencairkan suasana bertanya dengan kaku.
Adiba menggeleng cepat.
" Tidak, aku hanya ingin melihat senyum di wajahmu walau hanya sedikit."
Haki nampak salah tingkah, pria itu memaksakan senyum yang jelas sekali dibuat-buat.
" Sudahlah, sepertinya Mas belum mandi, pergilah mandi." Ujar Adiba dengan perasaan kecewa. Memilih mengalihkan pembicaraan melihat pakaian kerja yang masih menempel ditubuh suaminya.
" I-iya..."
Haki langsung masuk kekamar mandi tanpa banyak kata, membuat Adiba semakin bertanya-tanya apa yang tengah pria itu pikirkan.
Terlebih, mendengar kata 'sedang diurus' yang sebelumnya suaminya ucapkan. Instingnya mengatakan jika persiapan itu sama sekali tak berhubungan dengannya. Karena jika iya, maka apapun yang Haki siapkan, pasti akan diberikan padanya dihari anniversary mereka kemarin.
Dan itu tak mungkin, karena selama 5 tahun pernikahan, Haki tak sekalipun mengingat tanggal pernikahan mereka.
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 93 Episodes
Comments
Red Velvet
Sedihnya jd Adiba... ujian rumah tangganya benar2 dahsyat.
2023-02-11
0