Vio baru saja membuka matanya, ia melihat ada dokter dan Sam yang berdiri di samping dokter tersebut.
Setelah diperiksa dan mendapatkan resep obat, sekarang dokter tersebut pamit pada Sam.
Pesan dokter pada Vio, "Jangan terlalu lelah, tidak boleh stres karena stres adalah awal segala penyakit."
"Baik, dok," jawab Vio seraya mengubah posisinya menjadi duduk.
"Makanya, jadi cewek itu jangan galak-galak," kata Sam dan Vio hanya menatapnya, pagi ini, Vio tidak ingin meladeni Sam.
Setelah itu, Sam ikut mengantar dokter sampai ke depan dan di depan, Sam memerintahkan salah satu satpam untuk menebus obat Vio.
****
Di dalam, Vio yang masih merasa pusing itu merasakan ponselnya terus bergetar, Vio merogoh saku celananya, mengambil ponselnya.
Terlihat ada banyak panggilan tak terjawab dari Adiba dan ada pesan dari Surya.
Vio segera menerima panggilan Adiba.
"Vi, lama banget sih. Lagi ngapain kamu, penting ini!" kata Adiba yang sampai lupa mengucapkan salam lebih dulu.
"Ada, aku lagi di rumah aki-aki itu," jawab Vio dengan lemas nya.
"Akh, enggak penting aki-aki siapa, ini lebih penting lagi, vi. Rumah kamu dijual sama Surya!"
"Apa?" tanya Vio yang terkejut, ia berdiri dari duduknya. Air matanya lolos begitu saja.
"Gimana bisa, kan surat-surat sama aku!" kata Vio, ia ingat betul kalau sudah memasukkan map surat rumah ke tasnya.
"Entah, pokoknya cepat pulang!" kata Adiba.
Vio segera mengakhiri panggilan tersebut dan merasa penasaran dengan isi pesan dari Surya.
Vio merasa senang juga sekaligus kesal, isi pesan itu mengatakan kalau Surya menalaknya.
"Jadi gini, dia jual rumahku terus aku diceraikan! Jahat kamu, Mas!" kata Vio, air matanya sudah tak terbendung lagi.
Vio pun melangkahkan kakinya dan baru sampai pintu yang langsung terhubung ke garasi, langkah kakinya sudah terhenti saat Sam memanggilnya.
"Mau kemana? Terimakasih juga belum udah mau kabur aja!" protes Sam dan Vio melihat ke arahnya.
"Cengeng, masa gue ngomong gitu doang nangis!" kata Sam seraya menjatuhkan dirinya di sofa ruang tengah, tangannya meraih kopi hitam yang sudah tersaji di meja.
"Enggak usah sok tau!" jawab Vio dengan ketus.
Vio pun melanjutkan langkahnya dan kembali terhenti saat bibi memanggilnya. Bibi memberikan paper bag yang berisi gaun malam.
"Apa ini, bi?" tanya Vio seraya menerimanya.
"Baju nona," jawab bibi, "saya permisi," lanjut bibi yang kemudian pergi melanjutkan pekerjaannya.
Vio yang sedang terburu-buru dengan pikiran yang tak karuan itu pergi tanpa permisi, Sam hanya memperhatikan sampai Vio tak terlihat.
"Kenapa tuh anak!" kata Sam seraya meletakkan cangkir kopinya kembali ke meja.
"Siapa?" tanya Darren yang baru pulang dari lari pagi, Darren datang bersama dengan Rosi.
"Pagi, Om!" sapa Rosi.
"Pagi," jawab Sam seraya memberikan senyum, lalu Sam bangun dari duduknya, ia mengajak Darren dan Rosi untuk sarapan bersama.
Sementara itu, Viona sedang berburu waktu, ia ingin cepat sampai ke rumahnya.
Tetapi, sesampainya di sana, Vio sudah telat. Rumah miliknya itu sudah sepi, sudah tidak berpenghuni.
"Mas Surya!" teriak Vio seraya menggedor pintu rumahnya.
Tak terjawab dan Vio berjalan ke samping rumah, ia mencoba mencari Surya melalui pintu belakang.
"Di kunci juga!" gerutu Vio, Vio pun kembali ke depan.
Dan saat itu juga, ponsel Vio bergetar, Adiba yang menghubungi.
Dengan sesenggukan, Vio menerima panggilan tersebut.
"Kenapa, Vi?" tanya Adiba dari sambungan teleponnya.
"Rumahnya udah sepi, Ba. Mas Surya juga enggak ada," tangis Vio seraya berjongkok, menghapus air matanya menggunakan ujung lengan sweater.
"Kamu masih di situ?" tanya Adiba.
Vio menjawab singkat, "Iya."
"Iya udah, aku jemput kamu, ya!"
"Iya," jawab Vio. Setelah itu sambungan teleponnya terputus.
Vio menunggu dengan duduk di teras, duduk di lantai dengan memeluk lututnya.
Tidak menunggu lama, Adiba pun datang. Adiba memanggil sahabatnya itu, "Vio!"
Vio melihat ke arah pagar dan segera bangun dari duduk, ia memeluk Adiba.
"Gimana ini, Ba. Kalau rumah ini dijual beneran? Ini satu-satunya peninggalan ibu aku, Ba!" lirih Vio.
Adiba mengusap punggung sahabatnya, mencoba menguatkan.
"Sabar, Vi. Kalau surat-surat masih di kamu kita bisa ke pengadilan."
Vio menganggukkan kepala, kemudian Vio mengajak Adiba ke kosnya untuk mencari surat-surat rumah tersebut.
Sesampainya di kos, Vio segera membuka lemarinya, ia mengambil surat rumah dan ternyata di dalam map itu bukanlah surat rumah yang sebenarnya.
"Astaga!" ucap Vio seraya duduk di tepi ranjang, matanya menatap selembar kertas piagamnya yang sengaja Surya gunakan untuk mengganti surat tanah.
Adiba ikut penasaran dan mengambil map yang sedang ditatap oleh Viona.
"Ya ampun. Suami mu jahat banget, Vi!" ucap Adiba seraya menutup map tersebut.
Dan Viona mengusap wajahnya kasar.
Kembali Viona menangis sesenggukan, ia teringat dengan hutangnya yang 50 juta pada Sam dan sekarang kehilangan rumahnya.
"Dia bukan suami ku lagi, Ba!" jawab Viona seraya menatap Adiba yang duduk di sampingnya.
Vio mengambil ponselnya, ia menunjukkan pesan dari Surya.
"Ya ampun, benar-benar! Bahkan cerainya kalian pun lewat chat?"
Vio menjatuhkan dirinya di ranjang. Menatap langit-langit kamarnya dan air mata mengalir, menyesal karena telah menikahi saudara Firaun.
Adiba mengambil ponsel Vio, mencoba menghubungi Surya dan nomor itu sudah tidak dapat di hubungi.
"Enggak aktif, Vi," kata Adiba seraya mengembalikan ponsel Vio.
"Udah pasti, aku sih udah nebak," kata Vio dengan suara yang tertahan.
Hari ini begitu berat bagi Vio, bahkan Vio mencoba mencari si pembeli rumahnya.
Setelah dua hari berlalu, sekarang Vio yang sedang duduk di teras rumahnya itu bertemu dengan si pembeli yang akhirnya datangnya juga.
Vio menjelaskan semua dari A-Z.
Tetapi, si pembeli tak mau tau.
Dan mana mungkin si pembeli akan mengembalikan rumah itu tanpa Vio mengembalikan uangnya.
"Pak, kasian dia, sepertinya dia beneran enggak bohong," ucap si istri yang membeli rumah Vio.
"Terus, kita harus kehilangan uang kita? Lagian kita bakal untung beli rumah ini dengan harga murah, nanti bisa kita jual lagi dengan harga mahal!" kata suaminya.
"Ibu enggak tega, Pak!" kata si ibu seraya menatap Vio yang berdiri di pagar, menatap dengan penuh iba pada pasangan yang telah membeli rumahnya.
Si Bapak pun ikut menatap Vio.
"Iya, sih. Tapi gimana, bu?"
"Gini aja, kita kembalikan saja rumahnya kalau dia bisa kembalikan uangnya, gimana?" usul si ibu.
"Tapi, bu. Nanti kita enggak jadi untung dong!" kata si bapak.
"Pak, ibu enggak tega. Ini kan rumah warisan. Iya kalau dia bisa kembalikan uangnya, kalau enggak kan rumah ini tetap jadi milik kita! Kalau dia dia bisa kembalikan uangnya, berarti rumah ini bukan rejeki kita!"
"Iya sudah, karena ibu yang meminta, bapak ikut saja!" jawabnya.
Setelah itu, si bapak pun mengatakan apa yang seperti istrinya katakan.
"Saya harus cari uang sebanyak itu di mana?" tanya Vio yang sudah tak tau lagi dengan Surya yang begitu tega padanya.
Beban hutang dan sekarang harus mencari uang ratusan juta untuk menebus rumahnya.
Hatinya terasa cekat-cekit saat teringat dengan Surya.
Bersambung.
Dapatkah Viona mendapatkan rumahnya kembali?
Jangan lupa like dan komen, difavoritkan juga ya.
Bintang lima jangan lupa ☺
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments
ᶥⁱᵒⁿ⚔️⃠Hana Nurul Azizah🍩ᴬ∙ᴴ࿐
Alhamdulillah bisa dikembalikan .. Kalau sampai diambil rumah warisan maemaksa keluar bapak ngga akan tentram apalagi yatim piatu
2023-04-02
0
⸙ᵍᵏTITIAN
lapor polisi aja vio.. biar suaminya di tangkap lagian rumah atas nama kamu bukan masa kamu gak tau
2022-11-24
1
@✹⃝⃝⃝s̊Sᵇʸf⃟akeoff🖤 k⃟K⃠
pengen ku cekek tu si surya.. 😑
2022-11-23
0