Tengah malam aku terhenyak ketika mendengar suara erangan. Aku yang tertidur di ruang pakaian dengan tidur di sebuah sofa yang ada di tengah-tengah ruangan, sempat terdiam mendengar suara tersebut. Perasaanku mulai menjadi takut ketika mendengar erangan itu sekali lagi. Namun aku menjadi curiga jika suara itu adalah suara Vernon.
Dengan ragu aku membuka pintu ruang pakaian dan berjalan masuk ke dalam kamar. Aku sempat tertegun ketika melihat Vernon masih tertidur dengan meronta dan mengerang. Dia sedang sedang bermimpi buruk.
Aku menghidupkan lampu sebelum berjalan mendekatinya karena Vernon belum juga bangun. Peluh terlihat membasahi keningnya saat ini padahal di kamar ini sangat dingin. Dengan berani aku memegang pundaknya dan agak menggoyangkan sedikit untuk membangunkannya.
Seketika Vernon mencengkram tanganku dan membuka matanya dengan terhentak. Matanya mendelik melihat diriku yang tampak ketakutan melihat kondisinya tadi. Untuk beberapa detik ia memegang lenganku dan kami bertatapan. Dengan sedikit helaan napas akhirnya pria itu melepas tangannya yang memegangku dan langsung duduk.
"Kau baik-baik saja?" Tatapku saat Vernon mengusap wajahnya dengan telapak tangan. Aku memegang pundaknya lagi dan agak menunduk untuk melihat kondisinya yang tidak menjawab pertanyaanku. "Vern, kau baik-baik saja?"
Vernon mendengus melirik padaku membuatku menarik tanganku dari pundaknya dan berjalan sedikit mundur. Namun tak ada yang diucapkannya.
"Sepertinya kau bermimpi buruk." Ujarku. "Kau ingin minum?"
Karena tak ada jawaban dari Vernon, aku langsung mengambil gelas berisi air yang ada di bupet di sebelah pintu kamar mandi, dan memberikannya pada Vernon, namun pria itu tidak mau menerimanya.
"Minumlah, kau seperti habis bermimpi dikejar-kejar hantu." Kataku sambil meletakan gelas yang aku bawa ke tangan Vernon.
"Ya, aku memang bermimpi dikejar-kejar hantu." Jawab Vernon dengan tatapan tajam padaku dan setelahnya meneguk air di gelas yang aku berikan. "Semua karenamu dan kakakmu."
Aku tidak mengerti dengan apa yang diucapkannya. Memang apa yang aku lakukan hingga dirinya yang bermimpi di kejar-kejar hantu menjadi salah diriku dan kakakku? Tunggu dulu. Aku mulai terpikirkan sesuatu. Apa yang dimaksudnya adalah wanita itu? Wynetta De Angelis?
"Apa hantu yang mengejarmu wanita itu? Wanita yang fotonya ada di dalam ruang pakaian. Wanita yang kau cintai, Wynetta De Angelis, yang hari ini kita ke makamnya." Ucapku.
Vernon menatapku tajam. Dari tatapannya aku dapat mengira kalau saat ini dia marah karena perkataanku yang menyebut wanita yang dicintainya.
"Maafkan aku." Aku menggigit bibirku karena tahu salah bicara.
Vernon beranjak turun dari tempat tidur, aku sempat takut kalau dia akan berusaha menyentuhku lagi, namun ternyata dia berjalan ke arah pintu.
"Kau tidak perlu tidur di ruang pakaian lagi." Seru Vernon setelah itu keluar dari kamar.
Melihatnya yang keluar membuat aku bernapas lega. Aku langsung menghempaskan diriku ke tempat tidur untuk merasakan kenyamanan. Tidur di sofa kecil di dalam ruang pakaian membuat aku sangat tidak nyaman. Selama ini aku selalu tidur nyaman di tempat tidur dengan kualitas terbaik jadi tubuhku langsung sakit semua ketika harus tidur meringkuk di sofa tadi.
Saat ini masih jam dua pagi. Aku akan tidur dan bangun siang hari nanti. Aku tidak perlu pergi kuliah lagi sekarang, itu satu-satunya hal positif dari pernikahanku ini. Dan aku berencana akan mengajak Sesya pergi shopping siang nanti.
Tanpa menunggu lama, aku langsung terlelap sesaat setelah memejamkan mata.
Saat tengah tidur, aku berguling mengubah posisi tidurku ke arah lain. Tanpa membuka mata aku memeluk sesuatu yang ada di sampingku dan rasanya sangat nyaman memeluknya. Tidak berapa lama aku merasakan sesuatu memegang leherku dan bagian tengkuk.
"Jangan ganggu aku!!?" Ucapku meracau belum sadar dan masih menutup mata, tertidur.
Tiba-tiba aku mulai tersadar dan dengan segera aku membuka mata. Wajah Vernon tepat di depan wajahku dan saat ini aku memeluknya. Dia menyunggingkan senyumannya padaku dengan tangan kiri yang menahan tengkukku agar tidak bisa menghindarinya.
"Selamat pagi, sayang." Ucap Vernon dan langsung menarik tengkukku, untuk menyambar bibirku.
Aku berusaha mendorongnya namun dengan kekuatan tenaganya, Vernon malah menarikku ke atas tubuhnya dengan terus mencium bibirku.
"Sudah aku bilang, jangan menciumku dengan paksa!!" Aku berseru dengan sangat kesal ketika Vernon melepas ciumannya, namun tangannya masih menjeratku yang berbaring di atas tubuhnya.
Vernon hanya memulas senyum simpul menjawab perkataanku dan tidak mengendurkan tangannya yang mendekapku.
"Lepaskan aku." Seruku sambil berusaha lepas.
"Vern, kau di dalam?" Tiba-tiba terdengar suara Alec dari luar kamar.
Aku sangat terkejut karena Alec sudah ada di rumah ini sepagi ini. Padahal ini baru pukul enam pagi.
"Masuklah, pintunya tidak terkunci." Jawab Vernon.
Aku sangat terkejut Vernon menyuruh masuk Alec padahal saat ini dirinya masih menjeratku yang barbaring di atas tubuhnya. Aku menoleh ke arah pintu ketika pintu dibuka namun Vernon menarik kepalaku dan sekali lagi dia menciumku.
Alec yang membuka pintu melihat kami sedang berciuman dan dengan posisi yang siapapun akan salah mengira jika melihatnya. Aku berada di atas tubuh Vernon dan kami berciuman. Alec pasti mengira kalau kami sedang bermesraan saat ini.
"Seharusnya kau tidak menyuruhku masuk, Vern." Ujar Alec saat Vernon melepas ciumannya dan aku menoleh pada Alec.
"Pasti ada sesuatu yang penting kan yang ingin kau katakan padaku?" Ucap Vernon akhirnya melepaskan aku.
Dengan cepat aku beranjak turun dari atas tubuh Vernon. Pria itu juga langsung berjalan menghampiri Alec yang berdiri di ambang pintu.
"Keluargaku ingin menemuimu menyangkut pernikahanku dan Olivia."
Mendengar perkataan Alec membuat diriku seperti tersambar petir. Aku segera turun dari tempat tidur menatap Alec yang juga menatapku sejenak. Menikah dengan Olivia katanya? Apa aku tidak salah dengar?
"Ya, baiklah. Malam ini keluargamu bisa datang ke rumahku ini. Kita akan membicarakannya saat makan malam." Jawab Vernon. "Viv, kau juga harus ikut makan malam itu."
Setelah berkata demikian Vernon berjalan keluar. Aku terus menatap Alec yang masih berdiri di ambang pintu, ia sedang melihat kepergian Vernon saat ini.
"Alec, kau ingin menikah dengan Olivia? Apa aku tidak salah dengar tadi? Apa itu benar?" Tanyaku dengan perasaan yang sangat sedih saat ini.
Alec berjalan masuk dan menghampiriku. Tanpa aku duga ia langsung mencium bibirku, membuat aku menjadi semakin yakin kalau sebenarnya pun dia mencintaiku, sama seperti aku mencintainya. Dan itu membuktikan kalau jawaban kemarin yang dikatakannya adalah kebohongan.
"Maafkan aku, Viv." Ucap Alec menatapku.
Aku tertegun menatapnya. Alec meminta maaf untuk hal apa? Apa karena barusan dia menciumku atau karena dia akan menikah dengan Olivia?
"Alec, kau meminta maaf untuk apa?" Tatapku.
Alec tak menjawab, dia malah memelukku dan mendekapku sesaat. Lalu menatapku sekali lagi dengan sangat lekat dengan tangan kanannya memegang bagian kiri wajahku.
"Aku bohong saat aku bilang tidak mengingat ketika aku menciummu lima tahun lalu." Ucap Alec setelah itu berjalan pergi meninggalkan aku.
Aku hanya terdiam melihat kepergian Alec dengan perasaan yang sangat berkecamuk di hatiku. Aku bahagia karena tahu Alec mencintaiku tapi aku juga sangat bersedih karena dirinya akan menikah dengan wanita lain.
Tanpa aku sadari, air mataku mengalir keluar begitu saja.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments
🍒⃞⃟🦅Rina🌸Mayke 👻ᴸᴷOFF
oh gimana selanjutnya baca lagi aja🚶🚶🚶
2023-12-16
0