Sementara itu, ditempat lain, seorang laki-laki tengah berusaha untuk menghubungi seseorang dengan handphone nya.
"Ada apa Pak Zafian?"
"Jemput aku sekarang juga!" Ucap Zafian begitu murka.
Klek.
Suara handphone Zafian di tutup dengan kasar.
Namun beberapa detik kemudian, suara panggilan terdengar kembali, kali ini rupanya dari seorang wanita yang membuatnya jengkel setengah mati.
"Dasar!" Umpat Zafian lalu segera mematikan handphone nya.
Tak lama terdengar suara langkah seseorang yang sedang berlari, bahkan beberapa kali hampir saja bertabrakan dengan para pegawai yang ada di Hotel.
Brug.
"Aww!, Nona Afita?" Ucap Naura yang sudah terpelanting ke samping.
"Sorry, gak sengaja"
"Ish, sakit Nona, lagian kenapa sih berlarian sampai keringetan begitu?, Mau ikut lomba Maraton?" Cicit Naura sambil membenarkan posisinya.
"Berisik!, Gawat Nau, apa kau melihat Zafian?" Ucap Afita sambil mengatur nafasnya.
"Ti_ tidak Nona, ada apa?" Kini Naura balik bertanya dengan heran.
"Aku lupa, dan tidak sengaja meninggalkannya"
"Apa?!" Teriak Naura tak percaya dengan apa yang suda dilakukan bos nya, bagaimana mungkin bisa lupa dan meninggalkan suaminya.
Sedangkan Afita sudah melesat pergi, berlarian menuju ke tempat yang kemungkinan Zafian masih ada disana.
"Ya Ampun, bisa di bu-nuh aku sama Zafian!, Teriaknya dalam hati.
Lif terbuka di lantai 3 dan Afita mengucap syukur saat melihat sosok suaminya berada di kursi roda dan tidak jauh dari sana.
"Kenapa memutuskan panggilanku, kau membuatku cemas!" Ucap Afita.
Zafian masih terdiam, antara senang dan emosi melihat kedatangan istri yang bisa-bisanya meninggalkan dirinya begitu saja, perlahan Afita mendorong kursi Roda suaminya untuk pulang bersama.
Sampai di dalam mobil, masih juga Zafian diam seribu bahasa, ocehan Afita bahkan dianggapnya tidak pernah ada, keadaan hening sampai di dalam Mansion, bahkan berada di dalam kamar pun, Afita serasa sendirian.
Makan malam dan aktivitas malam yang lain tampak begitu berbeda kali ini.
"Aku akan segera beristirahat Bun" ucap Zafian setelah menyelesaikan makan malamnya.
"Kamu kenapa, sakit?" Tanya Anita.
"Tidak, aku hanya capek saja" jawab Zafian.
Sementara Afita masih terdiam, melirik sekilas ke arah Zafian yang menjalankan kursi rodanya sendiri tanpa menunggu bantuan dari Afita seperti biasanya.
Anita mengamati Ekspresi Afita yang terlihat tidak tenang dan resah.
"Kenapa, masakan Bunda tidak enak?".
"Eh, tidak kok Bun, enak, beneran lezat ini"
"Terus kenapa dikit makannya?" Sahut Anita.
"Perutku agak tidak enak Bun, maaf"
Anita mengerutkan alisnya, berpikir sejenak dan menduga-duga, mungkinkah menantunya telah_
"Mual?" Tanya Anita antusias.
Afita terkejut saat Anita sudah mendekat dan memperhatikannya dengan inten.
"Gak Bun, gak enak saja, terasa penuh, bunda gak usah khawatir" jawab Afita.
"Bener?, Gak mual?, gak pusing?" Tanya Anita lagi dan membuat Afita makin tak mengerti.
"Nggak Bun, cuma rasanya penuh saja kok" jawab Afita, lalu mengambil segelas air untuk diminum.
"Mungkin kamu lagi hamil"
Uhuk uhuk
Afita langsung tersedak minuman yang masuk ke dalam mulutnya.
"Astagfirullah, hati-hati sayang" ucap Anita sambil menggosok pelan punggung menantunya.
"Bagaimana kalau kita tes saja, siapa tau Afita memang sudah_"
"Bun_, Afita baru selesai halangan dua hari kemaren"
"Oh ya?, sayang sekali" ucap lirih kekecewaan Anita yang lolos begitu saja.
Afita tersenyum, lalu segera membantu membersihkan meja makan dan kini sudah menuju ke dalam kamar, mengingat suasana yang tidak mengenakkan antara dirinya dan Zafian, Afita menghentikan langkahnya, berbalik dan menuju tempat yang lain, dimana lagi kalau bukan ruang kerjanya.
"Aku kan sudah minta maaf, masih saja mendiamkan ku begitu saja, menyebalkan!" Ucap lirih Afita sambil membuka laptop dan memulai kembali beraktivitas dalam pekerjaannya.
Sementara itu, Zafian yang berada dalam kamar merasa tidak betah, akhirnya keluar mencari angin segar dan kini sudah ada di balkon ruang kerjanya.
"Dasar, wanita egois, sudah berbuat salah, masih masih juga tidak mau meminta maaf dengan serius, bisa-bisanya meninggalkan ku begitu saja, andai saja kakiku tidak seperti ini, Sial-an!" Umpatnya pelan.
Zafian masih berada ditempatnya, pikirannya melambung tinggi, merasa tidak di hargai dan tidak dihiraukan membuatnya berpikir akan bagaimana sebenarnya perasaan Afita terhadapnya.
"Mungkin memang tidak ada perasaan apapun diantara kita, tapi_ kenapa saat aku menyentuhnya, dia sepertinya menikmati dan tidak mampu menolak, dan aku merasakan _, Akh!, Breng-sek!" Teriak Zafian dalam kegundahan hatinya.
Malam yang sangat panjang bagi keduanya, dan entah memang takdir yang membuatnya seperti itu, hingga keduanya sampai di dalam kamar secara bersamaan, Afita menghentikan langkahnya dalam diam, menunggu Zafian yang masuk lebih dulu saat berada di depan pintu.
Dan disaat yang sama tombol otomatis kursi rodanya tiba-tiba saja tidak berfungsi, hingga Zafian terhenti di ambang pintu.
Afita juga terkejut melihat apa yang terjadi, terlihat bingung sendiri dan tentu saja tidak tega melihat Zafian kesulitan menggerakkan kursi roda dengan tangannya.
"Biar aku bantu" ucap Afita yang sudah mendorong perlahan kursi roda Zafian.
Tidak ada ucapan apapun dari Zafian, bahkan ucapan terimakasih pun tidak terdengar dari mulutnya, tentu saj membuat Afita merasa gemas sendiri.
"Dimana sopan santun mu?" Ucap Afita yang sudah begitu jengkel akan sikap Zafian terhadapnya.
Zafian terkejut, dan seketika membalikan badan, merasa kini saatnya dirinya memberi pelajaran dan meluapkan emosinya yang di tahan sedari tadi.
"Kau sendiri bagaimana?, Bahkan tidak punya perikemanusiaan sama sekali"
"Apa!, Maksud mu?" Sahut Afita terkejut.
"Kalau kamu masih manusia, pasti tau apa yang aku katakan"
"Kau!, Keterlaluan, kalau semua ini tentang masalah lupa membawamu pulang, aku kan sudah minta maaf" ucap ketus Afita makin tidak tahan.
"Begitu caramu minta maaf?, Lebih mirip orang yang membentak dan tidak menyadari kesalahan"
"Ya ampun Zaf, lalu aku harus bagaimana, lupa itu sesuatu yang tidak aku sengaja dan tidak aku inginkan Zafian, mengertilah!" Teriak Afita pada akhirnya.
"Begini caramu bersikap dan bicara dengan suami mu, ha?" Sahut Zafian tak kalah begitu marah.
"Terserah!" Ucap Afita yang sudah bersiap masuk ke dalam bathroom untuk membersihkan diri.
"Jangan pergi begitu saja saat aku masih bicara denganmu!" Teriak Zafian mengagetkan Afita.
Dengan menahan emosi dan menarik nafas panjang, Afita perlahan membalikkan tubuhnya, menatap tajam ke arah Zafian dengan gemuruh yang ada di dadanya.
"Baik, silahkan, lanjutkan apa yang ingin kau bicarakan, keluarkan semua makianmu padaku kalau itu membuatmu puas, aku tau tidak ada perasaan kasih sayang sedikitpun dirimu untukku, aku tau hatimu masih seluruhnya untuk mantan kekasihmu!" Ucap Afita mulai tak terkontrol dan membuat Zafian menatapnya tanpa kata.
"Pergilah!, Bersihkan dirimu" ucap Zafian.
Afita terdiam, masih mantap suaminya yang kini berbalik dan menghindari tatapannya, "Dasar breng-sek!" Teriak Afita.
BRAK
Kerasnya pintu bathroom yang dibanting oleh Afita, membuat Zafian terkejut dan memejamkan mata menahan sesak di dadanya.
Sementara Zafian dibuat bingung sendiri oleh perasaan yang berkecamuk dihatinya, perkataan Afita memperlihatkan bagaimana sebenarnya istrinya merasakan dirinya masih belum bisa melupakan mantan kekasihnya.
"Apa mungkin Afita merasa sakit hati akan sikapku, bukankah dia tidak ada perasan padaku, kalau apa yang ku pikirkan memang benar, itu berarti sedikit banyak Afita mempunyai perasaan_"
"Aku akan tidur di ruang kerja, disana lebih nyaman, aku butuh istirahat yang cukup" ucap Afita yang sudah membawa perlengkapan tidur dan berjalan menuju pintu kamar.
Zafian menoleh dan hanya terdiam, ingin berteriak menghentikan dan berlari menghalangi, tapi rasanya itu tidak mungkin dia lakukan. Akhirnya membiarkan Afita berlalu pergi begitu saja.
Memposisikan tubuh untuk beristirahat dengan nyaman rupanya tidak sepenuhnya berhasil di lakukan Afita, nyatanya rasa sesak dan emosi masih menguasai hatinya, hingga berakhir dalam sujud panjang di atas sajadah, mengharapkan ketenangan batin dan jalan terbaik kepada Sang Maha Kuasa.
Sisa Air mata yang sempat berlinang tampak terlihat di pipi putihnya, Afita tertidur di atas sofa dengan selimut yang terlepas tanpa disadari.
Perlahan sebuah tangan mengambil selimut dan menutupi tubuh Afita, merapikan anak rambut yang terurai tidak beraturan, usapan jari jemari menghapus sisa air mata di wajahnya.
"Maafkan aku" satu kata lolos dengan lembut.
Jangan lupa VOTE, HADIAH, LIKE, dan KOMENnya.
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 181 Episodes
Comments
Sulaiman Efendy
YA IYALAH BAHLUL...
2024-07-02
3
Yani
Zafian laki" bego masih tetep mencintai mantan
2024-06-19
1
Bonny Patriadi
ini laki emang error bilang istri kekanak-kanakan,dia sendiri masih bayi /Shame/ bangga kali dia sama bekas pacarnya tuh...
2024-06-12
0