Aku terdiam mendengar jawaban Alec yang diucapkannya dengan menatapku. Tapi aku yakin kalau dia mencintaiku, apa yang dikatakannya sekarang adalah sebuah kebohongan.
"Kau salah menduga Viv, aku tidak pernah—"
"Tidak! Kau mencintaiku, aku yakin itu. Karena itu kau menciumku lima tahun lalu." Seruku.
"Aku tidak ingat kalau aku pernah menciummu." Jawab Alec. "Kau sudah menikah, kau harus tahu itu, Viv."
Aku melangkah lebih mendekat ke Alec. "Kita bisa mera—"
Tiba-tiba ucapanku terhenti ketika seseorang menarik lengan kananku saat aku ingin memegang tangan Alec. Aku menoleh dan orang itu adalah Vernon yang sudah berdiri di belakangku.
"Apa yang kau lakukan disini?" Ujar Vernon menatapku tajam. "Kau berkeliaran dengan pakaian seperti ini?"
"Dia hanya ingin memintaku membawa bonekanya." Seru Alec pada Vernon. "Baiklah, aku pergi dulu."
Sepeninggalan Alec, aku berjalan ke arah pintu untuk menghindar dari Vernon. Namun tanpa aku duga, lagi-lagi pria itu mengangkatku di pundaknya.
"Apa yang kau lakukan, bodoh?!" Seruku sangat kesal sambil menggerak-gerakan kakiku meronta sekuat tenaga. "Turunkan aku!!"
Saat ini aku tidak memakai celana luar jadi siapapun pasti akan melihat diriku karena kemeja yang aku kenakan tertarik dan memperlihatkan pakaian dalamku.
"Lepaskan aku!!" Geramku sekuat tenaga dan melompat turun dari Vernon.
Untung saja aku sudah sarapan banyak, tenagaku sudah terkumpul sepenuhnya.
"Apa yang kau lakukan? Kenapa suka sekali kau mengangkatku, bodoh?!" Aku menatap Vernon dengan kedua tangan di pinggang.
Vernon hanya tertawa melihat kekesalanku. Tampaknya memang niatnya untuk membuat diriku selalu kesal.
"Ganti pakaianmu, kita harus pergi." Ujar Vernon sambil berjalan.
"Mau kemana? Aku tidak ikut!!" Ucapku.
Hari minggu adalah hari dimana aku biasanya bersantai di rumah, tidak mungkin aku pergi keluar.
"Berbulan madu." Jawab Vernon menoleh padaku dengan senyum skeptis.
"Apa kau bilang?" Aku mendelik dengan terkejut.
Untuk apa berbulan madu? Hal itu hanya untuk pengantin baru yang saling mencintai. Sedangkan kami? Hhuft... itu bukan hal yang aku inginkan.
"Aku tidak ingin hal seperti itu!! Aku tidak menyukaimu, untuk apa—"
Vernon berjalan kembali mendekat padaku dan langsung memegang lengan kiriku ke atas dengan kasar. Tatapannya tajam melihat padaku.
"Kau pikir aku mau berbulan madu denganmu?!" Tatap Vernon dingin. "Sudah aku bilang aku akan membuat hidupmu seperti di neraka. Cepat ganti pakaianmu!!"
Aku menuruti perkataan Vernon, dengan segera mengganti pakaianku. Kami pergi ke suatu tempat yang belum pernah aku datangi. Sebuah pemakaman.
Vernon berjalan di depanku dengan sebuah buket bunga dibawanya, sedangkan aku hanya diam berjalan mengikutinya. Aku sedikit bernapas lega karena kami tidak pergi untuk berbulan madu seperti yang Vernon katakan.
Langkah Vernon terhenti ketika sampai di sebuah makam yang terlihat sangat terawat. Dia berdiri menatap makam tersebut setelah meletakan bunga yang dibawanya.
Sebuah nama yang tertulis di batu nisan adalah Wynetta De Angelis. Aku seperti tidak asing dengan nama tersebut. Aku yakin kalau orang yang dimakamkan disini adalah wanita yang dicintai Vernon. Tato yang ada di rusuk kanannya adalah inisial nama wanita tersebut huruf W. Yang lebih membuat aku terkejut adalah tanggal kematian wanita itu, tanggal kemarin yang juga hari ulang tahunku dan tanggal pernikahanku, dan tahunnya tertulis sepuluh tahun lalu.
Yang menjadi perhatianku adalah nama wanita itu, aku seperti pernah mendengar namanya. Aku berusaha mengingatnya namun percuma aku tidak bisa mengingatnya.
Tiba-tiba Vernon menarik lengan kananku dengan kasar dan genggamannya sangat kuat hingga aku merasa kesakitan, tak ada yang diucapkannya. Aku tahu saat ini pasti dia sangat bersedih. Tidak berapa lama dia melepaskan tanganku dan berjalan meninggalkan tempat ini. Aku mengikutinya dari belakang sambil mengusap lenganku yang memerah karena genggaman tangannya.
Dalam mobil Vernon diam saja, aku terus melihat padanya yang duduk di sebelah kananku di kursi belakang. Aku tahu saat ini dia menahan emosional kesedihannya karena dari tatapannya terlihat jelas sekali kalau dia sangat bersedih sekarang.
Sekarang aku menjadi ingin tahu apa penyebab wanita bernama Wynetta tersebut meninggal, ya walau kakakku Arthur yang dikatakan membunuhnya tapi aku ingin tahu alasannya dan bagaimana caranya Arthur membunuh wanita itu.
Tidak mungkin kalau aku bertanya langsung pada Vernon, dan sepertinya aku juga tidak akan menanyakannya pada Arthur karena pastinya dia tidak akan menjawab. Walau dia selalu menyayangiku tapi dia tidak pernah sekalipun menjawab pertanyaan hal-hal yang bukan urusanku.
"Hentikan mobilnya." Seru Vernon dan mobil langsung berhenti. "Antar dia pulang."
"Kau mau kemana?" Tanyaku.
Vernon tidak menjawab, dan langsung keluar mobil. Aku menatap Vernon dari dalam mobil walau mobil sudah melaju kembali. Vernon terlihat menghubungi seseorang dengan handphone-nya.
Ketika mobil yang membawaku memasuki pekarangan rumah, berpapasan dengan mobil Alec yang berjalan keluar. Alec bersama Olivia berada di dalam mobil. Aku melihat bagaimana Olivia terlihat senang saat ini. Aku merasa sangat cemburu melihat mereka.
Aku sangat yakin Alec mencintaiku walau dia menyangkalnya tadi. Pasti karena ada Vernon di belakangku makanya dia menyangkalnya. Aku bisa memahami sikapnya tadi.
"Kebahagiaan di hidupku sudah berakhir, Ses." Ujarku pada sahabatku di telepon.
Saat ini aku berada di kamar Vernon yang juga adalah kamarku sekarang. Berbaring di ranjangnya dengan santai karena Vernon tak ada di rumah sehingga aku bisa bersantai saat ini.
"Ya, menikah adalah awal dari kehancuran seorang wanita." Jawab Sesya membuatku semakin kesal. "Karena itu aku tidak akan pernah menikah."
"Aku iri padamu." Ucapku. "Tapi setidaknya aku tidak perlu menyelesaikan kuliahku."
Sesya tertawa mendengarnya, karena dia tahu bagaimana aku sangat enggan mengikuti perkuliahan hingga sering mengajukan cuti kuliah dan saat ini aku masih di tingkat dua bersama dengan Sesya walau usia kami sudah 24 tahun. Ya, kami sering cuti kuliah karena ingin bersenang-senang dengan selalu berlibur ke beberapa negara, menikmati masa muda kami. Pada dasarnya kami berdua adalah wanita yang mencintai kebebasan.
"Kalau begitu aku akan menikah juga biar aku tidak perlu melanjutkan kuliahku sepertimu." Kata Sesya dengan tawa. "Siapa yang akan aku nikahi ya? Ini terlalu sulit jika aku harus memilih dari kelima pacarku."
"Nikahi saja mereka semua sekaligus." Kesalku.
Setelah mengakhiri telepon dengan Sesya aku beranjak turun tempat tidur dan berkeliling kamar. Aku memperhatikan tiap sudut kamar. Tidak ada yang spesial dari kamar ini. Tidak jauh berbeda dengan isi kamar Arthur.
Aku mulai masuk ke ruang pakaian yang tadi pagi juga aku masuki. Aku memperhatikan setiap sudut ruangan tersebut sekarang. Ya, terlihat sama saja dengan ruang pakaian milik kakakku. Gaya berpakaian mereka juga hampir sama, dominan berwarna hitam ataupun warna gelap lainnya. Tidak ada yang menarik.
Mataku tertuju pada satu lemari kecil yang tergantung di paling sudut. Aku yakin itu bukan lemari pakaian karena ukurannya tidak terlalu besar. Kemungkinan itu lemari untuk menyimpan dasi atau ikat pinggang. Dengan santai aku membuka pintu lemari tersebut.
Ternyata dugaanku salah, yang ada di lemari tersebut adalah sebuah figura besar seorang wanita cantik dengan rambut ikal cokelat dan bola mata hijau. Aku pernah melihat wanita tersebut.
"Dia adalah wanita itu, wanita yang dicintainya, Wynetta De Angelis." Ucapku terkejut karena mengingat sesuatu setelah melihat foto di figura tersebut.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments
范妮·廉姆
pemeran wanitanya Vivian kah?
2022-12-26
1