"Kamu sudah pulang, Nes?" tanya Margaretha saat Agnes baru saja masuk ke rumah. Agnes mengangguk mengiyakan.
"Ya. Andra belum pulang?" Agnes balik bertanya setelah dirinya hanya melihat Margaretha di ruang tamu.
"Belum. Katanya masih ada beberapa pelanggan dan tidak mungkin mereka mengusirnya." Margaretha menatap Agnes yang sedang menghela napas berkali-kali. Wajahnya terlihat pucat dan sangat lelah. Margaretha pun menjadi tidak tega. "Kamu baik-baik saja, Nes?"
"Aku? Tentu saja baik. Lihatlah." Agnes berdiri sambil berputar untuk meyakinkan Margaretha kalau dia baik-baik saja.
"Baiklah. Kalau kamu lelah, katakan padaku. Jangan paksa dirimu untuk bekerja. Aku akan mencukupi semua kebutuhanmu, Nes." Margaretha berbicara dengan suara berat. Sungguh, dia merasa kasihan kepada kakak perempuannya tersebut.
"Baik, Etha. Aku ingin belajar jadi gadis mandiri. Jadi, kamu tenang saja. Tidak perlu khawatir. Aku ke kamar dulu, mau mandi udah bau asem." Agnes bergegas pergi ke kamar akan kembali mendapatkan pertanyaan dari Margaretha. Selain itu, dia memang sudah sangat ingin beristirahat karena tubuhnya terasa sakit semua. Baru pertama kali bekerja membuat Agnes belum terbiasa.
Ketika sudah memastikan pintu kamar terkunci rapat, Agnes segera menghempaskan tubuhnya di atas ranjang. Menghela napas panjang berkali-kali untuk sedikit mengurangi rasa sesak di dada.
"Ya Tuhan, sakit sekali." Agnes memejamkan mata sembari mengusap dada. Dia berusaha agar tetap tenang dan baik-baik saja.
"Ternyata bekerja itu sangat melelahkan. Tidak semudah yang aku bayangkan," keluhnya.
Gadis itu rasanya ingin menangis sekeras mungkin. Berteriak bahwa dirinya tidak sanggup. Namun, sebisa mungkin akan tetap bertahan. Dia tidak mudah menyerah pada keadaan. Dia juga akan membuktikan pada dunia bahwa dirinya bisa menjadi gadis dewasa dan mandiri. Meskipun nanti, jalan yang dilalui tidaklah mudah.
Isakan gadis itu mulai terdengar saat teringat kebersamaannya bersama Janu. Masa paling bahagia yang pernah dirasakan Agnes. Walaupun dirinya menderita sakit keras, tetapi perjuangan dan kasih sayang Janu mampu membuat Agnes bertahan sampai saat ini. Namun, sekarang semua itu hanyalah kenangan karena Agnes menyadari entah kapan dia bisa memeluk papanya lagi.
"Papa ... Agnes kangen papa. Apakah papa di sana juga merindukan Agnes? Sebentar lagi Agnes berulang tahun tanpa papa untuk pertama kalinya. Tapi Agnes yakin kalau di sana, pasti mengucapkan selamat meskipun Agnes tidak mendengarnya. Tetap memberikan doa terbaik untuk anak gadis papa yang cantik ini." Agnes mengusap air mata yang mulai membasahi wajahnya hingga bantal guling yang sedang dipeluknya saat ini.
"Doa Agnes di ulang tahun ini, cuma satu. Semoga Agnes bisa memeluk papa dan melepaskan segala rasa rindu ini. Agnes kangen, Pa." Isakan itu makin mengeras. Beruntung kamar itu kedap suara, jadi Agnes yakin tangisannya tidak akan terdengar sampai ke luar.
"Aku ingin sekali bertemu papa. Tapi aku tidak mungkin pergi sendiri. Kalaupun sama Etha, itu lebih tidak mungkin. Aku tidak mau membuat Etha akan kembali terluka dan marah seandainya melihat papa. Huuuhh!" Hanya helaan napas kasar yang terdengar sebelum akhirnya Agnes memaksa dirinya agar bisa tertidur lelap dan berharap bisa melewati hari esok dengan baik.
***
Esok adalah hari yang seharusnya bahagia untuk Agnes. Dia akan genap berusia dua puluh delapan tahun. Namun, semalaman Agnes tidak bisa tertidur dan hanya melihat jam di ponsel yang terus bergerak. Agnes terus menghitung mundur dan ketika jam sudah menunjuk pukul 00.05, Agnes mendes*hkan napas ke udara secara kasar. Raut kekecewaan tampak jelas memenuhi wajahnya. Bahkan, kedua matanya sudah basah seperti hendak banjir cairan bening. Namun, sebisa mungkin Agnes menahannya.
"Selamat ulang tahun my princess, putri kecil papa, kesayangan dan ratu di hati papa. Maafkan papa karena sudah terlambat lima menit mengucapkannya."
Suara Agnes bergetar ketika menirukan cara bicara Janu yang sedang mengucapkan ulang tahun kepadanya. Agnes sangat bisa menirukan dengan baik karena lelaki itu tidak pernah melupakannya satu kali pun. Seolah sangat membekas dalam pikiran gadis itu.
"Terima kasih banyak, Pa." Air mata Agnes tidak bisa dibendung lagi. Hanya isakan gadis itu yang mampu menjadi tanda seberapa terluka hatinya saat ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments
bunda s'as
😭😭😭 ... sedihkan aku jadinya
2022-11-15
1
nurcahaya
duh nyesek bnget sih nes,baru kali ini ultah tanpa papamu disampingmu
2022-11-15
0