Kayla masuk ke dalam rumah dengan perasaan panik, ia bahkan menutup gerbang depan serta pintu rumahnya dengan perasaan yang campur aduk. Membuang nafas panjang, berusaha bernafas dengan baik agar tidak sesak.
Gadis itu baru ingat akan lelaki yang melewatinya tadi, ia sedikit mengintip dari jendela dan keadaan diluar tentu saja sepi. Karena memang sudah malam dan waktunya orang-orang istirahat setelah lelah bekerja.
Bagaimana sekarang? Kayla takut jika pria-pria tadi tahu alamat rumahnya dan lalu membunuh Kayla, astaga. Apa yang gadis itu pikirkan sekarang begitu berlebihan? Tapi wajar bukan karena keadaannya berbeda dari biasanya.
Ia tidak menduga akan terjadi hal seperti ini, sekarang Kayla takut pulang sendiri. Lihat saja besok, dia pasti suka sekali salah sangka dengan orang-orang yang belum tentu melakukan hal buruk. Kebiasaan Kayla memang seperti itu.
"Bagaimana dengan lelaki tadi? Lupakan saja, aku harus segera tidur sekarang juga." Kayla berlari ke kamarnya, dan langsung bersembunyi di balik selimut tebalnya tanpa mengganti bajunya.
...•••...
Di tempat lain, ia berdiri dengan tatapan datar di antara pria-pria itu yang bergeletakan di atas tanah. Entah apa yang mereka lakukan sekarang? Sepertinya mereka tidak sanggup lagi melawan lelaki di depannya.
Dia berjalan melewati orang-orang itu begitu saja, tapi satu orang yang belum ia habisi sudah menghindar dari hadapannya. Lelaki itu berlari ketika pria itu juga berlari menghindari dirinya, dengan satu tendangan tepat di punggung pria itu seketika tumbang.
"JANGAN APA-APAKAN AKU! AKU MOHON! AKU JANJI TIDAK AKAN MELAKUKAN ITU LAGI!"
Lelaki itu tidak menjawab, ia hanya membungkuk dan menarik kaos pria itu dengan kasar. Bagaimana rasanya sekarang? Siapa yang menyuruh mereka menganggu apa yang sudah menjadi miliknya?
"Siapa yang menyuruhmu?" Hanya satu pertanyaan yang membuat pria itu seketika kehilangan semua bahasa yang ada. Ia harus berkata jujur atau tidak, lelaki itu akan tetap tahu semuanya. Percuma saja, tapi alangkah lebih baiknya mengaku saja.
"Aku di suruh tuan Jung." Ucapnya dengan nada suara gemetaran tidak dapat menyembunyikan perasaan takutnya itu, terlihat jelas dan bahkan dari suara saja dia sudah jelas ketakutan.
"Jung? Jung Jeffry?"
"Iya, lepaskan aku-"
Brug!
Satu pukulan mengenai pria itu membuatnya terletak tidak berdaya di atas tanah, wajahnya babak belur bahkan termasuk teman-temannya yang lain juga merasakan hal yang sama. Lelaki itu mengeluarkan pistolnya dan mengarahkannya ke arah pria itu yang sudah ketakutan setengah mati.
"Jangan bunuh aku, aku mohon." Lelaki itu hanya tersenyum, ia menatap pria itu dengan tatapan tidak dapat dijelaskan bagaimana tapi itu menakutkan.
"Aku tidak membunuhmu, tapi aku akan mengakhiri hidupmu."
Tidak ada suara kecuali sebuah peluru menembus kepala itu, darah muncrat tepat di wajahnya membuat suasana semakin menakutkan. Lelaki itu melangkah mundur beberapa langkah, ia menatap ke arah kamera pengawas dengan tatapan datar.
Dan sampai di mana ia pergi dari sana, dan tentu saja kamera penjaga. Sebuah pusat di mana ada penjaga yang akan menjaga setiap kamera yang ada. Dia melihat aksi lelaki tadi yang menggunakan topi tadi, ia panik dan akan menelpon polisi untuk melapor.
Tapi baru saja ia mencari dan menemukan telpon yang dia cari sejak tadi. Dia sudah menekan semua tombol darurat dan ketika hendak mengangkat telponnya, sebuah tangan menahannya membuat penjaga itu terdiam.
Ia menoleh ke arah samping dengan penuh perasaan takut, dan bisa di lihat lelaki yang dia lihat tadi sudah berada di dekatnya. Matanya melirik ke arah pintu yang terbuka, penuh dengan darah dan ia yakin semua darah itu adalah milik dari rekannya.
"Mau menelpon seseorang tuan?" Ucapnya dengan senyuman yang begitu menakutkan, pria itu menggelengkan kepalanya. Tapi terlambat ketika ia hendak melarikan diri, sebuah pisau terlebih dahulu menusuk bagian perutnya dengan begitu dalam.
Tusukan yang berada tepat di belakang, mata pisau itu bahkan terlihat olehnya yang berarti menembus tubuhnya. Lelaki itu mendekat dan berbisik tepat di telinganya.
"Aku akan membebaskan mu, tapi dengan satu syarat." Pria tua itu gemetaran bukan main, ketika lelaki muda itu mulai semakin memperdalam tusukan pisaunya. Membuat darah seketika keluar dari mulutnya.
"Berikan matamu untuk ku." Ucapnya dan pria itu tidak bisa berkata apa-apa lagi karena ia terlalu merasakan sakit yang teramat di perutnya yang di tusuk.
Ketika pisau itu di cabut membuatnya ambruk ke lantai dengan keadaan masih setengah sadar, lelaki itu seperti membiarkannya dan dia lebih memilih untuk mengotak-atik semua layar kamera pengawas itu, bahkan membawa rekaman cadangan yang ada dan pria itu merangkak hendak keluar dari sana.
"Tolong-" Pria itu kembali di tarik oleh lelaki itu, dan dengan cekatan ia langsung membanting pria itu tanpa ampun sama sekali.
"Kenapa kau keras kepala sekali? Aku bahkan belum mengambil bola matamu itu." Kalimat itu sukses membuat jantungnya seolah berhenti berdetak, bagian lehernya yang di cekik dan badannya yang di tindih lelaki itu.
Matanya melotot ketika tangan lelaki itu mulai mendekat dan mencongkel matanya. Darah mengalir begitu saja tanpa hambatan apa pun, ia juga menarik bola mata itu tanpa berpikir panjang dan menarik bagian saraf mata itu dengan kasar sampai terputus.
Bukannya panik atau khawatir akan polisi yang akan datang, pemuda itu justru malah tersenyum senang. Ada apa dengannya? Ia melempar bola mata itu begitu saja, dan mendekat ke arah pria itu lagi.
"Bola mata mu ternyata jelek sekali, tidak jadi aku ambil. Terima kasih sudah pasrah ya." Ia tidak bisa berteriak karena cekikan lelaki itu yang begitu kencang.
Pemuda itu beranjak dan kemudian berjalan dengan santai keluar dari area tersebut, meninggalkan hampir 5 mayat pria di sana dalam keadaan mengenaskan.
Berjalan santai ke rumahnya, menaiki mobilnya dan begitu santai ia kembali ke rumahnya tanpa rasa bersalah sama sekali. Masalah kamera CCTV tadi sudah ia tangani, ia jeda selama 10 menit membuat kendaraannya tidak akan terekam. Memori cadangan rekaman juga sudah ia ambil, tidak ada yang akan bisa mengakses kamera itu kecuali dirinya saja.
Lelaki itu tersenyum dengan wajah berlumuran darah tapi tidak ada luka sama sekali. Ia bahkan tertawa ketika mengingat apa yang dirinya lakukan itu kepada semua orang tadi, menyenangkan baginya setidaknya cukup hiburan.
"Semua sudah selesai, kamu pasti ketakutan bukan? Aku tahu, aku akan membuatmu merasa aman di dekat ku." Ucapnya sendiri, ia menatap ke arah foto yang terpasang di gantungan kunci kaca spionnya.
Gadis manis dengan senyuman indahnya membuat lelaki itu tergila-gila sampai bodoh seperti ini. Ia tidak menghiraukan darah yang berada di sarung tangannya.
"Tidak ada yang boleh menyentuhmu selain aku, kau hanya milik ku."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 74 Episodes
Comments