"Sudahlah gara-gara mimpi kamu yang nggak jelas itu kita jadi berantem kan" sambung Adi sambil menghembuskan asap rokok ke udara
"Itulah yang buat aku selalu nggak pernah mau cerita ke kamu, kita tidak pernah sependapat, kamu maunya menang sendiri dan aku juga sama. Sudahlah, toh kamu juga tidak pedulikan dengan perasaan aku"
Adi yan sejak tadi kembali fokus ke hpnya kembali melirik istrinya
"Aku tidak suka karena kamu kasar sama aku, kamu tidak menghargai aku"
Aku menarik nafas panjang
"Sudahlah nggak usah dibahas lagi. Toh kalaupun aku bilang aku capek, aku lelah apa ya kamu bakal ngerti, kan enggak?"
"Kamu apa tahu aku ada masalah apa, aku capek atau nggak, toh selama ini aku pendam semua kan masalah aku, nggak pernah bilang ke kamu, aku capek kerja, aku ada masalah, aku lelah ngurusi rumah, capek ngurusi anak, aku butuh refreshing, bantu aku, dengerin aku. Nggak pernah kan??"
Adi menajamkan matanya menatap istrinya
"Terus mau kamu apa?, ini cek hp aku, kamu telponin seluruh yang ada dikontak aku, kamu tanyain semuanya, atau bila perlu, ayo malam ini kita datangi seluruh teman aku, tanyakan sama mereka apa benar aku selingkuh, apa benar aku ada anak dari perempuan lain"
"Ayo kita ke rumah adik kelas kamu itu, kamu tanyain apa memang benar anak dia anak aku"
Aku diam, pusing di kepalaku kian menjadi.
Aku dorong bak tempat pakaian, lalu aku masuk ke dalam kamar, tidur.
Karena kesal aku tidur di pinggir, tidak di sebelah suamiku, bantal guling ku taruh di tengah-tengah
"Heh, ini periksa hp ku, jangan tidur dulu kamu!" Adi membentak ku
Aku membuka mataku, melihatnya yang berdiri di pinggir ranjang
"Sepintar-pintarnya tupai melompat, pasti akan jatuh juga. Begitu juga bangkai yang disembunyikan suatu hari akan tercium juga baunya" jawabku pelan
"Jadi kamu nantang aku?"
Aku memiringkan tubuhku membelakangi suamiku, lalu menutupkan bantal ke telingaku menghindari ocehan panjangnya
...****************...
Istri dan ibu itu di larang sakit. Kalau mereka sakit, maka seisi rumah juga akan sakit. Jadi walau bagaimanapun keadaannya, sakitnya dia abaikan.
Kira-kira itulah pendapatku, karena memang seperti itulah hidupku. Sejak jadi istri, aku "dilarang" sakit.
Jadi mau sesakit apapun kepala dan badanku, aku wajib bangun pagi, masak menyiapkan masakan untuk orang seisi rumah.
Apalagi suamiku paling tidak mau makan sayur masak yang dijual di pasar atau rumah makan, dia maunya masakanku. Oleh karena itulah, walau dalam keadaan demam aku tetap memaksakan diri untuk di dapur
"Loh, ibu kan demam, kok sudah bangun?" Naya, anak tertuaku yang sekarang duduk di kelas enam bertanya padaku
"Nggak papa nak, kalian kan mau sekolah, mau sarapan, ayah juga kan mau kerja" jawabku sambil terus mencuci piring
"Ibu duduk saja, biar piringnya aku yang nyuci" anakku mengambil alih piring di tanganku.
Lalu aku duduk, membiarkannya mencuci piring
"Ibu tidur lagi sana, biar masak nasi bisa aku, kan cukup isi di rice cooker"
Aku tersenyum sambil menggeleng
"Naya cepatlah mandi, rice cooker sudah ibu isi. Sarapannya pakai telur mata sapi saja nak ya?"
Naya mengangguk dan dengan segera dia menyusun piring yang sudah bersih
"Ya Alloh buk, panas sekali kening ibu" Naya kaget ketika memegang keningku
"Nggak papa, mandilah. Ibu nanti juga sehat kok"
Dengan tatapan sedih Naya meninggalkanku di dapur. Sepeninggal Naya aku segera membuat telur mata sapi dan membuatkan sambal kecap.
Karena air panas sudah matang, lalu aku membuatkannya susu dan membuatkan suamiku kopi. Setelahnya aku kembali masuk ke kamar, kembali berbaring
"Bu, uang jajan sama nabungnya mana?" tanya Naya yang berdiri di pinggir ranjang
Aku kembali membuka mataku, lalu turun dari ranjang. Memberinya uang untuk nabung dan uang jajan. Setelah mencium punggung tanganku Naya berangkat sekolah.
Aku menarik nafas dalam, jam di tembok hampir menunjukkan jam tujuh, tapi tanda-tanda suamiku akan bangun belum ada
Kembali aku merangkak melewati kakinya dan kembali berbaring
"Ibu, Arik sekolah apa libur?"
Aku kembali membuka mataku, anak bungsuku yang berumur empat tahun lebih sudah berdiri di pinggir ranjang
"Libur saja nak ya, ibu demam, nggak ada yang jemput nanti"
Kulihat Arik menundukkan kepalanya. Hal itu membuatku tak tega
Kembali aku merangkak, turun dari ranjang, lalu aku memandikan si bungsu dan memakaikannya seragam sekolah
"Kata bu guru aku, bawak bontot bu"
"Iya" jawabku singkat sambil memakaikan bedak di wajahnya. Lalu aku berdiri dan mengisi kotak makannya dengan nasi dan telur mata sapi
"Susunya minum di rumah apa sekolah?" tanyaku
"Rumah" jawab Arik sambil mendekat ke arahku. Lalu aku memberikan gelas susu padanya.
"Berangkatnya sama kakak Aldo saja nak ya, nanti pulang bareng juga sama kak Aldo. Ibu nggak bisa jemput, ibu demam" ucapku sambil memakaikannya tas
"Ibu nggak kerja?"
Aku menggeleng. Sambil mencium kedua pipinya, aku mengantarkan Arik sampai di depan pintu
Kembali aku menarik nafas dalam dan berbaring di kamar depan, kamar Naya.
Baru juga aku memejamkan mata, kembali pintu diketuk, aku tahu itu adalah anak buah suamiku yang hari ini akan mengantarkan bibit sawit keluar kota
Aku tidak menjawab panggilannya, aku berharap suamiku yang kali ini membukakan pintu karena dia tahu aku tidak sehat
Tapi belum juga ada tanda-tanda pintu akan dibuka, dengan menahan kesal aku kembali bangun dan membukakan pintu
"Masuk oom" ucapku pada ketiga anak buah suamiku
"Loh, nggak kerja yuk?" tanya salah satu diantara mereka
"Demam" jawabku singkat sambil meninggalkan mereka
Karena sudah terbiasa di rumah, jadi mereka agak bebas di rumah kami. Salah satu dari mereka kudengar berjalan kearah dapur dan menghidupkan kompor
"Kopi mana yuk?" teriaknya
Aku menghembus nafas dalam
"Ya Rabbi sepertinya aku memang tidak bisa istirahat ini" keluhku
"Habis ya yuk?" teriaknya lagi
"Lihat di kulkas" teriakku pula
Kudengar ada suara suamiku, itu artinya dia sudah bangun. Aku kembali memejamkan mataku.
Entah sudah berapa lama aku tertidur, ketika terjaga panas dari luar sudah masuk melalui ventilasi kamar
Aku duduk dan kurasakan pusing di kepalaku sudah hilang. Dengan langkah pasti aku berjalan keluar dari kamar.
Di ruang tengah aku lihat suamiku sedang bermain hp. Aku seolah tak melihatnya, karena aku masih kesal padanya. Sepertinya suamiku pun sama, dia sama sekali tidak menyapaku
Aku berjalan ke dapur, membuka tudung saji dan makan. Sama sekali tidak mengajak atau menawarinya.
Selesai makan aku kembali masuk kamar depan. Lalu terdengar salam anak bungsuku, dan aku memanggilnya.
Tak lama kulihat dia masuk menghampiriku dan aku memeluknya
Ku dengar suamiku tertawa, aku yakin dia pasti tertawa karena melihat konten di youtube, atau bila tidak mungkin dapat kiriman video lucu dari temannya, karena itulah kebiasaannya
Seharian aku lewatkan hanya stay di rumah. Aku dan suamiku tidak bertegur sapa sama sekali. Dan rupanya itu terjadi hingga besok dan besoknya lagi
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 171 Episodes
Comments