Matahari mulai merangkak naik saat kendaraan yang dikemudikan pria tampan dengan outfit casual celana jogger dan kaos oblong itu berhenti. Sang gadis mengedar pandang pada tempat yang menjadi pilihan sang pria yang menurutnya spesial dan akan disenangi gadis yang dibawanya, adik tercintanya.
"Kenapa bengong? Ayo turun!" Saga bingung mengapa Kanaya bergeming saja. Padahal tempat yang ditujunya pagi itu menyediakan menu favorit adiknya itu, nasi goreng seafood.
"Lihat! Ada menu kesukaanmu, yuk turun!" ucap Saga lagi. Qinara tampak tak berkedip melihat gambar-gambar aneka hidangan sarapan dengan variasi hewan laut yang tentunya akan memanjakan lidah penyukanya. Penyukanya! Itu berarti bukan dia.
Qinara memang mengikuti almarhum omanya yang sangat anti dengan seafood sebab memiliki alergi terhadap makanan-makanan tersebut. Sebaliknya dua saudara kandungnya yang lain sangat menyukai seafood seperti ayahnya.
"Nay ... kenapa?" Belum juga merespon, Saga kembali memanggil Qinara gadis yang disangkanya Kanaya.
"Mas----
Qinara seperti tercekat bingung untuk berkata.
Haruskah aku jujur atau berbohong lagi? Jika aku jujur, sudah pasti mas Saga heran. Kemarin saja aku sudah menolak ajakan mas Saga. Jika saat ini aku menolak lagi, otomatis mas Saga akan mencurigai kalau aku bukan Kanaya. Aku belum siap kehilangan perhatian mas Saga, perhatian seorang lelaki kepada perempuan, kasih sayang yang berbeda dari kasih sayang orang di rumah. Tapi jika aku berbohong ... harus sampai kapan aku menutupi segalanya? Bagaimana ini? Tapi aku memang bukan Kanaya adik yang dimaksud mas Saga selama ini!
"Mas, a-ku tidak mau makan seafood," lirih Qinara akhirnya memutuskan untuk menolak.
"Lho kok? Sedikit saja, yuk! Temani aku! Kamu tau Nay, sejak kita berpisah dulu, aku mulai menyukai nasi goreng seafood juga seperti kamu. Mau ya?" Saga berucap sungguh-sungguh.
Sedikit saja, hanya sedikit. Ayo paksa Qii! Apa kamu mau mas Saga menyadari segalanya?
Beberapa saat terdiam, Qinara akhirnya mengangguk.
"Pintar! Terima kasih!" Saga mengusap kepala Qii. "Yuk turun!" ucap Saga setelahnya. Keduanya lantas beriringan menuju ke dalam rumah makan.
"Nasi goreng seafood dua ya, Mas," ucap Saga langsung memesan tanpa bertanya pada Qinara.
Tak menunggu lama pesanan datang, Saga langsung mendekatkan satu piring ke hadapan Qinara dan ia mulai memakan menu di hadapannya. Saga di masa kini tak ubah Kanaya di jaman dahulu, ia sibuk menepikan udang ke tepi, memakan nasinya terlebih dahulu baru nanti ia akan menghabiskan seluruh udang di tepi. Ia senang melakukan itu, dengan melakukannya ia akan merasakan kehadiran Kanaya.
Saga memperhatikan Qinara setelahnya. Qinara tampak tak bersemangat memakan nasi goreng di hadapannya. Ia mengambil sedikit nasi di ujung sendok dan tampak berusaha keras memasukkannya ke mulut. Ia mengaduk-aduknya saja setelahnya. Saga menatap aktivitas Qinara yang dianggapnya Kanaya dengan seksama.
"Kenapa? Tidak lapar?" tanya itu akhirnya terlontar.
"Semalam aku makan banyak, Mas. Belum lapar." Saga merasa aneh, tapi setiap orang bisa makan banyak dan kenyang, tidak ada yang salah. Ia pun memahami dan percaya Qinara.
"Ya sudah," ucap Saga sambil mengangguk. Saga makan dengan lahap setelahnya.
Saga sebetulnya secara khusus membawa Kanaya ke tempat itu karena ingin merasakan kebahagiaan seperti dulu saat Kanaya makan dengan lahap dengan cara uniknya, tapi nyatanya ia tak melihat itu saat ini.
Saga kini memperhatikan gadis yang duduk di hadapannya sambil memainkan ponselnya, ia benar-benar mengabaikan satu piring penuh nasi gorengnya. Yang membuat Saga semakin bingung, bahkan wajah adiknya itu biasa saja. Padahal adiknya di masa lalu paling anti untuk membuang makanan, ia akan menghabiskan setiap makanan yang diberi, ia menghargai tiap butir nasi. Akan tetapi, waktu sepertinya telah merubah adiknya.
"Ada apa, Mas?" Qinara yang menyadari Saga bergeming menatapnya segera memanggil.
"Eh, gpp kok. Oh ya, apa nasinya mau dibungkus untuk kamu makan siang?" tanya Saga setelahnya. Qinara tampak menggeleng cepat tanpa berpikir.
"Tidak mau, Mas!" lontarnya.
"Oh." Saga mengangguk tak melepas matanya dari wajah yang kembali sibuk dengan ponsel. Saga masih berupaya mencari sifat adiknya di masa lalu, tentang ia yang menjaga dari kemubadziran, tapi lagi-lagi Saga tidak mendapatkan sifat itu. Saga kembali terdiam, ia menatap lagi wajah itu, wajah itu jelas wajah adiknya. Seketika Saga mengenyahkan pikiran negatif dan mulai mengajak berbincang lagi.
"Oh ya Nay, kamu kuliah mengambil jurusan apa?" tanya Saga yang belum pernah menanyakan ini sebelumnya, walau di otaknya ia sudah atau apa jawaban tanya itu. Ya, Kanaya-nya sudah pasti akan mengambil jurusan yang berhubungan dengan mengajar, PGTK, PGSD, Psikologi atau mungkin bahasa asing. Kini ia menunggu tanyanya dijawab.
"Aku sekolah fashion, mengambil bidang fashion designer," ucap Qinara mantap. Ia tak menyadari jawabannya membuat Saga tercekat dan bertambah heran.
"Fashion?"
"Iya, aku senang melihat anti Shifa menggambar aneka gaun, dan aku ingin seperti anti! Memiliki butik dan mengisinya dengan berbagai gaun indah karyaku." Sesaat Qinara lupa ia sedang menjadi Kanaya. Kanaya yang sangat tidak suka menggambar. Hati Saga entah mengapa begitu sesak. Ia merasa Kanayanya telah berubah.
Tidak, jangan negatif Saga! Ia adalah adikmu! Lihat wajah menggemaskannya! Bukankah ia sama seperti Kanaya gadis yang 4 tahun lalu kamu temui. Waktu berganti! Wajar! Suka dan tidak suka, gemuk dan kurus, kaya dan miskin, segala seperti roda yang bisa berubah!
Saga terus mengangguk setelahnya.
"Oke makanku sudah selesai, ayo kita pergi dari sini!" Qinara mengangguk.
"Waiters!"
"Iya, Mas?"
"Nasi gorengnya bisa dibungkus?" ucap Saga.
"Bisa, Mas." Seketika pelayan masuk membawa piring dengan nasi yang masih utuh.
"Mas, i-tu dibungkus untuk siapa? Aku tidak mau!" Saga dibuat tersenyum getir mendengar penuturan Qinara yang seolah takut Saga akan memintanya membawa makanan itu.
"Untuk aku. Mubadzir, Nay!" Qinara mengangguk tanpa berkata.
•
•
"Mas kok bengong sih?" Dua raga masih berada di dalam mobil dan Qinara merasa heran Saga terus melamun sepanjang jalan. Saga diam-diam memang masih memikirkan perubahan sifat Kanaya. Baginya semua janggal, ia seolah kehilangan Kanayanya di masa lalu. Saga kini spontan menatap Kanaya, hingga seketika semua kejanggalannya lebur. Wajah itu adalah wajah Kanayanya, tak ada alasan baginya untuk meragukan Kanaya. Seperti apa pun Kanaya di masa kini, Saga harus menerima dan menyayanginya. Saga pun sadar, ia di masa kini juga bukan lelaki baik seperti Saga di masa lalu. Ya, keimanan Saga telah memudar seiring pengaruh lingkungannya di Singapura juga kegetiran demi kegetiran yang ia alami di sana.
Kamu jangan egois Ga! Kamu berharap Naya tak berubah, tapi kamu lupa bahwa kamu sendiri justru berubah drastis. Ayo, jawaban apa yang akan kamu beri jika Naya menanyakan ibadahmu, atau bacaan kitab sucimu? Bahkan kamu tidak ingat bukan kapan terakhir menyentuhnya?
"Ma-ss!"
"Eh, sorry, Nay. Oh ya, Nay, hmm … boleh aku tahu kondisi jantungmu saat ini? A-pa semua baik? Dada kamu masih sering sesak-kah?" tanya Saga Setelahnya bersikap normal. Saga mulai menanyakan hal yang beberapa bulan ini sejak pertemuannya kembali dengan Kanaya selalu ia hindari. Perbincangan mengenai penyakit jantung Kanaya. Saga memang tak siap mendapat jawaban buruk dari Kanaya tentang kondisinya. Saga sungguh sayang Kanaya, ia tak ingin kehilangan lagi orang yang dekat dengannya.
"Aku baik dong, Mas. Sehat! Mas jangan khawatir!" kata Qinara spontan. Ia lagi-lagi lupa bahwa sedang berakting menjadi Kanaya. Dalam otak Qinara sebetulnya gamang dan memberontak, di satu pihak ia ingin menjadi dirinya sendiri di depan Saga, tapi disisi lain ia takut Saga akan berubah jika tahu dirinya bukan Kanaya. Qinara pun sering spontan menjawab hal yang harusnya mengenai Kanaya, tapi ia menjawab justru mengenai dirinya sendiri seperti halnya saat itu.
"Bagus. Aku senang mendengarnya."
_____________
"Buna, Buna …. Obat, tolong obat aku, Bun!"
Shofi baru saja masuk ke kamar Kanaya setelah melihat kondisi Noa setelah beberapa saat lalu ia tinggal untuk mengantar Kanaya ke Butik. Kini Shofi kaget Kanaya bersimpuh di lantai dan terus menekan dadanya.
"Ini, i-ni Sayang!" Shofi mendekat menyodorkan obat berbentuk hati dan air putih pada Kanaya. Ia membantu memapah tubuh Kanaya ke ranjang setelahnya.
"Ini pasti karena kamu kecapean, kan! Sudah Buna bilang kita tak perlu ke Butik dan biar orang Butik yang ke rumah tapi kamu ngeyel, kamu pake ngajak muter-muter ke Mall pula cari sepatu Irsya. Kamu tuh ya, seneng banget buat panik Buna! Dua hari lagi kamu tunangan loh, Nay. Pikirin kesehatan kamu, dong!"
"Ma-af, Buna …," lirih Kanaya membuat Shofi justru merasa bersalah telah mengomelinya dalam kondisi seperti itu.
"Sudah, sudah! Kamu istirahat, ya! Lupain ucapan Buna! Maafin Buna," kata Shofi sambil terus mengusap bahu Kanaya.
________________
Bersambung ....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 22 Episodes
Comments
Moms Rafialhusaini 🌺
sakitnya nay masih suka kambuh...
2023-01-17
0
Moms Rafialhusaini 🌺
mau sampe kapan Qii kamu bohongin mas Saga...
2023-01-17
0
☠ᵏᵋᶜᶟ༄༅⃟𝐐𝐌ɪ𝐌ɪ🧡ɪᴍᴏᴇᴛᴛ𝐀⃝🥀
bukan karena waktu mas, tapi memang kamu berhadapan dengan orang yang berbeda...
2022-11-30
1