Kayla baru saja memasuki area sekolah dan menuju ke koridor dengan niat ke kelas pagi hari, bukan terlalu pagi sebenarnya. Sudah jam 7 pagi tapi masih saja gerbang di buka, mungkin saja ada tamu penting sampai tidak di tutup gerbang seperti biasanya.
Gadis itu berjalan dengan santai, dengan lagu yang mengiringi langkahnya tapi mendadak ia berhenti melangkah karena banyak sekali gerombolan siswa yang tengah mengerumuni sesuatu.
Pada dasarnya Kayla memang memiliki jiwa penasaran yang tinggi, jadi gadis itu mencoba menerobos kerumunan itu dan melihat adegan yang seharusnya tidak ia lihat. Gadis itu melepaskan headsetnya agar ia bisa mendengar apa yang mereka katakan.
Hampir 4 orang tengah merundung salah satu murid, yang Kayla tahu dia tuli. Jadi dia mendengar karena bantuan alat yang dia pakai di telinganya, jika tidak di pakai ia juga tidak bisa bicara dan hanya bisa menggunakan bahasa isyarat.
"Hey! Kau bisa mendengarkan tuli?" Ucap salah satunya yang Kayla tahu jika namanya adalah Yohan, dia adalah pimpinan kelas angkatan terakhir sedangkan teman-temannya satu angkatan dengan Kayla.
Melihat jika lelaki itu tidak melawan sama sekali dan hanya pasrah padahal wajahnya sudah babak belur, bahkan sudut bibirnya mengeluarkan sedikit darah. Gadis itu melirik ke seluruh sudut koridor terdapat kamera pengawas di sana dan, tidak ada yang datang satu pun?
Ketika Yohan memaksakan alat itu terlepas dari telinga lelaki itu, padahal dia sudah berusaha agar Yohan tidak mengambil alat pendengarannya tapi dia memaksa.
"Lepaskan tanganmu itu, atau akan ku buat kau lumpuh." Ucapnya tapi tidak membuat lelaki bernama lengkap Brian Aldiwijaya itu pantang menyerah tidak mau melepaskan alat pendengarannya itu.
"MEMBANTAH KAU!-"
Sebuah pukulan terlebih dahulu sudah mendarat ke kepala Yohan, seseorang itu berdiri dengan angkuh dan melirik ke arah Brian yang sama sekali tidak bisa berbuat apa pun. Terkejut siapa pelaku yang sudah memukul Yohan? Kayla.
"Merundung yang lemah? Pengecut dari planet mana kau ini?" Ucapan Kayla membuat satu koridor terdiam, bahkan semua penonton terdiam bahkan tidak ada yang mengeluarkan suara sama sekali.
Sedangkan Brian menatap ke arah Kayla dengan tatapan penuh arti, sampai tatapannya bertemu dengan gadis itu secara langsung.
"Berdiri." Brian tidak tahu apa yang Kayla katakan, karena mungkin ia baru sadar akan sesuatu. Kayla mengulurkan tangannya ke arah Brian dan membuat lelaki itu menerima tangannya dengan tangan gemetaran.
"Kau lagi." Ucap Yohan, membuat Kayla dengan penuh sanjungan tersenyum dengan manis.
Ia tidak merespon dengan jawaban apa pun kecuali senyuman, memang Kayla yang selalu menghentikan aksi Yohan. Memangnya siapa yang mau melihat pemandangan penyiksaan itu? Termasuk Kayla juga tidak suka.
"Ya begitu lah, lama tidak memukulmu tapi aku lega karena sudah membuat wajah sok tampan mu itu memar." Tidak ada rasa bersalah sama sekali, dan untuk apa merasa bersalah hanya karena memberikan satu pukulan untuk menyadarkan manusia seperti Yohan.
Harusnya Yohan berterima kasih kepada Kayla karena sudah membuatnya sadar hanya karena satu pukulan yang selalu tepat sasaran, Kayla melirik ke arah alat mungil yang terjatuh tidak jauh darinya. Ia mengambilnya, dan melihat alat itu sudah pecah.
Gadis itu membuang nafas panjang, ia menatap ke arah Yohan yang masih menatapnya dengan tatapan tidak suka. Biarkan saja, lagi pula Kayla tidak masalah akan tatapan itu. Ia sudah mulai bosan dengan sikap Yohan yang selalu saja bertingkah seperti anak kecil padahal dia mau lulus.
"Aku akan bilang kepada ayahmu, mengganti alat pendengaran ini atau jika kau menghalangi ku, akan ku pastikan telinga mu tidak akan selamat." Ucap Kayla sebagai peringatan, ia menarik Brian dan membawa lelaki itu menjauh dari sana.
Melewati empat lelaki itu begitu saja tanpa perasaan takut, untuk apa takut? Lagi pula ayah Yohan sudah memberikan kepercayaan kepada Kayla untuk melaporkan apa saja yang Yohan lakukan di sekolah. Lumayan dapat uang setidaknya sedikit saja, mengurangi beban Kayla sedikit.
"Aku ingin berkata kasar, tapi kau tuli." Brian tidak tahu apa yang Kayla katakan karena alatnya sudah rusak itu pun Kayla yang pegang.
Lelaki itu menatap ke arah di mana gadis itu menggenggam tangannya, tentu saja dengan ukurannya yang jauh berbeda tapi lebih mendominasi walaupun tidak sesuai. Dia diam-diam tersenyum, merasa senang karena ia bisa dekat dengan seseorang yang dia suka selama ini.
"Aku akan melaporkan semua ini." Entah apa yang Kayla katakan, tapi Brian terlanjur berharap jika gadis itu akan membebaskan dirinya dari jeratan dunia yang kejam ini.
...•••...
"Sekarang apa lagi?" Kayla memutar bola matanya malas, ia melemparkan alat mungil yang dia bawa dan melirik ke arah lelaki di sampingnya.
Masih dengan keadaan kacau, bahkan seragamnya sangat kotor karena ulah perundung gila itu. Jangan tanya bagaimana keadaan Brian sekarang, meskipun ia sudah bebas karena Kayla datang dan membawanya pergi.
Keadaan wajahnya tidak akan berubah, wajahnya babak belur nyaris tidak berbentuk lagi. Tidak ada yang tahu bagaimana wajah asli Brian, karena setiap saat lelaki itu terus mendapatkan luka. Entah di wajah ataupun tubuhnya.
"Apa alat pendengarmu di rusak oleh anak saya?"
"Dia tidak bisa mendengar."
"Yasudah, anggap saja saya bicara dengan kamu, Kay. Saya akan mengganti alat pendengarannya itu, Kayla bisa kamu kemari?" Kayla sebenarnya sudah malas tapi ia tetap saja menurut.
Ia menerima beberapa uang untuk membeli alat itu, tidak seberapa sekali. Kayla hampir saja protes tapi dia justru mendapatkan ancaman, karena gadis itu pada dasarnya malas membuat keributan meskipun dia suka melakukannya.
Kayla melangkah mundur, ia menatap ke arah Brian. Tatapan Brian begitu polos, membuat Kayla terkadang merasa kasihan dengan lelaki itu.
"Aku pergi." Kayla langsung menarik tangan Brian, padahal Brian belum memberi hormat kepada kepala sekolah. Kayla tidak memberikannya ruang untuk salam dulu, langsung menarik Brian dan mengajak pemuda itu keluar dari ruangan itu.
Gadis itu sepertinya kesal sekali, bahkan ia tidak habis pikir. Uang itu, mana cukup untuk membelikan alat pendengar itu, alat itu pasti sangat mahal Kayla yakin itu. Padahal pria tua tadi juga banyak uang, kenapa tidak memberikan Kayla bonus juga karena sudah memberikan laporan? Dasar memang pelit.
"Aku tidak bisa bahasa isyarat, jadi aku harus apa ketika bicara dengan mu?" Kayla bahkan langsung menghadap ke belakang tanpa aba-aba, membuat Brian terkejut dan dia reflek melangkah ke belakang karena ia juga tidak mau membuat Kayla terjatuh karena ulahnya juga.
Kayla hanya diam menunggu jawaban Brian, lelaki itu tetap tidak paham. Sampai di mana Brian paham dengan tatapan Kayla itu, ia menunjukan buku kecil yang sering dia bawa dan memberikannya kepada Kayla. Gadis itu awalnya juga tidak begitu paham tapi dia menerima buku kecil itu beserta pulpen di sana.
Ia melihat beberapa tulisan, yang dia tahu adalah tulisan guru-guru. Kayla melirik kearah Brian dan kembali membaca beberapa tulisan yang tertulis di atas kertas itu.
"You have no friends? Malang hidupmu." Kayla menuliskan sesuatu yang ingin ia katakan kepada Brian dan lalu memberikannya kepada lelaki itu setelah selesai menulis.
Brian membaca dan ia menulis sebagai balasan ucapan Kayla tadi. Ia tidak tahu harus menulis apa, tapi ia benar-benar gugup ketika ia terus mendapatkan tatapan dari Kayla. Pada akhirnya Brian menunjukan hasil tulisannya kepada Kayla.
"Seharusnya kau tidak di sini, bro." Brian bingung, walaupun ia sedikit bisa membaca gerakan bibir Kayla. Apa maksudnya?
Melihat tatapan polos dari lelaki itu membuat Kayla merasa ada yang janggal, ia membuang wajah ke arah lain dan enggan menatap balik ke arah Brian.
"Lupakan saja, kembali ke kelas saja." Kayla pergi meninggalkan Brian yang masih berdiri mencerna apa yang Kayla katakan, berawal dari tatapannya yang begitu lugu dan polos.
Sampai ketika darah mengalir dari hidungnya, secara mendadak ekspresi Brian berubah drastis dengan yang sebelumnya. Pemuda itu tersenyum dengan senyumannya yang tidak pernah siapa pun melihat.
"Your it's mine."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 74 Episodes
Comments