Makan Bersama di Rumah Mertua

Dewi membuka pintu saat suaminya pulang dari mengajar, diikuti oleh anak laki-lakinya yang baru berusia sekitar 2 tahun.

''Ini rantang nya, Dek. Itu didalamnya ada opor ayam dari Ibu. Ibu sengaja bikin banyak katanya Laila mau pulang hari ini.'' ucap Rendi kepada istrinya Dewi. Ia menyerahkan rantang kepada sang istri lalu melepaskan sepatu dan kaosnya.

''Laila mau pulang?'' tanya Dewi.

''Iya, Dek." balas Rendi.

''Nanti sekitar pukul tiga kita harus ke sana, kita makan bersama di rumah Ibu, sekalian untuk menyambut kepulangan Laila.'' sambung Rendi lagi.

''Aku nggak bisa ikut kamu ke sana, Mas.'' Dewi berkata sambil duduk di depan televisi, menonton serial ikan terbang kesukaan nya.

''Nggak bisa! Kenapa? Bukannya ini momen langka, Laila jarang lho bisa kumpul sama kita.'' ujar Rendi merasa heran dengan ucapan sang istri. Ia menatap sang istri dengan kening berkerut.

''Aku capek, Mas.'' jawab Dewi santai.

''Capek? Kamu kenapa sih Dek, setiap kali Mas ajakin kamu ke rumah orang tua Mas selalu saja ada alasan nya! Mas malu sama mereka karena ketidak hadiran mu, padahal rumah kita cukup dekat.'' tutur Rendi sedikit kesal.

''Aku tu capek Mas, kamu kan tahu sendiri dari pagi aku masak dengan berbagai macam menu, terus habis itu aku membersihkan setiap sudut rumah dan merawat anak kita. Aku baru mau istirahat sekarang Mas!" ketus  Dewi sedikit berteriak kemudian berlalu ke kamar nya. Sedangkan Randi hanya bisa mengelus dada dengan sang anak berada di dalam gendongan nya.

Randi dan Dewi menikah karena dijodohkan oleh kedua orang tua mereka. Orang tua mereka berteman cukup dekat. Awalnya Dewi tidak setuju, karena dia sudah mempunyai kekasih, sedangkan Rendi menurut saja karena Rendi memang belum pernah dekat dengan seorang wanita, dia selama ini hanya fokus belajar untuk menamatkan studinya. Padahal Randi memiliki wajah yang cukup tampan dengan postur tubuh tinggi tegap. Dewi juga tidak kalah cantiknya, banyak laki-laki kaya yang menyukai nya, itu lah yang membuat Dewi merasa berada diatas angin, besar kepala, dia yakin kalau Randi beserta mertuanya tidak akan mungkin memarahi dan melawannya, mereka tidak akan rela kehilangan menantu seperti dia. Dewi ingin melihat sebatas mana kesabaran mereka.

***

''Makasih, ya Dek, karena kamu sudah mau ikut.'' ucap Rendi saat mereka sedang berada di atas motor.

''Iya, Mas.'' ketus Dewi dengan nada suara terdengar angkuh.

Setelah membujuk Dewi kurang lebih satu jam lamanya akhirnya Dewi mau juga ikut, Rendi terpaksa menurunkan ego, merendahkan harga dirinya di depan sang Istri hanya karena Rendi tidak mau orang tuanya merasa iba hati, merasa sedih karena ketidak hadiran Dewi. Rendi membujuk Dewi dengan berbagai cara, setelah Rendi menjanjikan akan membeli kalung emas barulah Dewi setuju untuk ikut. Dewi semakin merasa besar kepala.

Sesampainya di rumah orangtua Rendi, mereka menyambut kedatangan anak, mantu dan cucu mereka dengan senyum merekah.

''Sini Sayang, aduh cucu nenek sudah besar rupanya. aduhh gemesnya.'' Bu Maryam berkata saat Randi dan Dewi baru sampai di dekat pintu utama. Jarak rumah Rendi dan orang tuanya tidak terlalu jauh, masih berada di kampung yang sama.

Dewi memandang dengan wajah jutek, dia ingin melarang Bu Maryam agar jangan menyentuh anaknya, tapi masih dia tahan, dia merasa jijik melihat sang mertua yang tangannya sudah keriput.

''Laila mana, Buk? Dia sudah sampai belum?'' tanya Rendi.

''Laila ada di kamarnya, Le. Laila baru sampai setengah jam yang lalu. Baru selesai mandi Adik mu.'' jawab Bu Maryam tersenyum simpul. Sedangkan suaminya Pak Burhan hanya diam, dia malas berbasa-basi karena tidak suka sama sikap angkuh menantunya itu.

Dewi asyik dengan gawai nya, dia duduk disamping sang suami diatas tikar, mereka duduk lesehan. Di depan mereka sudah tersedia beberapa hidangan seperti opor ayam, rebusan sayur, sambel dan berbagai macam menu khas masakan pedesaan lainnya. Bu Maryam sibuk menurunkan piring dan perlengkapan makan lain sebagainya. Rendi melirik ke arah sang istri kemudian dia berkata, ''Dek, sudah simpan dulu gawai nya. mending kamu bantuin Ibu, kasihan sama Ibu dari tadi menyiapkan semuanya sendirian.'' tutur Rendi, dia merasa malu melihat tingkah sang istri.

''Apaan sih Mas, ganggu saja! kamu saja tuh yang bantu Ibu. Aku lagi sibuk berbalas pesan sama teman-temanku.'' jawab Dewi dengan santai dengan mata masih fokus menatap layar ponsel.

Pak Burhan yang duduk tidak terlalu jauh dari Dewi dan Rendi dengan sang cucu berada dipangkuan nya bisa mendengar obrolan anak dan mantu nya itu dengan jelas. Pak Burhan menggeleng-gelengkan kepalanya, sambil beristighfar di dalam hati.

Beberapa menit kemudian Laila keluar dari kamar.

''Duhhh Ibu, kenapa Ibu nggak nunggu Laila dulu? Laila tadi lagi sholat sebentar. Sini biar Laila saja, Bu.'' ucap Laila, dengan cepat ia mengambil alih pekerjaan sang Ibu.

''Kamu duduk saja Nduk, kamu pasti capek habis dari perjalanan jauh.'' ucap buk Maryam.

''Laila nggak capek kok Buk.'' jawab Laila dengan senyum simpul.

sedangkan Dewi merasa kesal mendengar pembicaraan Laila dan Buk Maryam.

''Iihhh drama, dasar norak.'' batin dewi.

''Mbak Dewi apa kabarnya, Mbak?'' sapa Laila ramah.

''Baik, kamu bisa lihat sendirikan, Laila!'' ketus Dewi tersenyum sinis. Dia masih fokus dengan gawai nya.

''Syukurlah kalau begitu.'' sahut Laila lagi.

Semua sudah berkumpul diatas tikar, mereka sedang menyantap makanan yang dimasak oleh tangan tua Buk Maryam. Masakan itu terasa begitu nikmat, Dewi makan dengan begitu lahap, dengan berbagai macam lauk berada di piringnya, tanpa malu dan sungkan ia memasukkan lauk-pauk itu.

Setelah selesai makan, Laila dan Buk Maryam sibuk membereskan peralatan makan, sedangkan Dewi kembali fokus sama gawai nya.

Laila yang melihat merasa jengkel.

''Mbak, penting bangat ya gawai nya? Dari tadi aku lihat sibuk banget sama tuh benda.'' celetuk Laila menyindir.

Dewi yang mendapat pertanyaan tersebut merasa sedikit terpancing.

''Iya, iya lah penting! Penting banget.'' ucap Dewi cuek.

''Mbak, Mas, mulai besok pagi nggak usah repot-repot masak buat Ibu dan Ayah lagi, ya. karena Laila kan sudah berada di sini. Biar Laila saja yang masak buat Ibu dan Ayah.'' kata Laila sambil menyapu bekas nasi yang berserakan.

''Terserah!'' celetuk Dewi, sedangkan Rendi hanya diam menyimak.

''Besok kan uang pensiunan Ayah keluar, mana kartu ATM nya, Mas? Biar Laila saja yang pegang. Karena untuk tiga bulan ini Laila lagi ada tugas di sini. Kalian nggak perlu repot-repot lagi memasak dan mengantar makanan kesini.'' sahut Laila lagi, Laila merasa curiga sama Dewi, Laila juga kasihan melihat kedua orang tuanya karena mereka kelihatan semakin kurus.

''Apa maksud mu, Laila? Kamu baru pulang saja sudah belagu. Dasar Adik tidak tahu diri.'' ucap Dewi emosi, dia tidak mau memberikan ATM milik mertua nya yang di pegang nya.

Bersambung.

Bersambung.....

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!