Chapter : 4

Mungkin suasana sekarang memang begitu cocok untuk tidur, tapi tidak nyaman ketika ia baru ingat jika tempat dirinya tidur bukan di rumah melainkan di sekolah. Matanya terbuka, menatap ke atas dengan pandangan yang kurang jelas. Gadis itu mulai terbangun, ia menoleh ke arah jendela yang ternyata terbuka padahal dia masuk tadi tidak terbuka dan justru kordennya tertutup.

Ia agak terbangun dan secara tiba-tiba kain basah terjatuh di atas pahanya. Kayla kebingungan, ia tidak tahu dari mana kain itu berasal dan ia melihat wadah air hangat berada di atas meja.

Siapa yang melakukan itu? Kayla mengambil kain itu dan memasukkannya ke dalam wadah itu, rasa pusing di kepalanya sudah berkurang setidaknya sedikit saja. Kayla pun berdiri, ia berusaha tetap seimbang dan kemudian kembali ke kelas.

Langkahnya menuju kelas, tapi secara tidak sengaja berpapasan dengan Yohan yang di mana pria itu sepertinya tengah membolos seperti biasanya. Yohan bahkan merasa acuh kepada Kayla, tidak penting di pikirkan gadis itu memilih melalui Yohan begitu saja.

Bersimpangan berlawanan arah, membuat mereka seperti orang asing yang seolah benar-benar tidak mengenal satu sama lain. Kayla melewati lelaki itu begitu saja, tapi di balik semua itu.

Diam-diam lelaki itu tersenyum tipis dan melanjutkan langkahnya, yang paling terpenting adalah urusannya sudah selesai. Entah ke mana tujuan Yohan sekarang, ia seperti orang hilang arah.

Kayla masuk ke dalam kelas, ia mencoba menjelaskan kenapa dia tadi tidak ada saat jam pelajaran yang lain. Karena alasannya logis jadi dia diperbolehkan masuk ke dalam.

Tapi tanpa gadis itu sadari jika seseorang yang mencuri-curi pandang, lelaki itu khawatir tapi tidak bisa melakukan apa pun dan ia kembali menunduk ketika anak bangku sebelah merangkulnya begitu erat.

Suara rusuh dari bangku di mana Brian berada membuat Kayla mau tidak mau harus melirik, kenapa lelaki itu tidak mau melawan? Padahal mereka semua hanya sok kuat saja, jika saja ada yang memberontak mereka akan takut dengan sendirinya. Kayla menggelengkan kepalanya heran dan membuka buku paketnya untuk fokus belajar.

"Kayla, kamu dari mana saja?" Tanya Naira, dia duduk di depan bangku Kayla. Ia tidak melihat Kayla bahkan sejak jam istirahat tiba, entah kemana Kayla mendadak yang menghilang begitu saja padahal tasnya berada di dalam kelas tapi orangnya tidak ada

"Bukan urusanmu, lihat ke depan." Ucapan Kayla membuat Naira mau tidak mau diam, dia kembali duduk dengan tegak dan menatap ke depan.

Sedangkan Kayla kembali terdiam lagi, ia bingung dengan kejadian seharian ini. Siapa yang memberikannya obat sakit perut? Bagaimana dia tahu jika Kayla makan pedas di kantin padahal Kayla yakin tidak ada yang memperhatikannya tadi? Atau bahkan sekedar melihatnya saja, ia merasa tidak ada.

Dan siapa juga yang mengompres keningnya tadi? Walaupun tadi sempat Kayla rasakan demam tinggi, berakhir turun suhu tubuhnya karena kompresan air itu.

Apakah Kayla harus mencari tahu akan semua itu? Rasanya tidak penting untuk dicari tahu matematika percuma saja, membuang banyak waktu yang tersisa. Lagi pula Kayla mempunyai banyak waktu untuk bekerja dan belajar, tidak ada kehidupan tanpa rasa lelah.

Ingin rasanya Kayla menikah dengan duda saja agar langsung kaya raya dan tidak perlu sekolah, maka beban pikirannya akan berkurang bukan? Anak jaman sekarang.

...•••...

Yohan pulang sekolah lumayan telat karena dia justru sibuk melamun di rooftop sampai lupa waktu, lelaki itu berlari ke arah parkiran dan tidak sengaja ia melihat seseorang yang baru saja keluar dari gerbang

Nampak tidak asing sama sekali, Yohan sepertinya kenal dengan gadis itu. Tapi karena waktunya sudah mepet membuatnya tidak memperdulikan siapa gadis itu untuk sekarang, lelaki itu memilih segera menaiki motornya dan kemudian pulang ke rumah.

Di sisi lain, Kayla berjalan menuju cafe tempat dirinya bekerja dan setelah itu ia akan pergi ke pabrik untuk menjadi buruh di sana. Uang tambahan, tidak ada yang tahu jika dirinya sekolah makanya diperbolehkan. Berbohong memang salah, tapi Kayla butuh uang untuk hidup.

"Besok mau makan apa? Perutku masih sakit sekali, apa aku hanya minum saja untuk meredakan sakit perut?" Pemikiran yang begitu buruk, gadis itu memang selalu berpikiran pendek.

Terbiasa hidup sendirian selama lebih dari 3 tahun lamanya, ia benar-benar terbiasa sendiri dan seolah ia tidak akan membutuhkan siapa pun. Orang tuanya? Mana perduli, mereka hanya perduli dengan anak bungsu mereka saja dan hujan Kayla.

Entah bagaimana cara mereka berpikir, Kayla masuk ke dalam cafe yang sudah ramai itu karena jamnya makan malam tiba memang begini. Kayla berlari ke ruang ganti, tidak membutuhkan waktu lama gadis itu segera keluar dan bekerja seperti biasanya.

Sampai di mana pukul 10 ia pulang, tidak pulang ke rumah karena dia akan melanjutkan pekerjaannya lagi di pabrik dan akan pulang jam 2 malam nanti. Tidak bisa lagi, walaupun jujur saja Kayla lelah dengan semua ini tapi ia juga harus berjuang demi hidup bukan?

"Mau aku antar? Sudah malam, kau mau ke mana lagi?"

"Aku? Aku mau ke pabrik kasur. Kenapa?" Mereka menaikan alis mereka bingung, pabrik? Yang benar saja, mana boleh anak sekolah kerja di pabrik.

"Jangan bilang kau berbohong agar bisa bekerja di sana?" Kayla hanya mengangguk, untuk apa berbohong jika pada akhirnya semua orang juga akan tahu.

Tapi setidaknya sementara saja ia mendapatkan uang tambahan itu, Kayla butuh uang itu.

"Aku terpaksa melakukan itu, setidaknya sementara saja karena aku butuh uang untuk makan."

"Aku tahu, tapi tidak begitu caranya. Apa harus aku bilang dengan atasan untuk menaikkan gajimu-"

"Tidak perlu, aku akan berusaha dari pada mendapatkan uang rasa kasihan. Aku berangkat dulu, bye!" Mereka sebenarnya akan menghalangi Kayla.

Tapi hafal bagaimana kelakuan gadis itu membuat ke empat orang dewasa itu membuang nafas panjang, bagaimana pun Kayla butuh bukan? Dia tidak akan mau menerima uang dari siapa pun apa lagi dari belas kasihan, dia tidak akan sudi.

Lagi pula menurut gadis itu, selagi ia bisa bekerja dan berusaha untuk apa meminta? Tidak berguna sekali, menurut Kayla demikian.

"Dia anak yang nekat."

"Bukannya sudah dari dulu ya?"

Di tengah melangkah ke tempat kerjanya, Kayla sadar memang sudah malam dan tidak baik jika gadis seperti dirinya terus berkeliaran. Tapi apa salahnya jika demi uang seperti ini, Kayla harus melakukan ini mau tidak mau. Lelah itu wajar, namanya juga hidup.

Gadis itu melangkah tanpa hambatan sampai ia masuk ke gerbang pabrik tempat dia bekerja, tanpa dia sadari seseorang tengah mengikutinya sejak tadi dan terus mengawasi sepanjang hari. Bahkan di mana pun Kayla berada, akan tetap diketahui olehnya.

Lelaki itu berdiri, ia menunggu Kayla selesai bekerja entah sampai kapan. Tapi dia tahu kapan Kayla akan keluar, ia tidak meninggalkan tempat itu dan tetap stay di sana sampai Kayla pulang dari tempat kerjanya.

Sebenarnya ia tidak tega melihat Kayla bekerja terus bahkan seolah tanpa henti, bagaimana bisa ada gadis sekuat itu? Tentu saja, itu alasan mengapa ia begitu mencintai gadis itu bahkan sudah selama bertahun-tahun perasaan itu tidak berubah sama sekali.

"Aku menyukainya, dan rasa ingin membawanya ke tempat ku untuk merawatnya."

Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!