Zaki masih terus menatap tajam ke arah pintu kamar mandi dia masih menunggu sosok yang ada di dalam sana.
"Dia adalah istriku dan dia halal untukku. Tidak masalah kalau aku menyentuhnya. Secara hukum agama maupun negara. Tidak akan ada yang menyalahkanku, kalau aku melakukan itu terhadapnya!" Zaki terus berusaha untuk mensugesti dirinya sendiri. Agar tidak ragu lagi dalam melakukan tugasnya sebagai seorang suami terhadap Hilya, istri yang baru dia nikahi satu hari lalu.
Tidak lama kemudian, tampak pintu kamar mandi terbuka. Dan Hilya keluar dengan hanya menggunakan handuknya saja. Yang melilit sempurna di tubuhnya yang ramping dan indah.
Zaki terus melotot melihat istrinya. Zaki kesulitan dalam menelan salivanya sendiri. Ketika melihat istrinya yang semakin dekat kepadanya.
"Minggir! Aku mau mengambil pakaianku! Kau sebaiknya keluar dari sini. Karena aku malu kau ngeliatin terus seperti itu!" ucap Hilya sambil menundukkan pandangannya.
"Emangnya kenapa? Kita kan suami istri tidak masalah aku melihat tubuhmu!" ucap Zaki sambil menyengir, tersenyum dengan usil.
Zaki terus melihat Hilya dari atas sampai ke bawah, penampilan istrinya saat ini telah benar-benar membuat otaknya jadi traveling ke mana-mana.
"Aku sudah terlambat untuk salat. Tolong bisakah kau minggir dari depan lemariku? Aku mau ambil pakaianku!" ucap Hilya pelan.
Zaki lalu menggeser badannya. Dia bukannya pergi malah duduk di sofa single yang ada di kamar itu.
"Kau! Pergilah keluar atau kau pergilah ke kamar mandi. Bukankah kau tadi hanya wudu saja?" Hilya kembali bersuara, sambil dia sibuk mencari pakaian miliknya di lemari.
Ya Tuhan istriku sungguh mempunyai sejuta pesona kalau seperti ini terus, Aku khawatir aku bisa lepas kendali dan tidak bisa mengontrol diriku lagi. Bagaimana ini?
"Kenapa kau malah bengong? Cepatlah kau mandi! Aku juga mau salat! Sudah sangat terlambat gara-gara drama yang kau buat tadi!" seketika pipi Hilya memerah karena mengingat kejadian di kamar Fatimah tadi yang dipergoki oleh ibunya!
"Kau salat saja dulu! Tidak usah kau kenakan pakaianmu!" ucap Zaki kemudian dia langsung berlari ke kamar mandi.
Jantung Zaki benar-benar sudah tidak bisa diselamatkan lagi. Sport jantung sejak tadi.
"Kenapa aku tidak dibolehkan untuk pakai pakaianku sendiri? Dasar orang aneh!" ucap Hilya sambil menatap ke arah pintu kamar mandi. Menatap suaminya yang tampan itu yang berlari ke sana.
Hilya pun segera bergegas melaksanakan salat Subuh. Karena memang benar-benar sudah terlambat. Karena terhalang oleh banyak hal sejak tadi.
Setelah salat subuh, Hilya langsung menggunakan pakaiannya dan berniat untuk keluar untuk membantu ibunya di dapur mempersiapkan sarapan.
Tiba-tiba saja Zaki sudah keluar dari kamar mandi dengan hanya berbalut handuk yang melilit di pinggangnya.
Hilya sampai terpesona ketika melihat mahluk Tuhan yang begitu sempurna kini berdiri di hadapannya.
Ya Tuhanku! Bagaimana ini? Kenapa dia harus berpenampilan seperti itu di hadapanku? Mata suciku sejak kemarin telah dia nodai dengan penampilan dia. Aduh ya Allah kenapa jantungku berdebar seperti ini?
Hilya terus memegang jantungnya yang saat ini sedang berdebar dengan kencang. Mata Hilya terus menetap kepada Zaki secara lekat.
"Aku kan tadi mengatakan padamu, kau salat saja dan jangan kau gunakan pakaianmu! Kenapa kau tidak menurut padaku?" ucap Zaki dengan suara baritonnya. Dan dia juga mulai mendekati Hilya yang masih terpaku di tempatnya. Hilya masih belum sadar, hingga tangan kekar telah memeluk pinggangnya.
"Mulai sekarang, kau harus belajar untuk patuh kepada suamimu!" bisik Zaki di telinga Hilya dengan suara pelan.
Seketika bulu kuduk Hilya meremang. Ketika menyadari bisikan Zaki yang begitu dekat dengan wajahnya. Bahkan hembusan nafaa Zaki pun bisa dirasakan oleh Hilya saat ini.
"Apa maksud Gus?" Hilya mulai memanggil Zaki dengan panggilan itu. Karena memang seharusnya begitu. Karena Zaki adalah anak dari Kiainya tempat dia mondok saat ini.
"Bukankah kau adalah istriku? Jadi wajar kalau kau patuh dengan suamimu!" ucap Zaki sambil menatap lekat wajah istrinya.
Di mata Zaki, Hilya saat ini seperti seorang bidadari yang terus melambai padanya dan menggodanya untuk di sentuh. Sehingga membuat Zaki otaknya kini mulai kembali traveling kemana-mana.
"Aku hanyalah istri pengganti untukmu, Gus! Apakah Gus yakin, kalau Gus ingin aku benar-benar menjalankan Tugasku sebagai istrimu?" tanya Hilya dengan suara gemetar.
Tuhanku! Ini orang tampan, kenapa dari tadi di sini terus? Kenapa gak mau pergi-pergi juga? Jantungku rasanya sudah mau copot. Ya Allah, apa yang harus kulakukan sekarang?
"Tidak ada yang namanya pengantin pengganti di dunia ini. Yang ada hanyalah kata suami dan istri. Di dalam surat pernikahan kita pun, tidak ada kata pengantin pengganti, bukan?" ucap Zaki sambil menatap lekat Hilya, yang matanya saat ini sedang menatap Zaki tanpa berkedip sedikitpun. Percis seperti kelinci yang ketakutan.
"Aku tahu! Memang tidak ada yang namanya pengantin pengganti. Tapi kan tetap saja, itulah statusku di mata orang-orang saat ini! Bagaimana kalau nanti tiba-tiba Kak Fatimah pulang dan dia menginginkanmu sebagai suaminya?" tanya Hilya dengan wajah seriusnya. Sambil menatap Zaki yang saat ini hanya berjarak 5 CM saja dari wajahnya.
"Kalau Kakakmu pulang dan menginginkanku sebagai suaminya. Dia sudah terlambat! Karena sekarang Aku adalah suamimu dan aku adalah milikmu!" ucap Zaki sambil mengendus leher Hilya yang masih wangi sabun dan shampo. Hilya bergidig karena Zaki berbuat begitu kepada dirinya.
Demi mendengar kata "Milikmu" di ucapkan dengan begitu fasih oleh mulut Zaki. Rasanya Hilya sangat bahagia sekali. Seakan ada ribuan kupu-kupu yang sedang menari di atas perutnya dan itu membuat Hilya tersenyum begitu cantik dan menawan hati. Sehingga membuat Zaki semakin tidak tahan untuk tidak mengecup bibir istrinya.
Secara perlahan Zaki mengecup kembali bibir Hilya, dengan penuh perasaan dan cinta yang mengggebu.
'Cinta?' kata sakral itu di ulangi dalam hati Zaki yang kini asyik masyuk menikmati ranumnya bibir Hilya, sang istri.
Hilya hanya menerima apa saja yang di lakukan oleh Zaki terhadapnya. Ciuman Zaki semakin dalam dan semakin menuntut.
Dengan perlahan, Zaki membimbing tubuh Hilya menuju ranjang yang tidak jauh dari tempatnya saat ini.
Zaki membaringkan tubuh istrinya, dengan ciuman yang masih melekat di antara ke dua insan yang sedang di mabuk asmara itu.
'Mabuk asmara?' Kata sakral itu kembali terngiang di telinga Hilya yang saat ini masih menikmati keindahan dunia yang selama ini belum pernah dia rasakan.
Dunia baru yang disuguhkan oleh Zaki, sang suaminya. Anak dari Kiai tempat dia sekarang menimba ilmu di sana.
"Siapkah?" tiba-tiba Zaki berbisik di telinga Hilya, dengan suara merdunya, yang sanggup menghipnotis siapapun yang mendengarkan suaranya saat ini.
"Siap untuk apa?" tanya Hilya dengan nafas yang memburu. Mata beningnya menatap Zaki dengan penuh pertanyaan.
"Siap untuk menjalankan kewajiban kita sebagai suami istri tentu saja. Memberikan nafkah batin untuk pertama kali!" ucap Zaki sambil tangannya terus mempermainkan anak rambut Hilya yang mengganggunya menikmati kecantikan sang istri.
"Hilya! Cepat suruh suamimu untuk keluar! Ayo kita sarapan sama-sama!" tiba-tiba suara ibunya Hilya menginterupsi suasana romantis yang susah payah di bangun oleh Zaki bersama sang istri.
"Ayo kita keluar untuk sarapan. Abi dan umi pasti sudah menunggu kita!" ucap Hilya sambil mendorong tubuh Zaki ke samping.
Zaki mendesah frustasi. Melihat istrinya hendak melangkahkan kakinya untuk ke luar kamar mereka saat ini.
Apa ya, yang akan di lakukan oleh Zaki terhadap Hilya? Tunggu episode selanjutnya ya..
Jangan lupa tinggalkan jejak kalian ya, dukung terus author dengan like, komentar positif, favorite, vote dan gift semampu kalian, Biar Author bisa menang di lomba "You are writer Season 8" . Terimakasih reader sayang. Banyak love buat kalian 😘 😘.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments