Para tamu undangan sudah mulai berdatangan. Sebagian tamu Intan adalah teman semasa kuliah. Jadi mereka lebih memilih untuk berkumpul dan mengobrol karena lama sudah tidak berjumpa. Sebagian lagi adalah teman Intan dari berbagai lingkungan. Ada teman Intan dari club, dari gym, dan lainnya.
Andra, Livia dan beberapa teman lainnya duduk berkumpul ditepi kolam renang.
“Andra! Kenapa juga bajumu. Lepas kemejamu. Dan tunjukkan roti sobekmu itu.” Paksa Intan.
“Tidak, Tan. Aku juga harus menjaga tubuhku.” Tolak Andra dengan senyum yang menyebalkan.
“Kalian berdua sungguh tidak asik.” Intan menunjuk Andra dan Livia. Hal itu membuat keduanya tertawa.
“Livi! Livi! coba kamu lihat laki-laki yang pakai celana pendek putih, dan jubah putih terbuka itu.”
Livia mengikuti arah telunjuk Intan. Dia menemukan laki-laki dengan tubuh sangat indah disana, dari kejauhan terlihat begitu atletis. Kuat dan mempesona. Apalagi brewok tipisnya yang menghiasi wajahnya. Sungguh mempesona.
“Siapa dia?”
“Dia Bima.”
“Lalu?”
“Dia adalah direktur utama perusahaan ekspor-impor terbesar di Indonesia.”
“Di usia semuda itu?” Livia takjub dan terheran-heran. Dia kira hanya dia saja yang sedang bekerja keras untuk memimpin suatu perusahaan. Ternyata sudah ada pendahulu yang sudah naik keatas dalam usia muda.
“Semua orang pasti takjub dengan pencapaiannya. Tapi apa kamu tahu tentang rumor yang beredar?”
“Apa itu?”
“Katanya dia itu impoten, Livia.”
“Hah! Masa si? Dengan tubuh seperti itu?” Livia kembali terheran-heran. Bagaimana mungkin tubuh yang dipenuhi oleh otot sekuat itu adalah seorang yang impoten.
“Kabarnya tubuhnya itu hanya untuk menutupi kekurangannya. Tapi aku juga tidak percaya. Apa aku harus mencobanya?”
“Mencoba apa?” tanya Livia.
“Mencoba untuk membuktikannya.”
“Gila kamu, Tan! Mau buktikan dengan apa?”
“Aku akan berpura-pura jatuh didepannya, dan aku akan memegang miliknya. Badan sekuat itu, harusnya miliknya juga sangat besar, bukan? Perhatikan aku, Livia.” Intan perlahan berjalan mendekati laki-laki yang sedari tadi dia incar. Saat sudah dekat, Intan berpura-pura terjatuh dihadapan laki-laki itu, dan dengan pasti meletakkan tangannya keatas kejantanan laki-laki yang sedang duduk santai itu.
“Oh! Maafkan aku! Aku tidak sengaja menyentuhnya?” Intan berpura-pura menunjukkan wajah penyesalannya.
“Apa kamu sudah mendapatkan apa yang kamu mau?”
“Apa? Apa maksudmu?”
“Aku tahu jika kamu sengaja menyentuhnya untuk membuktikannya, bukan? Apakah bereaksi padamu?”
“Ah, kukira kamu salah paham?” Intan mencoba membela diri.
“Aku tahu pasti itu. Dan milikku, tidak bereaksi padamu, Nona.” Ucap laki-laki itu dengan sinis.
Intan berdiri dan merasakan rasa malu karena banyak yang mentertawakannya. Livia maju mendatangi Intan yang sudah hampir menangis.
“Sudah cukup! Jangan tertawa lagi kalian. Hari ini adalah hari yang membahagiakan bagi Intan. Jangan merusak suasana.” Ucapan Livia membuat semuanya terdiam.
“Dan, Anda Tuan. Bukannya teman saya sudah mengatakan jika tidak sengaja. Dia juga sudah meminta maaf. Jadi Anda tidak perlu terlalu berlebihan dan menyikapinya dengan kasar.
“Dia yang terlebih dulu memulainya. Yah . . . tapi sesuai keinginanmu, aku akan memaafkannya. Permisi.” Laki-laki itu pergi meninggalkan pesta Intan.
Livia memberi kode kepada Andra agar menyelamatkan suasana malam itu. Andra mengerti dan berdiri di atas kursi agar terlihat oleh semuanya.
“Ok semuanya. Mari kita lanjutkan pesta malam ini. Ayo kita ucapkan selamat untuk pemilik pesta malam ini.” Teriak Andra riang.
“Selamat ulang tahun, Intan!” teriak semua para tamu undangan. Musik-pun kembali dimainkan, dan Livia menarik Intan untuk masuk menepi, menjauhi kerumunan.
“Bagaimana rasanya, Tan?” tanya Livia dengan sedikit mengejek.
“Malu sekali. Rasanya ingin menghilang dari muka bumi.”
“Kamu sendiri yang mencari masalah.”
“Siapa yang tahu jika dia akan bereaksi seperti itu. Laki-laki lain yang selama ini kudekati selalu berujung diatas ranjang saat aku menggodanya. Aku tidak tahu jika dia akan sekaku itu.”
“Bukankah dia juga temanmu?”
“Dia teman dari Fred. Dan Fred adalah teman clubku. Aku sengaja memintanya untuk mengajaknya. Karena banyak sekali pertaruhan diluar sana yang berlomba untuk mencari kebenaran tentang rumornya itu.”
“Tentang impotennya?”
“Tentu saja!” jawab Intan dengan pasti.
“Lalu, bagaimana kesimpulan yang kamu dapat tadi?”
“Aku rasa memang benar. Nyatanya, miliknya itu sama sekali tidak bergeming, justru pemiliknya marah padaku. Padahal lihat aku . . .” Intan memutar tubuhnya, “Kurang seksi apa diriku. Semuanya hampir terbuka.”
“Dan tidak tahu malu.” Tambah Livia santai.
“Kurang ajar!” timpal Intan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 64 Episodes
Comments