Ada sebuah menara kecil di sisi selatan istana Kerajaan Luminas. Tempat yang jauh berbeda dengan bagian-bagian ruang istana yang agung dan mewah. Menara isolasi yang berdiri tinggi menjulang, terbuat dari batu karang murni, satu buah pintu masuk dari besi padat dan sebuah jendela kecil berjeruji besi yang berada jauh di atas, nyaris menyentuh langit-langit.
Ruang yang disembunyikan, kamar rahasia yang terkunci rapat. Sepetak tanah kecil, dengan langit-langit yang teramat tinggi. Atapnya selalu meneteskan air di kala hujan. Lantainya keras dan lembab. Satu meja dan kursi lusuh terletak ditengah ruangan, sementara tumpukan jerami kering di pojok ruangan berguna sebagai tempat tidur seadanya.
Kadang ada tikus merangkak keluar masuk melalui sela-sela pintu besi.
Malam begitu dingin, siang terasa pengap. Keadaannya lebih parah lagi di musim dingin. Bukan karena suhu yang ekstrim, namun juga karena rasa sepi yang terasa sangat mencekam.
Meski tak manusiawi, seorang gadis hidup di tempat itu. Dari awal ia dilahirkan hingga genap berusia 16 tahun. Gadis yang tidak pernah diakui Kerajaan. Aib terbesar. Hasil dari cinta terlarang dari Raja yang terkenal arif dan bijaksana. Sisi tergelap Luminas yang tersembunyi.
Corona Grace Luminas. Gadis yang hidupnya dipenuhi kemalangan. Dua kematian mengenaskan membayangi kelahirannya di dunia ini. Raja meninggal tragis karena tak sanggup menahan malu atas dosa yang telah dilakukannya. Sementara ibu kandungnya sendiri mati digantung karena luapan kemarahan sang Ratu.
Corona tumbuh dalam bayang-bayang kebencian terpendam sang Ratu. Untungnya Ratu wafat sebelum berhasil memuluskan rencana pembunuhan Putri Corona.
Meski harus hidup terkekang dalam gelapnya menara istana, Corona tetap bertahan. Dengan bantuan seorang pelayan sekaligus seorang teman yang setia menjaganya. Mengantar makanan, merawatnya ketika sakit, sampai membasuh tubuhnya.
Sebenarnya tidak semua anggota keluarga Kerajaan memusuhi Corona. Putri Claris, kakak tiri sekaligus pewaris tahta Kerajaan, sesekali menjenguknya. Corona sudah merasa cukup bahagia mengetahui kenyataan kalau tidak semua anggota kerajaan membencinya. Tapi rupanya Claris juga mengajarkan Corona banyak hal; dari sekedar pengetahuan politik dasar, belajar tatak rama seorang Putri, sampai sihir pemanggilan hewan pelindung Kerajaan.
Hingga suatu ketika pasukan Kekaisaran Yinderth menyerang secara tiba-tiba. Kekaisaran yang dulunya salah satu negara aliansi Luminas tanpa kompromi menyerbu langsung ibukota. Entah bagaimana cara mereka melewati perbatasan, atau bagaimana cara mereka memobilisasi puluhan ribu pasukan tanpa diketahui, semuanya masih misterius. Satu-satunya yang sudah jelas ialah kekalahan Luminas.
Tembok yang mengurung Putri Corona pun ikut hancur. Untuk sesaat dia merasa begitu bahagia. Terengah-engah gembira, menghirup udara bebas pertama kali dalam hidupnya. Merentangkan kedua tangan, berputar-putar sambil tertawa lepas. Setidaknya hingga ia menyadari panorama disekitarnya.
Dunia yang pertama kali ia lihat begitu mengerikan. Kubangan darah kental membasahi kakinya. Mayat bergelimpangan dengan kondisi mengenaskan. Teriakan penuh kebencian, umpatan jahat, serta lirih kematian membahana.
Putri Corona yang tak pernah melihat dunia secara langsung dihadapkan pada sisi terburuk dari dunia itu sendiri.
Dalam lautan kekacauan Putri Corona berusaha kabur. Dinaungi oleh rasa panik dan ketidaktahuan sungguh kecil sekali peluang selamat Putri Corona untuk melewati medan perang yang menghalangi kebebasannya.
Beruntung Corona bertemu Gina dan Putri Claris. Mereka lantas membantu Corona terhindar dari bahaya. Namun kebebasan Corona tetap harus dibayar mahal. Nyawa dari saudarinya sirna di depan mata. Putri Claris gugur setelah bertarung melawan kesatria berzirah hitam. Dan dalam dekapan Corona juga lah, kakaknya menghembuskan nafas terakhir.
Aku sedikit terenyuh mendengar cerita Putri Corona. Ok--Mungkin aku sedikit meneteskan air mata, namun asap dari api unggun juga menjadi salah satu penyebabnya. Pria yang sensitif biasanya lebih disukai wanita, jadi aku tidak terlalu mempermasalahkannya. Tapi tetap saja, jemariku bergerak cepat menyembunyikan kelemahanku, menyapu air mata sebelum terjatuh secara alami.
"Huaaah... Ku menangis! membayangkan! berapa kejamnya dirimu atas diriku..." Aku bernyanyi lantang penuh penghayatan, meski terdengar sumbang dan menjijikkan. Aku lalu menyeka ingusku yang tak terbendung dengan tanganku, kemudian tanpa rasa bersalah, aku mengelap tanganku menggunakan celemek yang Gina kenakan.
"Thief Biadab!" Gina tersenyum, menatapku agak lama, lalu kemudian dengan kekuatan penuh dia menendang dadaku hingga terjungkal ke belakang.
Ada banyak kejanggalan yang aku temukan dari cerita Putri Corona. Salah satu yang paling aneh ialah tujuan sebenarnya Putri Claris. Kalau dia memang Putri yang baik hati kenapa tidak sejak awal membebaskan Corona? Aku tidak mau mengakui kebaikan Putri Claris. Bagiku dia lah yang paling jahat. Dia telah menjejalkan hal paling berbahaya bagi Putri terbuang seperti Corona, hal yang manis sekaligus menyakitkan, hal yang biasa disebut sebagai; Harapan.
Tentu saja aku tidak akan mengutarakan pendapatku pada Putri Corona. Aku tidak mau ikut campur konflik kerajaan.
Setelah menceritakan kisahnya, Corona Putri Sang Pelakor, termenung memandangi pijaran cahaya kemerahan. Api anggun yang sama-sama menghangatkan badan kami bertiga--eh berempat deh, ditambah satu ekor makhluk mungil misterius yang meringkuk diantara kedua kakiku.
Gina disisi lain masih tampak awas--tepatnya dia menatapku jijik.
Ada satu hal lagi yang masih mengusikku. Kenapa Corona bersusah payah ingin menemui Putri Lucia? Bukankah dia bisa saja melarikan diri langsung menuju perbatasan? Memulai hidup baru. Aku juga tidak keberatan jika Corona bersedia menjadi salah satu selirku. Selama ini Kerajaan Luminas hanya memberikan penderitaan dalam hidupnya. Dia seharusnya tidak punya tanggung jawab apapun.
Putri Corona tersenyum ketika aku mengajukan pertanyaan tersebut. Aku menyadari sinar wajahnya yang polos nan imut, tidak ada secuil pun kebencian yang terpancar.
"Kenapa aku melakukan semua ini? Jangan berharap jawaban yang memuaskan Yaz. Tidak ada kebaikan dalam kalimatku," Putri Corona menarik dagunya sedikit ke atas, memandangi rembulan yang bersembunyi diantara lebatnya dedaunan. "Dari lahir aku hanya berusaha bertahan hidup, tanpa tujuan, tanpa berpikir sedikitpun arti dari eksistensiku. Namun setelah kakakku terbunuh di depanku, barulah aku melangkah untuk pertama kalinya. Memang aku bersedih, namun ada kelegaan yang kurasakan saat pedang pasukan Yinderth itu menembus jantung kakakku. Kejam bukan? Aku yang bukan siapa-siapa. Keberadaan yang bahkan tidak pernah diketahui. Ketika ia, kakakku Putri Claris, dalam hembusan nafas terakhirnya memberitahukan kalau kini aku adalah satu-satunya pewaris tahta yang sah, hatiku langsung bergejolak bukan kepalang. Untuk pertama kalinya, hidupku yang hampir memudar, memiliki tujuan," mata kami bertemu, dan dia sekali lagi menampilkan senyum lemah.
"Jadi Putri Claris benar-benar telah tiada?" tanyaku dengan nada pelan.
"Ya, Putri Claris dicintai banyak orang, pasti banyak orang yang akan sangat berduka," Corona membalas.
"Aku bukan salah satu Fanboy-nya sih, jadi biasa saja," aku merespon seadanya. "Kalau begitu aku akan berjaga bergantian dengan Gina, tuan Putri silahkan beristirahat," kataku seraya bangkit.
"Jangan sok dekat memanggil namaku, Thief! Jangan coba-coba berpikir untuk melakukan hal yang mesum saat kami tertidur!" kata Gina sambil menunjuk ke arahku.
"Kau juga harus beristirahat, putri membutuhkanmu. Aku akan membangunkanmu saat aku mencapai batasnya," balasku seraya bangkit dan menguap.
Meskipun aku bermaksud baik, Gina tetap memperhatikanku dengan curiga sebelum aku hilang dalam pandangannya.
"Gruuu!!" Makhluk imut mengikutiku dari belakang.
"Wah jadi kau mau ikut berjaga denganku tuan Kono?" tanyaku pada hewan berbuntut sembilan di belakangku. "Tugas berjaga itu cukup berat loh!"
"Gruuuuuu!" tuan Kono memekik penuh percaya diri.
Aku menarik langkah menuju bongkahan kayu yang berada di sebuah bukit tidak terlalu jauh dari tempat kami berkemah. Setelah meletakkan alas kulit yang aku bawa, aku bersandar seraya merebahkan kakiku. Tuan Kono juga ikut duduk di sampingku, kepalanya bergerak ke sekeliling arah dengan amat antusias. Sepertinya dia jenis makhluk spiritual yang mempunyai intelegensi tinggi, makhluk yang hanya patuh dihadapan para bangsawan. Hewan yang dianggap suci, bagian dari dimensi misterius yang dipanggil kontraktor sihir ke dunia ini.
"Slow aje bro," ucapku seraya mengelus punggung berbulunya.
"Gruuuuu....."
"Apa Putri Corona kontraktormu?"
"Gru!"
"Jadi benar. Apa kau pikir Putri bisa selamat?"
"Gruuu!!!! Gru!! Gruuuu!" sinar mata tuan Kono berubah drastis, gigi taringnya ia tunjukkan dengan bangga.
"Wow tenang-tenang, aku tidak bermaksud meragukanmu. Hanya saja..." aku mengelus tuan Kono lagi, dia mendesah, kemudian melolong pelan seakan-akan sedang menangis. "Putri itu mengambil jalan yang sulit. Melindungi sesuatu hal yang tak pernah menjadi miliknya, bukankah ia Putri yang aneh?"
Angin berhempus pelan, burung hantu bernyanyi diiringi pekikkan serangga malam. Selama ini aku selalu menghindari hal-hal yang berbahaya. Namun kali ini aku sudah terjerat masuk ke dalam pusaran konflik antar negara. Untuk seorang Thief biasa sepertiku, apa aku bisa berhasil?
Yuri pasti kaget jika mengetahui aku terlibat dalam masalah semacam ini. Dia selalu melarangku melakukan quest yang berbahaya. Jika bertemu dengannya sekarang, dia pasti akan langsung menyeretku keluar dari kubangan berbahaya yang aku injak. Dia mungkin akan mematahkan beberapa tulangku, tapi seperti biasa ia juga yang akan menyewa Cleric untuk menyembuhkanku. Bisa merasakan lagi perasaan hangat yang beliau berikan, aku akan merasa sangat bersyukur.
Apapun alasannya, sekarang aku tidak bisa mundur lagi. Aku akan menyelesaikan tugasku sampai tuntas. Membawa sang Putri ke tempat kakaknya berada. Itu misiku, aku hanya perlu fokus pada tujuanku. Selanjutnya biar aku serahkan semuanya pada komandan Wyvern Rider yang juga seorang Putri kerajaan Luminas. Entah Luminas akan bangkit lagi atau mungkin Yinderth lah yang akan berjaya hingga akhir. Aku tidak akan ikut campur terlalu jauh. Lagipula apa yang bisa dilakukan Thief rendahan sepertiku? Aku hanya ingin bertahan hidup. Meskipun harus berjalan berdampingan dengan kegelapan.
"Heiii..."
Ketika aku berbalik aku mendapati seorang gadis dengan pipi merona. Dengan gaun pelayan yang elegan, ia menaruh simpul tangan di atas perut. Aku agak kesulitan membaca ekspresinya karena keremangan malam. Tetapi keanggunan wajahnya tidak meredup sedikit pun. Dia melirik berkali-kali membuka mulutnya, tapi lalu menutup mulutnya kembali, sepertinya dia amat kesulitan memilih kata yang tepat.
"Ada apa nona Pelayan?" aku berusaha membantunya.
"Aku hanya ingin berterima kasih," suara bergetar terdengar samar ketika ia menjatuhkan pandangannya ke tanah.
"Jangan salah paham, aku melakukannya karena Platinum," aku sedikit tersenyum. "Tidurlah Maid, perjalanan besok akan berat. Kita akan mendaki, menyisir hutan Pasmere dan memutari gunung Asgalf," aku menyadari wajah letihnya. Dapat dipastikan kedua gadis yang bersamaku sekarang telah melalui hari yang berat. Tidak memiliki pengalaman bertarung namun harus melihat banyak kematian di depan matanya.
Gadis yang cukup kuat kalau aku boleh memujinya, akan tetapi perjalanan mereka selanjutnya pasti akan jauh lebih berat. Aku yang lemah ini tidak bisa menjanjikan apapun. Tentu saja aku akan tetap berjuang sebisaku, demi 4000 platinum akan aku lakukan apapun.
"Tapi kenapa kita harus mendaki? Bukankah akan lebih cepat melalui jalur utama?" Gina duduk di samping Tuan Kono sembari memeluk lututnya, dia sepertinya kesulitan untuk beristirahat. Rambutnya kusut, mata yang sayu seakan ingin menangis, ditambah bekas asap yang membekas di pipi. Pandangan Gina juga begitu melankolis, nampak rapuh, sangat berbeda dengan tatapan galaknya yang seringkali terkunci padaku.
"Musuh kita mungkin memiliki kuda, atau yang lebih buruk ada Wyvern Rider yang ikut bergabung dalam pengejaran kita," aku mengelus tuan Kono lagi. Entah mengapa bulu halusnya memberikanku ketenangan. "Satu-satunya hal yang menguntungkan kita adalah lebatnya pepohonan. Kita tidak punya banyak pilihan selain memanfaatkan hutan Pasmere sebagai perlindungan, jadi maafkan aku, perjalanan kalian akan berat," aku melirik ke arah Gina.
"Untuk apa minta maaf? Aku juga tidak bisa pilih-pilih. Kalau boleh milih sih aku tidak mau terjebak bersama Thief mesum. Aku lebih suka bertemu dengan Knight tampan yang baik hati, atau setidaknya bertemu Mage yang penuh kebijaksanaan," Gina tertawa pelan. "Apapun yang terjadi, tolong lindungi tuan Putri. Kamu tidak perlu memperdulikan keselamatanku. Aku mohon tuan Thief, berjanjilah!" mata Gina mulai berkaca-kaca.
"Kenapa berkata begitu? Luminas sudah diujung tanduk, kamu seharusnya tidak punya tanggung jawab lagi menjaga Putri Corona. Memangnya seberapa penting Putri Corona bagimu?"
"Dia segalanya bagiku," Gina mengusap matanya lalu Membenamkam wajahnya di antara kedua lutut.
"Kalau begitu bukankan lebih baik jika membawanya ke perbatasan, mungkin kalian bisa memulai hidup baru, jauh dari bahaya?"
"Aku tidak bisa melakukannya. Seperti yang kau dengar sebelumnya, ia telah menemukan hal penting dalam hidupnya. Aku tidak bisa merenggutnya. Aku ingin seluruh Luminas mengakuinya. Tunduk pada kebenaran yang selama ini ditutup-tutupi. Bersujud di depan Ratu Luminas yang sah!" alis mata Gina terangkat sepenuhnya. Ia menunjukkan tekad yang kuat melalui kobaran api yang terpantul di kedua matanya.
Rambut hitam pekat Gina berkibar elok ketika ia berdiri. Ia menempelkan senyum sendu sebelum mengucapkan selamat malam. Kelegaan dalam hati seketika tidak bisa aku tampik, perjalanan panjang ini mungkin tidak terlalu buruk. Dua orang gadis cantik akan menemaniku, apa hal buruk yang bisa terjadi? Kalau pun mati, setidaknya aku akan mati dikelilingi sepasang gadis cantik. Perumpamaan yang ironis, namun setidaknya secara harfiah adalah sebuah kenyataan.
Aku mengalihkan pandanganku ke atas langit. Menikmati sendunya hutan bersama rubah berekor sembilan. Ditemani lautan gemintang indah, aku terjaga, setidaknya hingga kelopakku menagih untuk terlelap.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 32 Episodes
Comments