Hampir selama 3 hari, mereka berdua kesulitan makan karena kejadian kemarin. Mereka kehilangan nafsu makannya dan semangat hidupnya. Mereka terlihat seperti zombie hidup yang berjalan melakukan aktivitasnya di malam hari.
Berbagai macam upaya dilakukan oleh Iaros dan istrinya untuk mengembalikan semangat mereka. Di hari pertama, untuk sementara membiarkan mereka berdua menangis hingga habis air matanya untuk menguras emosi.
Istri Iaros yang bernama Iris merasa tersiksa mendengarkan sesenggukan dan tangisan mereka berdua, oleh karena itu dia meminta izin kepada Iaros untuk menghiburnya. Namun Iaros tidak membolehkannya untuk sementara, karena tidak akan mengubah apapun.
"Meskipun kau mencoba menghiburnya, itu hanyalah sia-sia saja, karena pada saat ini mereka telah kehilangan akal sehatnya." Ucap Iaros pada istrinya.
Di hari kedua, Dias dan Thea terlihat lebih mendingan dari yang kemarin. Mereka masih bisa makan meskipun terlihat tidak menikmatinya. Entah mengapa semua makanan yang terlihat enak yang telah dibawakan oleh Iris terasa hambar semua.
Namun setidaknya perkembangannya cukup bagus, daripada seperti di hari pertama mereka tidak makan sama sekali.
Di hari ketiga, mereka sudah bisa melakukan aktivitas sehari-hari, meskipun mereka terlihat lemas seakan-akan telah kehilangan semangat hidupnya.
"Ayo makan yang banyak, kalau nggak begitu nantinya kalian yang sakit." Ucap Iris yang menyuapi mereka berdua. Melihat Iris yang menyuapi mereka, mereka malah terlihat lebih sedih lagi, karena mereka teringat pada saat Mama mereka, Ratu Neia menyuapi mereka pada saat masih hidup.
"Sudahlah, jangan bersedih. Mama kalian tidak akan tenang jika melihat kalian berdua dari atas yang terus-terusan murung." Kata Iris menenangkan.
Iris meletakkan piringnya sementara dan memegang bahu mereka berdua. Dengan menatap mereka, dia mengatakan, "Mama kalian pasti akan senang apabila melihat kalian senang. Aku percaya jika Mama kalian melahirkan kalian bukan untuk jadi anak yang cengeng, dan lemah. Karena itulah, berhentilah bersedih dan kuatlah."
Mendengar hal itu, Althea menjadi sedikit lebih tenang. Berbeda dengan Dias yang masih saja terlihat sangat emosi. Dias menepis tangan perempuan itu dan pergi meninggalkan tempat itu. Perempuan itu dan Thea hanya memandangi Dias yang berjalan memunggunginya.
Ketika Dias berjalan keluar, dia menemukan Iaros yang sedang memancing belut di ladangnya.
"Paman, buat aku jadi kuat!" Ucap Dias dengan mata penuh kebencian.
Iaros melihat kebelakang, kemudian berdiri.
"Ayo, ikut aku." Iaros pun menyetujui permintaan Dias dan memutuskan untuk melatih dirinya mulai dari sekarang.
Iaros merupakan salah seorang ahli sihir yang cukup terkenal di Kerajaan Valinor, atau Kerajaan yang saat ini mereka singgahi. Dia tergabung ke dalam salah satu guild terkenal bernama Valkrie yang beranggotakan 300 orang. Guild ini terkenal karena telah menyelesaikan banyak misi-misi yang berat dengan sempurna.
Iaros telah mengelilingi seluruh dunia dan menguasai semua elemen sihir. Baik sihir berelemen air, api, udara, atau pun tanah telah dia kuasai. Namun elemen yang paling dia kuasai adalah elemen api, sama seperti Raja Vyros. Tapi Iaros tidak dapat dibandingkan dengan Raja Vyros yang mana Vyros adalah Penyihir api terkuat sepanjang masa.
Tiap hari di pagi buta, Dias harus berlatih bersama Iaros. Baik berlatih sihir, atau pun seni berpedang. Iaros mendidik Dias dengan keras, dan tidak membiarkan Dias beristirahat meskipun dirinya terlihat sangat kelelahan.
Untungnya, Dias adalah seorang yang jenius. Dia mampu memahami apa yang diajarkan Iaros dengan waktu yang singkat, dan mempraktekkan apa yang diajarkan Iaros dengan sempurna.
Setelah satu bulan berlalu, akhirnya Thea dan Dias dapat menghilangkan rasa sedihnya dari terbunuhnya kedua orang tua mereka dan fokus berlatih dengan kemampuan mereka masing-masing. Dias di latih oleh Iaros, sedangkan Thea belajar bersama dengan Iris, yang kebetulan juga penyihir air yang ahli di bidang penyembuhan.
Meskipun mereka berdua sama-sama berlatih, namun mereka memiliki dua tujuan yang berbeda. Althea berlatih agar dapat menjamin masa depannya dan dapat melindungi Kakaknya dengan kemampuannya sendiri. Berbeda dengan Kakaknya yang berlatih hanya demi menghancurkan orang-orang yang telah membunuh kedua orang tuanya.
"Huahh.. Capek banget," Ucap Dias sambil membaringkan tubuhnya di bawah pohon yang rimbun.
"Kakaakkk.. Ini minumnya.." Kata Thea membawakan es lemon satu ceret beserta gelasnya.
"Wahh, senangnya.." Balas Iaros yang ikut duduk di bawah pohon itu.
Namun, ketika Thea berlari secara tidak sengaja dia tersandung hingga membuat minuman itu terlempar.
"Tidaaakkk!!" Dias dan Iaros terkejut melihat kejadian itu. Namun dengan cepat Althea menggunakan sihir tanpa merapal dan menghentikan air itu di atas udara. Setelah itu Thea memasukkan air itu kembali ke wadahnya.
"Ahh, hampir saja." Kata Thea sambil mengelap keringat di dahinya. Setelah itu, dia membagikan gelas kepada mereka berdua. Mereka bertiga menenggak air tersebut sambil memandang pemandangan langit sore yang indah.
"Dias, sepertinya hal-hal mendasar semuanya sudah ku ajarkan. Sekarang waktunya tinggal pematangan saja." Ucap Iaros.
"Pematangan? Apa maksudnya?" Balas Dias.
"Kamu memang sudah menguasai sihir api dan ilmu berpedang, tapi itu hanya dasar-dasarnya saja. Kamu masihlah lemah, sama halnya seperti bayi yang baru lahir dengan tubuh yang lengkap dan sempurna, tapi masih belum bisa apa-apa." Lanjut Iaros menjelaskan.
"Owh. Terus?"
Iaros berdiri dan menatap lurus ke depan. "aku akan membawamu pergi ke guild. Disana, kita akan menemukan pekerjaan-pekerjaan dengan tingkatan level yang berbeda-beda. Dan disanalah aku akan melatihmu."
Mendengar hal itu, Dias terlihat lebih bersemangat.
"Bawa saja aku kemanapun asal aku bisa membalaskan dendamku pada orang-orang itu."
"Aku boleh ikut?" Kata Althea dengan polosnya.
"Tidak bisa, ini terlalu bahaya buatmu." Lanjut Iaros. Althea masih terlalu lemah apabila diajak untuk menyelesaikan misi-misi di guild, karena Iaros memang berencana hanya mengambil misi yang sulit-sulit saja, sehingga terlalu berbahaya bagi Althea. Beda dengan Dias yang sudah menguasai beberapa kemampuan yang telah diajarkannya.
"Yahh.. Kok gitu sihh.." Ucap Althea sebal dengan memanyunkan mulutnya.
Tidak lama setelah itu, Iris datang dengan membawa sebuah alat berbentuk kotak dengan lensa hitam bulat di depannya yang tidak dikenal oleh mereka semua. Alat itu adalah kamera.
"Semuanyaa!! berkumpul sebentar." Kata Iris dengan tersenyum ceria. Iris mencoba mengoperasikan kameranya dan menghidupkannya.
"Alat apa yang ada di tanganmu?" Tanya Iaros. Thea dan Dias juga baru pertama kali melihat alat aneh seperti itu.
"Diamlah, jangan bergerak, aku akan memotretmu." Kata Iris sambil memposisikan kamera untuk berfoto.
"Ah, baiklah." Balas Iaros.
Setelah itu, Iris mengarahkan kamera ke mereka semua dan mengambil gambar.
"Ckrek.." Terdengar suara jepretan dari kamera tersebut. Setelah itu, muncul sebuah kertas bewarna putih. Iris mengambil kertas itu dan mengibas-ngibaskannya.
"Lihat!" Iris menunjukkan foto tersebut kepada mereka.
"Wahh, ini kita. Bagaimana bisa?" Ucap Iaros.
"Hahaha, kamunya aja yang kuno." Balas Iris meremehkan.
"Oh iya, Thea, karena kamu pintar dan kemampuanmu juga bagus, aku akan menyekolahkanmu ya. Kamu mau kan?" Lanjut Iris.
"Sekolah? memangnya mau kamu sekolahkan dimana?" Balas Iaros.
"Akademi Raftel lah, mau dimana lagi?"
"Raftel?" Iaros terlihat mengernyitkan keningnya.
"Iya, emang kenapa?"
"Ya gak apa-apa sih. Lagipula Thea memang pintar dan rajin."
"Dah tau kalau itu. Jadi bagaimana Thea? kamu mau sekolah, kan? Dan Dias juga?" Lanjut Iris.
"Dias nggak bisa. Dia mau kulatih di guild nanti."
"Hmm? Benar begitu, Dias?" Tanya Iris.
"Iya, benar." Balas Dias.
"Ohh, terserah kalian dah kalau begitu. Kamu tidak akan mengajak Thea untuk menyelesaikan misi-misi di guild gila itu kan?"
"Nggak lah, terlalu berbahaya untuknya."
"Hoho~ kalau begitu, sepakat." Ucap Iris.
"Oke, kalau begitu kita selfie dulu ya. Semuanya merapat!!" Mereka yang tidak tahu apa-apa hanya menuruti apa yang diucapkan oleh Iris yang sedang bersemangat itu.
"Semuanya, full senyum!!"
"Ckrek!!"
****
"Makan-makaann!! Woe makan!! Brak-Brak-Brak!!" Ucap Iris sambil menggedor-gedor pintu di pagi hari.
Mereka semua terbangun, setelah itu mencuci muka dan pergi menuju ke meja makan.
"Hoaamm.. kenapa kamu membangunkan kami? kami tidur pun tidak sampai satu jam, tega sekali." Kata Iaros dengan kantung mata yang di dalamnya juga terdapat kantung mata. Selain itu, Thea dan Dias pun juga memiliki kantung mata yang sama.
"Halahh.. Salahnya sendiri. Waktunya tidur kok malah memaksakan diri buat baca buku? Kamu ajak Thea dan Dias juga buat begadang semalaman. Buat apa? Hah? Nanti kalau mereka anemia gimana?" Ucap Iris dengan nada tinggi. Dia cukup geram karena mengetahui jika Iaros mengajak Dias dan Althea begadang semalaman hanya untuk membaca buku sihir Clairvoyant, yang mana buku tersebut adalah milik Dias yang telah diberikan oleh ayahnya.
"Jangan salah paham, justru Diaslah yang mengajakku untuk membacanya bersama-sama. Dia tidak mengerti isi dari buku itu, makanya dia minta tolong kepadaku supaya diriku bisa menjelaskannya padanya." Bela Iaros.
"Kan bisa dilakukan besoknya di pagi hari, kenapa harus begadang segala?" Bantah Iris.
Iaros sudah tidak dapat berkata apa-apa lagi, karena apa yang dikatakan oleh Iris seratus persen benar.
"Iya deh, maaf." Ucap Iaros.
"Ya sudahlah, cepat makan. Setelah ini aku mau ajak Thea ke Akademi Raftel untuk mendaftarkannya."
Mereka semua mengangguk paham dan segera menyantap hidangan yang ada di depan mereka. Mereka yang menyantap hidangan itu langsung kembali bersemangat lagi, karena rasanya yang enak dan entah mengapa energi mereka terisi semua.
Selesai makan, mereka mencuci piring bersama-sama. Setelah itu Dias dan Thea segera mandi bergantian.
Karena penasaran, Iris akhirnya bertanya kepada Iaros. "Memang, sihir Clairvoyant itu sihir apa?"
"Hmmmmmm~ mau tau atau bener-bener mau tau?~" Ucap Iaros dengan sedikit menggoda.
"Yaa, agak penasaran juga sih." Kata Iris sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
“Hoooo~ yakien nehh? Pengen tahu atau kepeengeeenn banget mau tauu?” Kata Iaros sambil mendekatkan wajahnya pada Iris.
“I-iya, pingin tau aja.” Balas Iris sedikit gugup.
"Hoohoo, bener-bener pengen tahu atau buuueeeneeer buuueeeneeer pengeeenn taaahuuu!!~" Kata Iaros dengan muka yang dijelek-jelekkan.
Iris mulai geram. Tanpa basa-basi, Iris mencengkram wajah Iaros dengan kuat.
"Krrtt…"
"Ampun, ampun.." Ucap Iaros. Setelah itu Iris melepaskan cengkeramannya dan duduk dengan tenang sambil menyilang dada.
"Jadi sihir Clairvoyant itu adalah sihir yang bisa membuat seseorang yang mempelajarinya dapat mengetahui status orang didepannya. Baik jumlah nyawa, kekuatan, level, dan pengalaman seseorang dengan sebuah indikator tertentu."
Mendengar hal itu, Iris menjadi tertarik dan ingin segera mempelajarinya.
"Ohh, begitu.. Memangnya bagaimana cara menguasainya?" Ucap Iris.
"Mudah sekali, ikuti gerakanku. Pertama angkat tangan kananmu.." Iaros mengangkat tangan kanannya. Setelah itu Iris mengikutinya.
"Begini?"
"Iya benar, kemudian letakkan telapak tangan kirimu menempel di ketiak kananmu." Iaros mempraktekkannya dan kemudian diikuti oleh Iris.
"Bagus, terakhir, turunkan tangan kananmu dengan cepat seperti ini hingga keluar suara decitan. Coba dengarkan. Plet, plet, plet." Kata Iaros sambil menaik-turunkan tangan kanannya dengan sedikit menyiku.
"Engg.. Kau tidak sedang mempermainkan aku lagi kan?" Ucap Iris yang ragu-ragu melakukannya, karena gerakan yang dilakukan oleh Iaros sudah cukup aneh.
"Tidak, kali ini aku serius. Plet, plet, plet, kali ini kau harus percaya aku, Iris.. Plet, plet, plet," Iaros menatap tajam Iris sambil mempraktikan ritual aneh tersebut. Iris awalnya merasa ragu-ragu karena suaminya yang seringkali mengusili dia sejak awal mereka pacaran. Tapi kali ini, melihat wajahnya yang serius membuat dirinya yakin, jika kali ini dirinya tidak akan berbohong lagi.
"Baiklah, aku akan melakukannya. Plet.. Plet.. Plet.." Akhirnya Iris melakukannya dengan wajah yang memerah karena malu.
"Humpppp!! Buahahahaha hahaha Nggak kuatt, Ngakakk! Hahahahahaha!!!" Tawa Iaros yang selama ini dia tahan sudah tidak terbendung lagi. Dia tertawa sangat keras hingga Thea yang sedang mandi di kamar mandi pun mendengarnya.
Iris yang dipermainkan oleh Iaros pun langsung murka. Iaros segera berlari sekencang mungkin sambil tertawa kencang meninggalkan Iris.
"IARRROOSS!! KU BUNUH KAUU!!" Iris segera mengejar Iaros dengan kecepatan penuh. Meskipun tidak menggunakan sihir, lari Iris sudah cukup cepat dibandingkan dengan orang normal biasa. Dia berlari sambil membawa tali tambang, entah untuk apakah tujuannya itu.
"Bibi!! Aku sudah mandi, eh?" Ucap Thea sambil mengamati sekitar rumah yang kosong tidak ada penghuninya. Karena penasaran, Thea melihat keluar dengan membuka pintu. Dan benar saja, telah terjadi sesuatu hal yang tidak pernah terjadi sebelumnya. Dia segera kembali ke dalam rumah dan memanggil kakaknya.
"Kakak!! Paman dalam bahaya!!" Teriak Thea saat masuk ke dalam kamarnya. Mendengar hal itu, Dias langsung keluar dengan perasaan khawatir.
"Ada apa, Thea?" Ucap Dias gelisah.
"Lihat itu!" Ucap Thea sambil menunjuk ke arah luar pintu. Mereka berdua segera keluar dari rumah dan melihat apa yang sebenarnya ia maksud.
"Hah? Ada apa ini?" Ucap Dias tidak memahami situasi yang terjadi di depannya.
Di halaman rumah, Dias melihat Iaros yang masih terikat di sebuah tiang tinggi. Selain itu, di bawahnya juga terdapat kayu bakar yang ditumpuk-tumpuk. Dan terdapat seorang wanita yang terus-terusan menumpuk kayu tersebut, yang tidak lain adalah Iris.
"Dias.. Thea.. Toloooongg.." Ucap Iaros yang sedang menggigil ketakutan.
"Tante Iris, apa yang sedang kamu lakukan?" Tanya Dias.
"Hemm~ sedang apa ya?~" Jawab Iris yang tersenyum lebar. Tapi entah mengapa senyuman itu menakutkan sekali. Hal itu membuat nyali Dias menjadi ciut. Dia kembali ke rumah bersama dengan Thea dan menutup pintu secara perlahan-lahan.
"Maaf, mengganggu." Ucap Dias dan menutup pintu rumah.
"Hahh? Kenapa? Tidaaakk!!" Teriak Iaros yang tidak bisa apa-apa karena baik tangannya, tubuhnya, atau pun kakinya sudah terikat kuat di tiang itu.
"Hahaha, ada kata-kata terakhir?~" Kata Iris sambil menghidupkan korek apinya bersamaan dengan tawa jahatnya yang muncul.
"Kakak, kenapa kita tidak menolong Paman?"
"Hmm.. itu masalah pribadi mereka. Kita harus bisa membedakan mana masalah pribadi dan mana masalah yang dapat kita campuri." Lanjut Dias menjelaskan.
Iris mencoba menghidupkan kayu bakar yang ada di bawah Iaros. Tapi entah mengapa tiap kali korek api itu dinyalakan, tiba-tiba langsung mati. Hal itu Iris lakukan berkali-kali, hingga menghabiskan satu bungkus korek api.
“Iaros? Kau menggunakan sihirmu?”
“Eng.. enggak kok,” Kata Iaros sambil membuang muka dan bersiul-siul seolah tidak tahu apa-apa. Padahal gelagat yang dia lakukan malah sangat menunjukkan jika dia telah berbohong kepada Iris dan Iris menyadari itu.
“Baiklah, kalau kau memakai sihir, maka aku juga akan pakai sihir!” Setelah itu, Iris langsung mengaktifkan cincin yang dipakainya di jari kelingkingnya. Tiba-tiba muncul sebuah portal yang menghubungkan ke dimensi lain.
“Kyorem, summon..” Kemudian Iris membangkitkan sebuah monster dengan telapak tangannya, sebuah kepiting raksasa bewarna merah dengan capitnya yang sangat besar.
“Blub-blub-blub..”
“Ayo, bawa dia..” Kata Iris kepada kepiting tersebut. Kepiting itu menyetujuinya dan membawa Iaros masuk ke dalam portal tersebut.
“Hah, aku mau kau apakan? Tidakkk!!” Iaros tidak bisa melakukan apapun dengan wajah penuh penderitaan. Seketika itu, mereka semua memasuki portal itu dan tiba-tiba menghilang. Setelah beberapa saat, mereka tiba-tiba muncul lagi, namun dengan kondisi Iaros yang berantakan dengan tubuh yang sudah basah kuyup.
Akhirnya Iaros merasakan akibatnya setelah mengusili istrinya sendiri. Untung saja setelah itu mereka dapat berdamai kembali seperti biasanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 49 Episodes
Comments
Rudi R
Weee.. siap selalu
2022-11-27
0
Reyya Kareyy
SEMANGAT!
2022-11-27
1