Saat Naysila keluar dari kamar mandi langkah kakinya langsung menuju kearah wadrobe milik Raja berada.
Satu set piyama tidur yang telah ia sisihkan telah menjadi pilihan Naysila tanpa keraguan.
Motif piyama milik Raja itu terlihat senada dengan gaun tidur yang saat ini Naysila kenakan.
Iya tentu saja senada, karena piyama mereka memang couple alias sepasang.
Seolah mencerminkan seperfeksionis apa seorang Raja Adiguna, karena bahkan untuk bisa tidur diatas ranjang yang sama Naysila harus berpakaian sama seperti dirinya.
Naysila menaruh piyama tersebut keatas ranjang mereka yang berukuran king size, kemudian melangkahkan kakinya kearah nakas guna menyimpan harmonika yang ada disakunya ke laci paling bawah, kemudian melangkah lagi kearah sofa yang ada disudut ruangan, di mana sebuah keranjang rotan berisi peralatan rajut miliknya berada.
Menunggu Raja selesai membersihkan dirinya, Naysila memilih meneruskan rajutannya, yang berupa sehelai sweater berwarna putih, berniat menambahkan sedikit sentuhan kecil dengan menggunakan benang berwarna pink muda untuk mengukir inisial 'R.A.', ditepian rajutannya yang belum selesai.
Naysila melakukan kegiatan tersebut demi mengisi kekosongan waktu, dan memutuskan membuat sebuah sweater yang hangat dan nyaman, yang rencananya hendak ia hadiahkan untuk Raja dihari ulang tahun pria itu yang tak lama lagi.
Sebulan yang lalu setelah Rafly Adiguna meninggal dunia, Naysila yang telah berstatus sebagai istri sah Raja mulai merasakan kebosanan.
Bagaimana tidak bosan jika sepeninggal Rafly Adiguna, hidup Naysila kini sudah tak ada bedanya bak seekor burung di sangkar emas, oleh karena peraturan Raja yang ketat untuknya.
Sejak awal Raja dan Naysila menikah, dalam keseharian Naysila belum merasakan apa-apa oleh karena dirinya masih menjalani hari di seputaran rumah sakit, guna mengurus dan menunggui Rafly Adiguna setiap hari.
Namun begitu pria tua itu meninggal dunia, otomatis keseharian Naysila pun ikut berubah, dari yang awalnya mengurusi lansia, kini berganti menjadi pengasuh bayi besar.
Sementara Raja Adiguna yang terkenal perfeksionis dan paranoid dengan orang asing, entah kenapa memiliki sedikit pengecualian untuk Naysila.
Sejujurnya Raja hanya tidak menyadari bahwa dirinya merasa nyaman, karena sadar bahwa sekian tahun Naysila bahkan begitu telaten mengurus kakeknya yang lumpuh total.
Diharuskan tidur sekamar karena peraturan ketat dari surat wasiat kakek dan dibawah pengawasan yang juga ketat dari sang pengacara, Raja pun harus rela menerima Naysila menguasai area pribadinya, begitupun dengan Naysila yang harus membiasakan diri dengan hidup bersama orang asing dengan segala bentuk keanehan sifatnya.
Beberapa saat berlalu dalam keheningan manakala terdengar suara pintu kamar mandi terbuka.
Naysila berpura-pura menunduk dan tetap merajut dengan tenang, saat sosok Raja keluar dari kamar mandi berbalut wadrobe tebal.
Naysila sama sekali tidak mencoba mengangkat wajahnya untuk melihat apa yang sedang dilakukan oleh Raja sampai telinganya sendiri mendengar namanya dipanggil.
"Nay ..."
Naysila buru-buru mengangkat wajahnya. "Iya, Tuan ...?"
"Pakaikan piyamaku."
'Dasar manja ...'
Desis Naysila dalam hati sambil buru-buru menaruh rajutannya yang kembali terbengkalai, namun tetap saja Naysila menjawabnya dengan takjim. "Baik, Tuan."
Naysila bangkit dan mendekati Raja yang berdiri tegak bertelanjang dada. Kebiasaan Raja tak pernah berubah, dan Naysila tidak pernah habis pikir.
Pria itu mampu mengenakan sekaligus menanggalkan pakaian bagian bawahnya dengan enteng, namun anehnya selalu ribut jika harus mengenakan dan menanggalkan pakaian bagian atasnya sehingga Naysila diharuskan untuk selalu membantunya.
Selama ini Naysila selalu menyimpulkan bahwa hal itu mungkin dikarenakan Raja masih punya rasa malu, meskipun ia gemar memerintah.
Sebenarnya untuk Naysila sendiri, dirinya cukup profesional mengingat tuntutan pekerjaan yang ia lakoni selama lima tahun terakhir telah membuat Naysila terbiasa melihat organ tubuh yang terintim sekalipun dari pria maupun wanita.
Bedanya, yang ia hadapi saat ini bukanlah tubuh manusia berusia lanjut yang tak berdaya, melainkan tubuh pria tampan nan gagah dengan seluruh tubuh yang dihiasi jejeran otot-otot menawan, yang sanggup meresahkan Naysila acap kali jemarinya tak sengaja menyentuh kulit tubuh Raja yang super halus, super mulus, dan juga terkesan liat, karena selama dua bulan terakhir, tepatnya begitu mereka berdua menikah, Naysila telah menjadi satu-satunya orang dirumah bak istana ini, yang harus mengurus segala hal yang menyangkut pria itu.
"Sudah selesai." Ungkap Naysila puas, begitu jemarinya selesai mengancingkan kenop terakhir dari piyama berwarna putih yang dikenakan Raja. "Apakah masih ada lagi yang harus aku kerjakan, Tuan?"
Raja menggeleng. "Tidak ada. Aku sangat lelah, aku mau tidur sekarang juga."
"Baiklah kalau begitu." Tutur Naysila sambil bergerak mendekati sisi ranjang, yang merupakan sisi yang biasanya Raja merebahkan diri.
Naysila mengatur letak bantal, bahkan menepuknya perlahan beberapa kali seolah ingin membuat bantal tersebut semakin nyaman.
"Tuan, boleh tidak aku melanjutkan rajutanku sebentar?"
Keinginan Naysila ditanggapi dengusan. "Kenapa masih bertanya? Bukankah kamu tahu persis kalau aku sudah berbaring, itu artinya kamu juga harus melakukan hal yang sama?"
Naysila menelan ludahnya, tak berkeinginan membantah karena percuma juga membantah apapun yang terucap dari mulut Raja.
"Baiklah, kalau begitu mari kita tidur ..."
Raja tak menanggapi keputusan Naysila dan langsung naik ke ranjang, merebahkan tubuhnya di sana.
Melihat itu buru-buru Naysila mengitari ranjang milik Raja yang besar, pergi kesisi yang lain dan ikut menghempaskan tubuhnya di sana.
"Nay ..."
Naysila menoleh kesamping, mendapati wajah tampan yang juga menoleh kearahnya.
"Iya, Tuan?"
"Besok, singkirkan semua baju berwarna hitam dari rak pakaianku."
"Baik." tanpa banyak tanya Naysila mengangguk.
Tak terasa sebulan telah berlalu, dan itu artinya Raja memang tidak akan memakai pakaian hitam lagi seperti yang ia lakukan selama satu bulan terakhir, demi menghormati kepergian Rafly Adiguna.
"Satu hal lagi ..." pungkas Raja masih sambil menatap Naysila dari samping, yang diam-diam mulai merasa risih dengan posisi mereka yang berbaring dengan kepala menoleh satu sama lain.
"A-apa lagi ...?"
"Buang harmonika merah itu."
"A-appaa ...?!" Naysila terhenyak. Ia bahkan baru saja memerintahkan Asisten Jo untuk membelikan harmonika siang tadi sepeninggal Raja ke kantor.
Rasanya belum puas Naysila memainkan benda itu seharian ini, dan sekarang Raja bahkan sudah memerintahkan Naysila untuk membuangnya.
"Aku tidak ingin melihat kamu menyimpan benda jelek itu di kamarku."
"T-tapi Tuan ..."
"Kalau sampai aku mengetahui kamu mencoba menyelundupkan benda itu di bagian manapun kamar ini, maka aku tidak akan segan untuk menghukummu."
"Besok aku akan membuangnya." pungkas Naysila cepat.
"Bagus."
Usai mengatakan ucapan singkat itu Raja pun langsung membalikkan tubuhnya, membelakangi Naysila begitu saja.
'Sembarangan memunggungi orang, giliran balik dipunggungi malah tidak boleh ...!'
Begitu kira-kira isi benak Naysila dengan sepasang matanya yang tak berkedip, saat menatap punggung lebar milik Raja yang kini membelakanginya ...
...
Bersambung ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 46 Episodes
Comments
sri Sumarniah
lanjuttt kk🌷
2022-11-25
1
👁️🗨️eHa🦄
sambung
2022-11-24
1
Eka ELissa
sabar ya nay...kali ini emak lagi uji ksabran kmu...dn kmu hrus siapkn sbr mu bnyak"...buat adepin bayi besar mu yg brkdok suami tapi cumb di atss ktass..ya kin satu saat nanti tu raja bkln bucin dn luluh lntah hnya cinta dn syang dgn mu nay😘
2022-11-23
2