Pagi itu, ibunya Hilya bersiap-siap sedang membuat sarapan untuk keluarganya.
Seperti biasa aktivitas hariannya setelah membuat sarapan adalah membereskan kamar seisi penghuni rumahnya.
Setelah membereskan kamarnya sendiri,ibunya Hilya kemudian berniat untuk membereskan kamar Hilya, putri keduanya.
Yang dia pikir ditinggalkan oleh putrinya, karena putrinya saat ini sedang melakukan malam pertama dengan suaminya. Di kamar Fatimah yang sudah dirias sebagai kamar pengantin bagi mereka berdua.
Secara perlahan, ibunya Hilya mulai membuka pintu kamar dan dia sangat terkejut ketika mendapatkan Hilya ternyata sedang asyik tertidur di atas ranjangnya sendiri.
Ibunya Hilya hanya menggeleng-gelengkan kepalanya. Kemudian Dia mendekati putrinya yang masih terlelap dalam tidurnya.
"Dia bahkan masih menggunakan gaun pengantinnya!" gumam ibunya Hilya sambil menatap tajam kepada putrinya.
"Hilya, bangun sayang!" dengan suara pelan, ibunya Hilya berusaha untuk membangunkan putrinya. Yang tampak kelelahan setelah kemarin melaksanakan acara pernikahan seharian suntuk, secara meriah.
"Hilya! Bangun, Nak! Ini sudah siang. Apa kau tidak mau salat subuh dulu?" ucap ibunya Hilya sambil mengguncangkan tubuh putrinya yang masih juga tidak mau bergeming dalam tidurnya yang masih terlelap.
"Ada apa, Umi? Kenapa pagi-pagi kok sudah ribut?" tiba-tiba ayahnya Hilya sudah berada di kamar itu putrinya juga.
Sama seperti ketika ibunya pertama kali melihat Hilya di kamar itu. Ayahnya pun sama terkejutnya dengan sang istri.
"Kenapa dia tidur di sini, Umy? Kenapa dia meninggalkan suaminya sendiri di kamar pengantinnya?" tanya suaminya seperti tidak percaya dengan apa yang dia lihat saat ini.
"Umy tidak tahu Abi! Tadi pertama masuk ke kamar ini, Hilya sudah ada di sini. Umy sudah bangunkan dari tadi, tapi nggak mau bangun!" ucap istrinya memberikan penjelasan kepada suaminya yang tampak marah.
Suaminya merasa kesal dengan Hilya yang seenaknya saja meninggalkan suaminya di kamar pengantin.
Lalu dengan langkah lebar ayahnya Hilya membangunkan putrinya yang masih belum bergeming juga.
Aduh, bagaimana ini? Tampaknya aku akan kena masalah. Kenapa juga, tadi aku lupa untuk cepat bangun dan tidak kembali ke kamarnya Kak Fatimah? Jadikan Aby dan Umy tidak mengetahui kalau aku tidur di sini dasar Hilya bodoh!
"Abi tahu kalau kau tidak tidur! Ayo kau cepat bangun atau Abi akan banjurmu dengan 1 ember air!" ancam Ayahnya Hilya sambil berkacak pinggang di hadapan putrinya.
Beliau sudah naik pitam. Karena melihat Hilya yang sejak tadi terus saja berakting pura-pura tidur. Dia tahu, pasti putrinya itu ketakutan akan dimarahi olehnya bersama istrinya.
Kemudian secara perlahan, Hilya mulai menggeliatkan tubuhnya yang terasa kaku. Semalamaan dia tidur dengan gaun pengantin yang masih melekat di badannya. Hilya bangun dan membuka matanya secara perlahan-lahan.
Hilya memicingkan matanya. Dia berusaha untuk menyesuaikan cahaya yang masuk ke kelopak matanya yang terasa silau.
"Kenapa Abi dan Umi pagi-pagi sudah ada di kamarku?" tanya Hilya seperti orang yang tidak merasa melakukan kesalahan.
"Seharusnya Aby yang bertanya, kenapa kau bisa tidur di sini?" Abi ayahnya geram sambil menatap tajam kepada Hilya.
Hilya duduk dan menyandarkan kepalanya di dashbord ranjangnya. Dia diam sejenak tampak sedang memikirkan sesuatu.
"Lah, ini kan kamarnya Hilya. Jadi wajar kan kalau saya tidur di sini? Emangnya ada masalah apa?" tanya Hilya dengan wajah polosnya seakan dia tidak pernah melakukan kesalahan apapun.
Ayahnya Hilya kemudian mendekati putrinya. Dia mengambil kursi yang ada di hadapan meja rias yang ada di kamar putrinya lalu duduk dengan tenang.
Tampak beliau sedang menahan kemarahan yang bergejolak di hatinya. Tetapi dia terus berusaha untuk menyabarkan dirinya sendiri.
Ayahnya Hilya menarik nafas dalam-dalam kemudian dia menatap putrinya dengan lekat.
"Kamu dengarkan Aby, Nak! Kamu sekarang sudah berstatus menjadi seorang istri. Maka tugasmu adalah melayani suamimu dan memuliakannya!" ucap ayahnya Hilya sambil menyilangkan kedua tangannya di depan dada. Matanya lurus menatap putrinya yang sedang kebingungan.
"Istri?" Hilya mengulang satu kata itu.
Dengan wajah polosnya dia menatap kedua orang tuanya. Seketika dia mengingat berbagai prosesi acara pernikahan kemarin. Yang dia jalani selama semalam suntuk.
Hilya kemudian menepuk keningnya sendiri. Tanda dia sudah mulai mengingat apa yang dikatakan oleh ayahnya.
"Bodoh!" makinya terhadap diri sendiri.
"Sudah jangan berdebat lagi! Ini sudah siang. Hilya, cepat kamu pergi ke kamar pengantin kamu. Lalu kau bangunkan suamimu untuk salat subuh bersama denganmu juga. Lalu ajaklah suamimu untuk sarapan bersama di meja makan! Umy sama Aby tunggu kalian di sana!" ucap ibunya Hilya memberikan perintah kepada putrinya.
Kemudian ibunya Hilya menarik suaminya untuk keluar dari kamar itu.
HiIya masih bengong di kasurnya masih belum bisa mencerna apa yang dikatakan oleh ibunya tadi.
"Cepat kau bangunkan suamimu! Nanti kalian bisa terlambat untuk salat subuh!" ibunya Hilya kembali mengingatkan Hilya.
Kemudian dengan langkah malas. Hilyapun pergi menuju ke kamar kakaknya untuk membangunkan laki-laki yang saat ini sudah berstatus menjadi suaminya.
Hilya dengan perlahan membuka pintu kamarnya Fatimah.
Seketika mata Hilya melotot dengan sempurna, ketika melihat ada makhluk Tuhan yang paling indah yang sedang berbaring di ranjang pengantin yang sudah dirias dengan begitu indah.
"Subhanallah! Apakah ini yang dikatakan ketampanan seorang Yusuf? Masya Allah! Dia sungguh sangat luar biasa!" Hilya bergumam kepada dirinya sendiri.
Ketika melihat Zaki yang kini sedang terlelap dengan hanya menggunakan celana pendek saja. Selimutnya tersingkap ke samping.
Hilya masih terpaku di tempatnya. Dia masih bingung mau melakukan apa.
"Hilya! Cepat bangunkan suamimu! Nanti kalian bisa terlambat untuk salat subuh!" kembali terdengar suara bariton ayahnya yang membangunkan Hilya dari lamunan.
Dengan langkah gontai. Hilya kemudian mendekati laki-laki yang tampaknya sedang tertidur lelap itu. Laki-laki yang telah syah berstatus sebagai suaminya.
Jantung Hilya berdebar dengan sangat kencang. Ketika melihat dada suaminya yang bidang, dan putih mulus. Kini terpampang nyata di hadapan matanya.
"Ya Allah! Pria ini telah menodai mata suciku dengan tubuhnya yang begitu seksi dan tampan mempesona!" ucap Hilya dengan matanya yang berbinar menatap keindahan mahluk Tuhan yang kini berbaring dengan begitu damai di kasur pengantin.
"Ya ampun Hilya! Kau sedang apa? Kenapa kau belum juga membangunkan suamimu? Kalian benar-benar akan terlambat untuk salat subuh!" tiba-tiba saja ibunya Hilya sudah berdiri di ambang pintu dan berkacak pinggang di hadapan putrinya.
"Cepat kau bangunkan suamimu!" perintah ibunya sambil menatap tajam kepada Hilya.
Lalu dengan langkah gontai, Hilya pun akhirnya mendekati Zaki yang masih juga terlelap dalam tidurnya.
"Ya ampun! Pria tampan ini, dia tidur udah seperti orang mati saja. Masa dia tidak mendengarkan sejak tadi Ibuku terus berteriak-teriak di kamar ini?" ucap Hilya.
"Bangun, sudah siang, nanti kita terlambat untuk sholat shubuh!" masih belum bergeming juga.
Hilya sampai kebingungan. Memikirkan bagaimana caranya agar dia bisa membuat pria yang berstatus sebagai suaminya itu. Agar segera bangun dari tidurnya.
Hilya kemudian menyentuh bahu Zaki dengan ujung jarinya. Hilya menggoncangkan tubuh Zaki dengan perlahan, "Bangun!" ucap Hilya.
Alangkah terkejutnya Hilya, ketika tangan kekar itu malah menarik dirinya dan membuat Hilya kini berbaring di sampingnya. Dengan erat Zaki memeluk Hilya.
Jangan lupa tinggalkan jejak kalian ya, dukung terus author dengan like, komentar positif, favorite, vote dan gift semampu kalian, Biar Author bisa menang di lomba "You are writer Season 8" . Terimakasih reader sayang. Banyak love buat kalian 😘 😘.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments