Di makam, Medina berjongkok, ia mengusap batu nisan kakaknya.
"Mbak, Dina minta maaf. Dina enggak bisa jaga amanat mbak, Dina terpaksa menceritakan semua sama Mas Sam."
Walau sudah belasan tahun Husna pergi, tetapi, air mata kesedihan dan kehilangan itu masih terus membasahi pipi Dina, Husna adalah keluarga satu-satunya.
****
Sementara Sam terus terngiang dengan apa yang Medina ceritakan dan itu membuat Sam terus menyesal karena sempat membenci Husna.
Flashback
Di Bali, Medina mengetahui kalau Sam diam-diam mengikutinya, Dina yang sedang berjalan di gang menuju rumahnya itu menghentikan langkah.
"Aku tau kamu mengikuti aku, Mas!" ucap Dina tanpa melihat ke belakang.
"Bagus, lah. Jadi aku enggak perlu sembunyi-sembunyi lagi," jawab Sam yang juga menghentikan langkah.
"Mas, ini amanat. Aku enggak bisa kasih tau di mana Mbak Husna!" ucap Medina seraya berbalik badan, menatap Sam dan terlihat raut wajah sedih Medina membuat Sam semakin penasaran.
"Katakan! Aku berhak tau! Dia meninggalkan aku tanpa alasan! Aku sendiri enggak tau apa salahku! Jadi aku berhak tau!"
"Benar apa yang kamu katakan, setidaknya... kalau kamu tau di mana Mbak Husna, bisa mengurangi rasa benci kamu padanya!" kata Medina.
"Ck!" Sam berdecak. Sudah pasti dirinya akan membenci Husna yang pergi begitu saja tanpa alasan dan sebab.
"Enggak usah pakai drama!" ucap Sam.
"Mbak Husna udah enggak ada! 13 tahun yang lalu setelah melawan sakitnya sendirian!" ucap Medina seraya menghapus air matanya yang sudah membasahi pipinya.
"Jangan bohong kamu!" Sam mencoba tidak percaya.
"Untuk apa kamu bertanya kalau enggak percaya?" kata Medina.
"Mbak Husna sakit kanker, dia enggak mau kamu tau terus kamu sedih, bikin kamu susah! Itu Mbak Husna dan di akhir hidupnya selalu mikirkan kamu dan Darren!" Medina menjelaskan dengan diringi tangisnya, Sesenggukan, hatinya sangat sakit saat merindukan Kakaknya yang sudah lagi tidak dapat ia peluk.
Setelah mendengar tentang Husna, sekarang, Sam yang sedang berdiri tegak itu merasa kalau lututnya lemas, ia tak mengira kalau Husna pergi untuk selamanya.
Medina memberikan alamat pemakaman Husna pada Sam.
"Kamu serius? Kenapa aku merasa kamu berbohong?" tanya Sam pada Medina yang masih berdiri di depannya.
"Apa perlu kamu lihat surat kematian Mbak Husna?"
Setelah mengatakan itu, Medina pergi melanjutkan langkah kakinya, ia pulang dengan sedihnya karena Sam telah mengingatkannya dengan kepergian Husna.
Sementara Sam, ia yang masih tidak percaya itu menyendiri ke pantai dan di sana, Sam di temani oleh seorang pemuda asing yang membawa sebotol minuman, Sam yang sedang sedih itu meminta minuman tersebut pada si pemuda dan pemuda itu memberikannya lalu pergi meninggalkan Sam sendiri sebelum akhirnya Vio dan Adiba datang.
Keesokannya, Sam pergi ke pemakaman. Pria yang matanya sembab itu ingin tidak mempercayai Medina tetapi juga ingin tau kebenarannya.
Sam pergi tanpa pamit pada Sarifah juga Darren dan sesampainya di pemakaman Sam mencari makam Husna.
Terlihat ada bunga yang masih segar di atas makam tersebut.
Sam yang berjongkok di samping makam itu bertanya, "Apa menurut mu ini benar?"
Sam berpikir, seharusnya Husna menceritakan sakitnya agar Sam bisa membantu untuk mencari pengobatan.
Sam yang dulu patah hati karena ditinggal pergi Husna dan menyisakan kebencian di hatinya kini Sam harus mengulang patah hatinya setelah mengetahui kalau Husna pergi untuk selamanya.
Flashback off.
Sarifah mengantarkan makan siang untuk Sam dan melihat Sam masih memeluk gulingnya di bawah selimut.
Sarifah membuka selimut itu dan menyuruhnya untuk bangun.
"Kenapa kamu? Patah hati lagi?" tanya Sarifah seraya menarik lengan Sam dan saat itu juga Sarifah merasakan kalau suhu tubuh Sam naik.
"Ibu, mau sampai kapan di sini?"
"Anak durhaka kamu, kamu ngusir?" tanya Sarifah dengan kesalnya.
Sam hanya diam saja. Pria itu semakin mengeratkan pelukannya pada guling, Sam juga memejamkan mata, tidak ingin menghiraukan Sarifah.
Sarifah duduk di tepi ranjang, wanita tua itu mengusap rambut Sam layaknya mengusap rambut anak kecil.
"Ceritakan, apa yang membuat kamu seperti ini, Sam?" tanya Sarifah.
"Bu... ternyata di-dia sudah...," ucap Sam yang terbata dan menggantung ujung kalimatnya.
"Dia siapa? Sudah apa?" Yang jelas kalau bercerita itu!" protes Sarifah masih dengan mengusap rambut Sam.
"Bu, Sam bukan anak kecil lagi, tolong berhenti mengusap rambut!" pinta Sam.
"Kalau bukan anak kecil kenapa masih suka menangis?"
"Bu...." Sam menggenggam tangan Sarifah, menatapnya.
"Ada apa?" Sarifah kembali bertanya.
"Husna, Bu," lirih Sam seraya menatap Sarifah.
"Iya, Husna kenapa? Bukannya kamu sudah menganggap dia udah enggak ada?"
"Dan itu kenyataannya, Bu. Sam bertemu Dina dan makam Husna," jelas Sam.
Sam pun menjelaskan alasan Husna pergi dari hidupnya dan Sarifah yang juga menyayangi Husna itu ikut merasakan sedih.
"Kalau begitu doakan dia, Sam. Bukannya menangis, tidak akan merubah apapun!"
"Sam menangis karena menyesal, Bu. Sam sempat membencinya selama ini, bukan mencarinya, tetapi, Sam sibuk membenci," ucap Sam, "seandainya Sam mencari dan membawanya untuk berobat mungkin sekarang kami bahagia bersama," lanjut Sam dan Sarifah menarik nafas.
"Bukan salah kamu, Sam. Husna yang pergi tanpa mengatakan apapun, itu sudah menjadi kemauannya dan itu sudah takdir, Takdirnya pergi lebih dulu!" Sarifah mencoba mengingatkan agar Sam bisa kembali berpikir jernih.
"Bangunlah, Husna pasti sedih lihat kamu seperti ini!"
Dan ternyata, obrolan Sam itu di dengar oleh Darren yang baru pulang kuliah itu mendengar semua percakapan antara Sam dan Sarifah.
"Pi, papi beruntung bisa mengenal mami. Sekarang, Mami pasti mau Papi hidup bahagia, jangan seperti ini, Mami pasti punya alasan kenapa melakukan ini sama Papi!" ucap Darren seraya masuk ke kamar Sam.
"Anak kecil tau apa kamu!" kata Sam yang tak mau melihat ke belakang, Sam memunggungi Sarifah dan Darren.
"Percaya sama Darren, Pi."
"Percaya sama kamu sama dengan musyrik!"
"Astaga, Papi!" geram Darren seraya menggelengkan kepala.
Sementara Sarifah menepuk jidatnya.
"Sam, ini bukan pertama kali kamu menangisi Husna, ayolah, bangun! Husna menangis melihat ini dari surga!" kata Sarifah.
Dan Sam masih tak bergerak.
Sarifah dan Darren pun menjadi kesal, pasalnya, lebih mudah membujuk anak kecil dari pada harus membujuk Sam yang susah diberi pengertian.
"Kalau Ibu yang meninggal, apa kamu akan seperti ini juga, Sam?" tanya Sarifah dan Sam berbalik badan.
Walau sering bertengkar dan selalu tidak cocok saat bertukar pikiran, tetapi, Sam sangat menyayangi Sarifah.
"Ibu!" ucap Sam.
"Nenek!" ucap Darren dan keduanya memanggil wanita keriput, berambut putih itu bersamaan.
Bersambung.
Jangan lupa like dan komen ya, all. Difavoritkan juga. Terimakasih.
Suka dengan cerita ini? Jangan lupa votenya, ya dan terus dukung karya ini 😇.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments
@⍣⃝𝑴𝒊𝒔𝒔Tika✰͜͡w⃠🦊⃫🥀⃞🦈
menyesal pasti pun ada tapi kenapa y Husna kok sampai tak ingin melibatkan suaminya tentang penyakit yang dideritanya
2022-12-03
2
@✹⃝⃝⃝s̊Sᵇʸf⃟akeoff🖤 k⃟K⃠
kan bner husna skit gk mau jadi beban buat sam eh malah bablas..
2022-11-30
1
₦⑂. Ⓙυ☂€✘
Do'akan saja utk orng yg sdh tiada...
Mendinglah di bilang musyrik, dari pada kita percaya pada seseorang tp orang tsb tdk mau mempercayai kita😔
2022-11-28
1