Seperti ada sebuah ganjalan besar dalam dada Arjuna, dia merasa ada suatu hal yang belum terungkap dalam kasus kecelakaan Luna, tapi melawan para petinggi di kantornya tentu saja itu bukan lawan yang sebanding baginya yang hanya seorang pejabat tingkat menengah di kepolisian, masih ada dua tingkat di atasnya yang lebih berkuasa dan tentu saja bukan tandingannya.
Suara minta tolong seorang wanita pada saat malam nahas itu terus terngiang-ngiang di telinganya, dia yakin ada orang lain di sana selain Herman dan Luna, ada si wanita yang menjerit meminta pertolongan itu.
"Jar, apa kau sudah menyisir di sekitar sana rumah atau toko atau apapun yang mempunyai kamera pengawas?" Tanya Arjuna pada ajudannya.
"Siap Ndan, tidak ada. Hanya ada satu rumah yang menyerahkan rekaman kamera pengawas rumahnya yang menghadap TKP, dan gambarnya sangat buram, sementara kamera rumah yang lainnya tidak menghadap ke jalan raya." Terang sang ajudan.
"Dari sekian banyak rumah di sana, kamera mereka tidak menghadap ke jalan raya, dan hanya ada satu rumah saja?"gumam Arjuna membayangkan tempat kejadian kecelakaan itu, semenjak kematian Luna di sana, Arjuna belum pernah mendatangi TKP, berat rasanya melihat tempat terakhir belahan jiwanya meregang nyawa, apabila ada keperluan lain yang harus melewati jalan itu pun dia lebih memilih untuk memutar arah meskipun lebih jauh jaraknya.
Sementara Fajar hanya bisa mengangguk lemah, dia tau dan sangat bisa merasakan apa yang saat ini atasannya rasakan, karena sejujurnya dia pun merasakan kejanggalan yang sama dengan Arjuna, namun dia belum bisa memastikan apa itu, dia hanya merasa para petinggi terlalu ikut campur dalam kasus kecelakaan ini dan terlalu terburu-buru menentukan pelaku dan menutup kasusnya.
"Baiklah, siang ini aku akan ke panti menjemput Bunda, untuk check up ke rumah sakit, kau urus pekerjaan di kantor." Titah Arjuna, yang lantas di angguki Fajar.
Sembilan bulan berlalu semenjak kepergian Luna, ibu asuh mereka itu memang menjadi lebih sering sakit-sakitan, selain karena usianya yang sudah sepuh, kepergian Luna yang selama ini banyak membantu di panti juga merupakan pukulan tersendiri bagi Bunda Ami.
Melewati kembali lorong rumah sakit tempat dirinya terakhir kali melihat tubuh kaku kekasih hatinya menjadi pukulan batin tersendiri bagi Arjuna, kakinya selalu lemas setiap kali mengantar bundanya periksa ke rumah sakit itu, sebenarnya Arjuna sudah menawarkan bundanya untuk memeriksakan diri di tempat lain, hanya saja bundanya itu sudah terlanjur cocok dengan dokter Bela, dokter yang juga teman masa SMU Arjuna.
"Sorry,,sorry telat, susah lewat banyak banget wartawan di ujung sana, agak lama, nunggu sesi wawancara artis ternama," ujar Bela setengah berlari menuju ke arah Arjuna dan bunda Ami yang sudah sekitar sepuluh menit menunggu di ruangan pralteknya.
"Artis? Kok bisa wawancara di rumah sakit, bukankah itu akan mengganggu pasien lain dan juga menghambat kinerja para medis untuk mengobati pasien, seperti sekarang ini contohnya." Mata Arjuna memandang sinis ke arah kerumunan orang yang sepertinya para wartawan yang Bela sebutkan tadi.
"Chery Arleta, artis besar tentu saja setiap tindak tanduknya menjadi sorotan dan sumber uang para pencari berita, rumah sakit juga tidak bisa berkutik, apalagi dengan nama besar Hasan basri sang ayah, siapa yang berani melawan?" Bela menggosip seperti ibu-ibu komplek, usianya tahun ini sama seperti Arjuna, 30 tahun, tapi dia belum ingin menikah, dan di rumah sakit itu dia memang terkenal tukang gosip dan nyinyir abis.
"Semenjak kejadian kecelakaan di malam yang sama dengan kecelakaan kekasih mu, dia jadi sering mendatangi psikolog di sini, katanya dia syok berat dan ketergantungan obat tidur, bahkan saat malam kejadian itu dirinya juga sedang dalam pengaruh obat, untung saja para wartawan tidak tau, bahkan malam itu, hampir saja tak ada dokter yang menangani kekasih mu, karena semua dokter di suruh menangani sang artis, tapi untung aku memilih menangani kekasih mu, walau pun--- eh maaf, aku tak bermaksud membuka luka lama mu." Bela menghentikan ocehannya setelah melihat wajah murung bunda Ami dan juga wajah sedih Arjuna.
Bahkan sudah hampir satu tahun lamanya dadanya masih saja berdesir kencang saat ada yang menyinggung tentang masalah Luna.
Meski Arjuna tau kalau Luna kini telah tenang di surga, namun hatinya selalu merasa teriris perih jika mengingat dia meninggalkannya seorang diri di bumi ini. From earth to heaven, jika di tanya tentang kepergian Luna, Arjuna ikhlas dengan kepergian Luna ke surga, toh dia orang baik pasti Tuhan akan memperlakukannya dengan baik pula, tapi dirinya belum bisa melepaskan Luna dari hatinya.
"Kecelakaan dimana dia?" tanya Arjuna, karena merasa penasaran, bukankah menurut keterangan sopirnya saat itu dia baru saja mengantarkan sang artis ke rumah orang tuanya, kenapa bisa mengalami kecelakaan di waktu yang bersamaan.
"Entahlah, kecelakaan tunggal katanya, nabrak pohon atau apalah, semua serba di rahasiakan, maklumlah nyopir dalam keadaan mabok, kalo sampai beritanya tersebar, bisa ancur karirnya," sambung Bela yang kini sedang mengukur tensi darah bunda Ami.
Mendengar semua cerita Bela tentang kecelakaan sang artis yang terkesan di rahasiakan dan begitu berbarengan dengan kejadian kecelakaan Luna, apalagi yang menabrak Luna saat itu sopir dari si artis, membuat dirinya menjadi merasa penasaran dengan kasus kecelakaan sang artis.
Selepas mengantarkan pulang bundanya ke panti asuhan, Arjuna langsung memerintahkan Fajar untuk mencari tahu tentang kasus kecelakaan yang di alami Chery, namun laporan dari Fajar mengatakan bahwa malam itu tidak ada kasus kecelakaan sang artis.
Arjuna menghela nafas panjang, tanpa sadar, mobilnya justru melaju ke arah tempat terjadinya kecelakaan yang merenggut nyawa Luna.
Ciiittt,,,,
Deru suara ban mobil suv hitam itu mendecit, karena Arjuna refleks mengerem laju kendaraannya yang sedang melaju kencang begitu menyadari dirinya berada di TKP.
Arjuna menepikan kendaraannya, dia turun dari mobilnya, dia tak boleh lemah dan tak boleh menghindar terus menerus dari tempat itu, dia harus bisa melawan semua rasa ketakutan dan kesedihannya, perlahan dia memindai keadaan sekitar, membayangkan apa yang terjadi di malam itu, Arjuna tepat berdiri di tempat dimana Luna tergeletak, bayangan tentang foto-foto dari bagian forensik di TKP langsung memenuhi kepalanya, meski sudah tak ada jasad Luna di foto-foto itu namun posisi Luna tergeletak di aspal tergambar jelas di sana, membuat Arjuna beberapa kali mengusap wajahnya dengan kasar.
Tak jauh dari sana ada ada sebuah kios kelontong kecil, Arjuna menghampiri kios itu, dia butuh rokok untuk menenangkan dirinya saat ini.
Dia memang bukan perokok, namun saat dirinya tegang dan gelisah, biasanya dia memang merokok hanya untuk pengalihan pikiran saja.
Seorang bapak tua menyembulkan kepalanya dari balik etalase kiosnya saat Arjuna memesan sebotol air mineral dan sebungkus rokok.
"Bapak sudah lama berjualan di sini?" tanya Arjuna yang saat itu mengenakan celana chino coklat muda dan polo shirt berwarna hitam, dia memang tak memakai seragam saat mengantar bundanya ke rumah sakit tadi, agar lebih santai, pikirnya.
"Sudah sekitar enam tahunan mas." Jawab pak tua yang di perkirakan usianya di atas lima puluhan itu.
"Emhh,,, Bapak tau kejadian kecelakaan sembilan bulan yang lalu di sana, malam-malam yang korbannya satu orang wanita tewas?" tiba-tiba saja Arjuna membuka cerita seperti itu, entah apa alasannya dia bertanya tentang hal itu pada penjaga kios.
"Seorang perempuan? Di sini jarang terjadi kecelakaan, namun memang pernah ada kecelakaan dengan korban perempuan tapi dua orang perempuan, pukan satu orang," jawab pak tua itu seraya mengingat-ingat kembali kejadian malam itu.
"Dua? Kejadian yang korbannya satu orang perempuan saat malam-malam dan hujan, bulan februari." Kata Arjuna lagi, sebenarnya dia tak ingin memaksakan, pak tua itu untuk berpikir karena mungkin faktor usia, namun entah mengapa dirinya terus saja bertanya.
"Bapak tidak tahu, bapak hanya pernah melihat kejadian mengerikan di bulan februari itu, saat bapak menutup kios, ada suara seperti tabrakan di sana, malam itu memang sedang hujan, bapak lihat mobil sedan berwarna putih mengeluarkan asap dari kap mobil depannya di bawah pohon itu, lantas ketika bapak mendekat ada dua orang wanita tergeletak di jalan, bapak langsung lari tak berani berbuat apa-apa, mau menolong atau melapor polisi pun bapak tidak berani, karena teringat tetangga bapak pernah menolong korban kecelakaan dan malah menjadi tersangka, bapak takut, apalagi beberpa jam kemudian banyak polisi menyisir tempat ini, memeriksa kamera pengawas, dan mendatangi setiap rumah yang mempunyai kamera pengawas," beber pak tua itu menceritakan kejadian tragis yang di lihatnya, membuat botol air mineral yang berada di tangan Arjuna terjatuh ke tanah seketika saking kagetnya mendengar cerita pak tua itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 109 Episodes
Comments
queen
lanjut thor
2023-03-07
2