"Namaku Iaros. Sementara minum ini terlebih dahulu." Ucap Iaros yang melihat mereka berdua masih saja tersedu-sedu hingga terlihat kantung matanya. Dia menyodorkan coklat panas untuk menghangatkan tubuh mereka berdua. Dia juga mengambil handuk, dan selimut.
Kebetulan, coklat panas adalah minuman kesukaan mereka berdua. Mereka berdua meminumnya, dan mereka malah mengingat Maine yang seringkali membuatkan mereka coklat panas. Sekali lagi, air mata mereka masih saja terus menetes.
"Aduhh, kok malah nangis lagi sih. Emang seenak itu kah coklat panas yang ku buatin?" Ucap Iaros. Setelah itu, Iaros berfikir bisa jadi mereka membutuhkan waktu sendiri untuk menenangkan diri. Akhirnya dia pergi dulu meninggalkan rumah sambil membeli bahan makanan.
Hujan pun reda, bersamaan dengan tangis mereka berdua yang juga ikut mereda. Mereka menjadi sedikit tenang dan mulai berfikir jernih.
"Thea, meskipun kita jauh dari rumah, pasti Papa Mama bisa menemukan kita." Ucap Dias yang berusaha menenangkan Thea. Padahal, kedua orang tuanya sudah tidak mungkin bisa menyusul mereka karena keadaannya yang mengenaskan.
Thea hanya mengangguk sambil mengusap matanya yang bengkak.
Dias memutuskan untuk mencari udara segar terlebih dahulu. Dia mengajak Thea keluar dan berjalan-jalan melihat sekitar. Kemudian secara kebetulan Dia melihat Iaros yang membawakan pakaian ganti untuk mereka yang mana bajunya tadi basah karena hujan.
"Mau kemana? ganti dulu sana." Ucap Iaros, kemudian dia menyerahkan baju itu ke mereka.
Mereka menerimanya, dan segera mengganti bajunya.
Akhirnya, Iaros lah yang mengajak mereka berjalan-jalan melihat-lihat ke Ibukota. Iaros mengajak mereka ke pusat perbelanjaan dan siapa tahu mereka terhibur disana. Dan benar saja, setelah melihat bermacam-macam orang yang berjualan makanan, barang-barang unik, dan beberapa pengamen jalanan, membuat mereka bersemangat lagi. Mereka tidak pernah melihat hal itu semua, karena mereka berdua dilarang untuk keluar dari istana kerajaan demi menjaga keselamatan mereka.
"Kakak, itu apa? Kok seperti awan?" Kata Thea menunjuk ke arah orang penjual permen kapas. Setelah itu, dia juga melihat anak kecil yang memakan permen kapas itu. "Loh.. kok bisa dimakan?"
"Itu.. bukannya seperti rambut milik Margaret ya? Mirip banget sama rambut Margareth bewarna putih yang di gulung-gulung." Ucap Dias yang masih ingat dengan Margareth yang merupakan kepala Pelayan di kerajaan yang sudah berumur hampir 64 tahun.
"Ya iya, tapi masa mereka makan rambut Margareth?" Balas Thea.
"Anak-anak sekalian, itulah yang dinamakan permen kapas. Rasanya enak loh. Kalian mau?" Tawar Iaros kepada mereka.
Mereka setuju dan Iaros segera membelinya satu orang satu buah. Setelah membelinya, dia langsung memberikan permen kapas itu kepada mereka. Mereka berdua terlihat penasaran dengan gumpalan awan bewarna putih itu dan mencium -cium aroma wangi dari permen itu. Setelah itu, mereka pun mencoba rasanya.
"Wah.. tiba-tiba awan itu hilang di dalam mulutku, dan rasanya manis juga," Ucap Thea.
Melihat Thea yang berbinar-binar setelah memakannya, Dias akhirnya mencobanya juga. “Ahh, iya. Manis sekali. Hahahaha,” Ucapnya sambil mengangkat permen kapas itu tinggi-tinggi.
Selain itu, Iaros juga mengajak mereka untuk melihat topeng monyet di tengah kota. Karena merasa lucu dengan tingkah monyet itu, mereka berdua pun tertawa terpingkal-pingkal.
Melihat mood mereka yang sudah baikan, membuat perasaan Iaros menjadi lebih tenang. Dia tersenyum lebar sambil memberikan uang receh kepada orang yang melakukan pertunjukkan topeng monyet itu.
Mereka pun melanjutkan perjalanan hingga mereka tiba di alun-alun kota yang luas dan ramai.
Tidak lama setelah itu, muncul sebuah hologram besar di tengah alun-alun yang disaksikan oleh banyak orang. Padahal sangat jarang sekali muncul hologram itu kecuali jika ada hari-hari besar di kerajaan.
Alun-alun itu menjadi gaduh dan ramai. Banyak orang-orang yang segera mendekat dan berkumpul menyaksikan bersama-sama yang mana menampilkan seorang wanita yang di rantai kedua tangannya, dengan kepala yang sudah diletakkan di Guillotine (alat pemenggal kepala). Begitu pula seorang lelaki bertubuh kekar, juga disandingkan disamping wanita itu dengan kepala yang sudah terletak di guillotine tanpa perlu di borgol, karena tangannya memang sudah tidak ada.
"Ma.. Ma?" Ucap Dias dengan mata yang melotot dibuatnya. Sama halnya dengan Thea yang diam membeku dan memperhatikan dalam-dalam ke depan hologram tersebut.
"Ratu Neia? Raja Vyros? Apa yang sebenarnya terjadi?" Ucap salah seorang yang melihat hologram itu bersama temannya.
"Aku juga tidak tahu. aku tidak tahan melihat mata Ratu Neia yang sepertinya telah ditebas." balas temannya yang menyaksikan sendiri mata Neia yang berdarah-darah tanpa bisa dibuka.
"Bukannya mereka berdua Raja dan Ratu yang sangat disegani oleh rakyatnya? Mengapa mereka berdua bisa diperlakukan dengan sangat kejam sekali?"
"Tidak tahu lah, Bro. Itu kan bukan kerajaan kita. Yang tahu kondisi kerajaan mereka yang tentunya mereka sendirilah." Jawab teman yang satunya.
Setelah itu, muncul seseorang pemuda berbaju biru, berkacamata dengan perawakan sekitar umur 46 tahunan, yakni Tobias yang mulai berpidato di atas panggung dimana Raja dan Ratu itu akan dipasung.
"Ehm.. Ehm.. Permisi.. Kali ini, Kerajaan Farnesse akan memasuki era baru..!!"
Dias dan Thea mendengarkan dengan seksama apa yang diucapkan Tobias. Hampir kebanyakan isi dari pidatonya adalah menjelek-jelekkan Kedua orang tuanya.
Selain berbasa-basi tidak jelas, dia juga memberikan tuduhan kejahatan-kejahatan yang sebenarnya tidak pernah sama sekali dilakukan oleh kedua orang tersebut.
"Gila, sih.. bisa-bisanya mereka secara sembunyi-sembunyi jual organ manusia rakyatnya sendiri."
"Nggak hanya itu bro, yang lebih parah lagi mereka malah mengadakan jual beli manusia di Kerajaan lain. Bukannya human traficking itu sudah dilarang?"
"Aduh, aku juga baru tahu hal itu. Aku kira cuman gosip saja jika Kerajaan itu melakukan jual beli narkoba, eh ternyata bisa lebih parah lagi. Bagos, bukannya mencerdaskan malah membodohkan rakyatnya sendiri."
“Tidak.. i-itu semua.. tidak benar..” gumam Dias.
"Hadehh, pantas saja mereka berdua dipenggal. Mereka memang tidak pantas hidup." Ucapnya yang lain.
"Iya ya. Pasti semua rakyatnya benar-benar geram dan ingin segera menyiksanya. Tapi kenapa harus guillotine sih? Memangnya rakyatnya puas jika penjahat kelas kakap pencuri uang rakyat itu cuman langsung dipenggal tanpa menyiksanya terlebih dahulu?"
“Tidak.. jangan.. tidak..” Gumam Dias sekali lagi.
Tobias melanjutkan pidatonya, yang kali ini menunjukkan bukti-bukti kejahatan yang telah dilakukan oleh kedua orang tua Dias yang disayanginya. Dia mengeluarkan catatan-catatan keuangan yang mecurigakan.
“Lihatlah catatan ini! Semua pemasukan yang didapat dari hasil pajak rakyat tidak dibagi-bagi dan malah menumpuk di kas kerajaan! Dengan begini kita semua tahu, jika yang dilakukan kerajaan bukanlah penarikan pajak, melainkan pemerasan!!”
“Iyaaa! bakar saja keduanya!!” Teriak riuh orang-orang yang berada disana.
“Cepat penggal saja! haduhh.. lama banget!!”
“Lama, woee.. Aku kebelet mau ke WC woy!!” Semakin lama, tempat itu menjadi semakin ramai.
Iaros memperhatikan Dias dan Thea yang terlihat hanya diam saja seperti patung. Namun, patung itu terlihat bergetar disekujur tubuhnya. Sudah seharusnya Iaros tidak memperbolehkan anak kecil melihat adegan itu, karena akan mempengaruhi mentalnya, akhirnya Iaros berencana ingin membawa mereka berdua pulang kembali.
“Ayo pulang.” Kata Iaros sambil memegang tangan Dias. Tapi seketika itu, tangan Iaros langsung ditepis olehnya.
Dias terlihat sangat marah, dengan menggertakkan giginya yang berderit, dia langsung berteriak “SEMUA DIAAM!!..” Dia tidak tahan ketika mereka semua yang berada disana bergosip mengenai kedua orang tuanya. “SIAPAPUN YANG MEMBUKA MULUTNYA, AKAN KUBUNUH!!” Lanjutnya. Namun hal itu tidak membuat orang ketakutan, dan malah menganggap bocah itu sudah gila.
“Ey, ada apa dengan anak ini? Ini anakmu, Iaros?” Kata salah seorang disana. Iaros hanya menggeleng-geleng kepala dan berpura-pura tidak tahu-menahu tentang anak ini.
“Woe, bocil nggak boleh nonton beginian. Sana pulang.. hush-hush.” Seseorang lelaki botak mengusir Dias dan Thea, namun mereka berdua tetap tidak bergeming di tempat dan tetap menyaksikan pengeksekusian kedua orang tuanya sendiri.
Iaros memperhatikan kedua anak kecil itu dari dekat yang berdiri mematung disana. Pandangan mereka berdua terlihat penuh dengan emosi, sedih, dan kebingungan dalam satu waktu. Iaros tahu, mereka tidak akan mau berpindah dari tempatnya meskipun bencana alam tiba-tiba menimpa tempat ini.
“Untuk sementara waktu, biarkan mereka disini.” Ucap Iaros. Semua orang kembali memperhatikan ke layar hologram itu dan menyaksikannya bersama-sama.
Tobias melanjutkan pidatonya, “Inilah hukuman apabila serang Raja yang tidak becus mengurusi pemerintahan! Dan ini juga hukuman bagi mereka yang berbuat semena-mena dengan rakyat kecil! Jangan fikir seorang rakyat biasa tidak bisa menjatuhkan kalian semua! selama kami semua bersatu, maka kami tidak akan jatuh dan akan terus utuh!” Ucapnya, kemudian dua orang yang bertugas untuk mengeksekusi naik ke atas panggung. Mereka memegang pisau yang digunakan untuk memotong tali yang menahan pisau besar di atas kepala Raja dan Ratu.
“Selamat tinggal Raja dan Ratu sialan! Semoga kalian bisa damai di dalam Neraka! Renungi semua dosa-dosa kalian disana, dan ku harap Tuhan bisa mengampuni dosa-dosa penjahat yang kotor seperti kalian.”
Tobias turun dari panggung sambil memberi tanda kepada kedua Algojo untuk segera memenggal mereka berdua. Raja Vyros dan Ratu Neia tidak berdaya seolah–olah sudah tidak ada tenaga sama sekali dan membiarkan Algojo memotong tali tersebut.
Algojo memotong tali yang menahan pisau besar itu secara bersamaan. Pisau itu jatuh dan langsung memenggal kepala Raja dan Ratu.
"Sringg!!"
Thea tiba-tiba terjatuh tidak sadarkan diri. Iaros mencoba membangunkannya, tapi sudah tidak mungkin lagi. Gadis kecil mungil itu sudah tidak sanggup lagi menahan betapa hancur hati kecilnya ketika menyaksikan kedua orang tuanya dibunuh di depan kedua matanya.
Dias berlari sekencang-kencangnya menjauh dari tempat itu. Dia berteriak-teriak seperti orang gila sambil menyebut-nyebut kedua orang tuanya yang sudah terpenggal di depan matanya sendiri.
“MAMAA!! PAPAA!! MAMAAA!! PAPAA!!! MAMAAAA!! PAPAA!!!!” Teriakan itu terdengar begitu sumbang dan sangat menyakitkan. Dia terus berlari dengan matanya yang terus mengeluarkan air mata hingga menghalangi pandangannya, dan akhirnya dia terjatuh karena tersandung oleh sebuah akar pohon.
“Mama.. Papa.. Huuuu.. ” Dias menangis tersedu-sedu.
Bersamaan dengan itu, tiba-tiba semua pepohonan disana terbakar tanpa ada yang tahu apa yang sebenarnya memantiknya. Dias sesekali meneriakkan kembali kedua orang tuanya, membuat api itu semakin membesar dan menimbulkan asap yang tebal. Tidak peduli seberapa besar api yang membakar tempat tersebut, luka di hatinya lebih besar dan lebih menyakitkan daripada api yang meluluh lantakkan pepohonan di sekitarnya.
Tidak lama setelah itu, Iaros datang menerobos api sambil membopong Thea di pundaknya. Dias tidak memedulikan Iaros dan tetap melanjutkan tangisannya. Iaros datang mendekat dengan pandangan iba.
Iaros menunduk dan berkata kepada Dias dengan nada serius, “Jadi, kau mau balas dendam?”
Mendengar hal itu, Dias menghentikan tangisannya dan menatap Iaros dengan tajam. Setelah itu, tiba-tiba dia jatuh pingsan.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 49 Episodes
Comments
Cellestria
lanjut thor. Agar semangat aku kasih bunga
2023-02-04
1