Episode 2

“Aaaaaa tolong akuuu! Kalian orang baik ayo tolong akuu!” teriak heaven dari dalam gentong yang tak berhenti berguling, ia sudah tidak tahan, semua isi perutnya ingin keluar!

“Siapa yang mau menolongmu sialan!”

"Benar! Kami ini akan menangkapmu!”

“Iya-iya baiklah, kalian tangkap aku, ayo tangkap aku cepat! Aku sudah tidak tahan!” teriak heaven frustasi.

Gentong dengan heaven didalamnya terus berguling hingga menabrak tugu air mancur di tengah kota yang merupakan pusat dari empat penjuru jalan di kota SkyDry.

Membuatnya pecah dan menampilkan keadaan berantakan dari seorang berandalan 'Heaven'.

Mereka yang tadi mengejar kini mengepung Heaven, sementara ia masih berusaha menormalkan kepalanya yang pusing. 

“Hoek-hoek!” Heaven muntah di dalam kolam air mancur yang ada di sana.

 

“Euu!” Gadis kecil yang berdiri di salah satu sisi jalan itu memendangnya dengan jijik.

Sin moa maju dan menarik kerah baju heaven dengan kasar.

“Dasar sialan! Kau selalu merampok tokoku, apa tidak ada toko lain yang bisa kau curi, hah?!”

Sin Moa berteriak dengan keras tepat di depan muka heaven sementara heaven hanya menutup hidungnya dengan mengapitkan ibu jari dan telunjuknya.

“Hey paman, mulutmu ini bau sekali! Apa orang kaya sepertimu tidak pernah sikat gigi?” tanyanya tersenyum mengejek.

Semua yang mendengar itu hanya bisa tertawa.

“Bocah sialan! Beraninya kau!” berangnya.

Sin Moa mengangkat tinjunya dan memukuli Heaven dengan sekuat tenaga.

Seorang ibu menutupi mata anaknya yang masih kecil agar tak melihat adegan mengerikan itu. Bahkan semua orang terkejut dan mundur beberapa langkah atas tindakan Sin Moa.

Tidak ada yang berani menghentikan Sin Moa. Keluarga Moa adalah salah satu keluarga kuat di Kota SkyDray, siapa yang berani menentang keluarga Moa pasti tidak akan menemui akhir yang baik.

“Apa ini tidak keterlaluan?” tanya salah satu dari mereka.

“Dia pantas menerimanya!” balas orang disampinnya sambil melipat tangan, ia sangat menikmati hal ini. Bahkan jika Sin mao sudah kelelahan dia sanggup menggantikannya memukuli anak itu.

"Hey, bukankah Sin Mao bisa membunuhnya jika terus begitu?”

 

Sin melirik mereka dengan tatapan kejam.

“Lalu memangnya kenapa? Aku memang ingin membunuhnya!” bentak Sin Mao.

Wajah Heaven sudah babak belur dan penuh lebam. Di mata, di bawah rahang, bahkan sudut bibirnya juga robek dan mengeluarkan darah. Tapi dia malah tampak tersenyum sinis.

“Hahaha ....“

Heaven tertawa dengan kepala mendongak, kerah bajunya masih belum lepas dari cengkeraman Sin moa.

Dia tertawa sangat keras hingga membuat telinga Sin Moa berdenging sakit. Dia tampak gila sekarang.

“Kenapa si Heaven itu?”

“Apa jadi gila karena dipukuli terus menerus oleh Sin Moa?”

“Salahnya sendiri selalu cari masalah.”

“Benar! Siapa suruh dia suka mengganggu orang, rasakan akibatnya!” 

Orang-orang yang ada di sana menatap heran pada Heaven yang tiba-tiba tertawa padahal baru saja dipukuli hingga babak belur.

Ia menghentikan tawanya, menatap mata Sin Mao dengan tajam. Hanya beberapa detik, setelahnya Heaven malah memberikan senyumannya.

“Paman Sin, aku hanya minta beberapa koin emas saja. Kau kan orang kaya, berbaik hatilah padaku yang miskin dan tak punya keluarga ini,” katanya sambil tersenyum santai.

“Berbagi? Dengan sampah sepertimu? Jangan mimpi!”

Dia membanting Heaven hinggan jatuh ke tahan.

“Aduh pantatku! Dasar orang tua sialan!”

Heaven mengusap-usap bagian belakang tubuhnya yang sakit sambil membersihkan debu yang menempel pada pakaiannya.

 

Sin yang mendengarnya menjadi lebih marah lagi sekarang.

“Apa kau bilang?! Dasar tidak tahu diri!” kemarahan Sin Mao mencapai level maksimal, wajahnya merah padam. dia menggertakan giginya dengan marah.

Sin mengeluarkan jurus andalannya, 'Tinju Neraka', bersiap menghabisi anak muda di depanya itu.

Heaven yang melihat itu merinding ketakutan dan memilih bersembunyi di balik orang-orang yang mengepungnya.

“Hey sialan, jangan sembunyi di belakangku!”

“Dasar bocah gila, jauh-jauh dariku!”

“Kalau mau mati ya mati saja, jangan ajak aku!”

Semua orang menyingkir, memberi tempat agar leluasa bagi Sin Moa untuk mengeluarkan jurusnya dan menghajar Heaven.

“Aduh, aku belum mau mati. Paman tolong aku dari iblis itu, paman!” Kini dia bersembunyi dibalik Sikan Ducxi. kakak seperguruan Sin moa.

Sikan Ducxi maju, meninggalkan Heaven yang tadi bersembunyi dibelakangnya. Heaven seperti anak kucing yang gemetar karena kedinginan sekarang.

“Berhenti Sin!” pinta Sikan sembari menepuk pundak Sin Moa. Seketika itu juga ia membatalkan serangannya, hawa membunuh di udara juga seketika menghilang.

“Aku selamat,” kata Heaven dalam hati.

Dia menghela napas lega sambil mengelus dadanya.

 

“Apa? Selesai begitu saja?”

“Hey, Sin moa pasti tidak akan melepaskan bajingan itu begitu saja!”

“Lihat-lihat! Sikan menuju ke arah Heaven!”

“Dia pasti tamat, dia pasti tamat!”

Semua orang mulai berteriak histeris seakan mereka sedang menonton semua drama klasik yang mendebarkan.

Sikan menatap Heaven dengan tatapan iblisnya saat dia berkata, “sebaiknya kita bawa dia kepada master."

Sin Mao hanya pasrah, ia sangat segan pada kakak seperguruannya itu, bagaimanapun ilmu Sikan jauh diatasnya.

 ________di depan Aula Pengadilan Kota SkyDray

Di depan gerbang masuk aula tampak dua penjaga berjaga lengkap dengan tombak panjang berhias helaian bulu elang emas.

Membentuk menyilang untuk menghalangi agar penyusup tak masuk. Jika ada yang ingin menyaksikan jalannya pengadilan maka mereka harus menunjukkan kartu identitas diri.

“Ada keperluan apa?” tanya salah satu pejaga saat Sin Moa dan beberapa orang lainnya sampai di depan gerbang.

“Dia lagi-lagi mencuri di tokoku, aku ingin minta keadilan pada Master!” ucapnya menggebu-gebu. Tangannya menyeret Heaven masuk sesaat sesudah menunjukan kartu identitas.

“Yang ingin masuk tunjukan kartu identitas kalian!” ucapnya tegas.

Tidak mudah menjadi prajurit angin, saat sudah dipercaya menjadi bagian dari ksatria angin dia tak akan menyia-nyiakannya.

Di dalam aula terdapat tempat duduk hakim dan dua kursi lainnya yang berapa di kiri dan kanan untuk para mentri hukum.

Sementara di bagaian kiri dan kanan bagian depan dari kursi hakim terdapat satu podium kecil tempat korban dan tersangka saat akan menjalankan persidangan.

“Hormat pada Yang Mulia Master!” ucap serentak semua orang yang berada di sana saat Simon Dray muncul kemudian duduk pada kursinya.

“Semoga Yang Mulia panjang umur.” Sikan berdiri dari kursinya dan memberi hormat pada Master kota.

“Hari ini saya datang ke dalam aula pengadilan ini karena ingin menyampaikan keluh kesah masyarakat atas tindakan bocah ini.”

 Sin Moa melempar Heaven ke samping Sikan hingga bajunya robek, ia sudah tidak terlihat seperti murid dari Akademi Atas Awan lagi.

Lebih mirip bocah gelandangan dengan wajah memar karena dipukuli.

Perlakuan masyarakat padanya sangat tidak manusiawi, tak ada yang kasihan padanya, tak terkecuali orang-orang yang ada di ruangan. Semua menatapnya dengan tatapan jijik dan merendahkan seakan-akan Heaven adalah bangkai busuk yang menjijikan.

Simon menatap Heaven, keningnya berkerut tak senang. Hanya seorang bocah saja mampu membuat kotanya menjadi tak damai.

“Yang bersangkutan silahkan naik ke atas podium!”

Hakim mempersilahkan mereka. Sikan naik podium di sebelah kanan sementara Sin Moa tampak menendang Heaven agar bergegas naik ke tempatnya. Ia tak sabar melihat bajingan kecil itu dihukum!

“Jadi, apa permasalahannya?” tanya salah satu hakim penasihat di sebelah kiri Simon Dray.

Sikan mulai menjelaskan apa yang terjadi, tentu saja dengan melebih-lebihkan hal itu dan didukung juga oleh orang-orang yang memang tak senang dengan keberadaan bocah itu di kota SkyDray.

Mereka menganggap Heaven tak lebih dari sampah masyarakat yang harus segera disingkirkan.

" ... ternyata begitu.” Simon menanggapi sambil menganggukan kepalanya berkali-kali.

Heaven hanya tersenyum kecut, tangannya meremas kuat palang kayu yang disemir indah mengkilap itu, sangat berbanding terbalik dengan kehidupannya yang sangat suram.

Dia sudah yatim sejak kecil. Heaven ditemukan oleh pengurus Akademy Atas Awan bernama Paul Falamir di lembah surga saat ia sedang berlatih ilmu bela diri.

Heaven yang saat itu baru berusia sekitar satu bulan menangis, membuat Paul merasa tak tega dan akhirnya dibawa pulang untuk diadopsi.

Paul tak memiliki istri dan anak jadi dia menganggap Heaven adalah pemberian alam semesta untuknya sebagai hadiah. tak ada apapun didalam selimut Heaven, hanya selembar kain bercorak burung Phoenix yang membungkus tubuh mungilnya.

Bersambung ...

 

Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!